Materi Akhlaq Kelas XII MA. Prog. Keagamaan Semester 1
TARIKAT DAN
TOKOH-TOKOH SERTA AJARANNYA
STANDAR KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
1.
Mengenal Tarikat dan tokoh-tokoh serta ajarannya
|
1.1.Menjelaskan tarikat Qadiriyah dan ajarannya1.2.Menjelaskan
tarikat Rifa’iyah dan ajarannya1.3.Menjelaskan tarikat Syaziliyah dan
ajarannya1.4.Menjelaskan tarikat Maulawiyah dan ajarannya
1.5.Menjelaskan tarikat Syatiriyah dan ajarannya
1.6.Menjelaskan tarikat Naqsabandiyah dan ajarannya
1.7.Menjelaskan tarikat Suhrawardiyah dan ajarannya
|
1.
A. PENGERTIAN TAREKAT
2.
1. Pengertian secara Bahasa
1.
Tarekat (bahasa Arab: Ṭarīqah طريقة; jamak طرق; ṭuruq) berarti “jalan” atau “metode”, dan
mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau
sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan ḥaqīqah atau “kebenaran sejati”,
yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut.
Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktek eksoteris atau duniawi
Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang
berbentuk ṭarīqah. Melalui praktek
spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan
berupaya untuk mencapaiḥaqīqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
2.
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan
atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan
(al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung
(‘amud al-mizalah).
3.
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad
bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh
salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama
ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam
mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan.
Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga
formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
1.
2. Pengertian secara istilah
Bila ditinjau
dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan,
sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh
atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru
tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah
dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau
limpahan pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf.
Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah,
Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Rifa’iah, Tarekat Samaniyah
dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan
atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada
hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan
tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat
Khalawatiah Yusuf (Sulawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya
saja.
Istilah Tarekat
berasal dari kata Ath-Thariq (jalan) menuju kepada Hakikat atau dengan kata
lain pengalaman Syari’at, yang disebut “Al-Jaraa” atau “Al-Amal”, sehingga
Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, yang
berturut-turut disebutkan:
1)
Tarekat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun)
dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang
tidak boleh dipermudah.
2)
Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai dengan
kesanggupannya; baik larangan dan perintah yang nyata, maupun yang tidak
(batin).
3)
Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah
(yang sifatnya mengandung) fadhilat, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan
yang disunatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) di bawah bimbingan
seorang Arif (Syekh) dari (Shufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.
Menurut L. Massignon,
yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan Tasawuf di beberapa negara
Islam, menarik suatu kesimpulan bahwa istilah Tarekat mempunyai dua macam
pengertian.
1.
Tarekat yang diartikan sebagai
pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh
kehidupan Tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut
“Al-Maqamaat” dan “Al-Ahwaal”.
2.
Tarekat yang diartikan sebagai
perkumpulan yang didirikan menurut ajaran yang telah dibuat seorang Syekh yang
menganut suatu aliran Tarekat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang
Syekh mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut aliran Tarekat yang dianutnya, lalu
diamalkan bersama dengan murid-muridnya.
Secara
terminologi, pemaknaan tarekat agak sulit dirumuskan dengan pas, karena pengertian
tarekat ikut berkembang mengikuti perjalanan kesejarahan dan perluasan kawasan
penyebarannya. Dari berbagai sumber klasik maupun kontemporer, nampaknya
tarekat dapat dimaknai sebagai ”suatu sistem hidup bersama dan kebersamaan
dalam keberagamaan sebagai upaya spiritualisasi pamahaman dan pengamalan ajaran
Islam menuju tercapainya ma’rifatu’I-lah”. Dalam perspektif ini, secara
operasional rumusan ini bisa diartikan sebagai usaha kolektif dalam upaya
tazkiyah an nafs dalam rangka interiorisasi keberagamaan.
Tarekat itu
artinya jalan petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang
ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in,
turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai.
Menurut Mircea
Aliade, kata thariqah digunakan dalam dunia tasawuf sebagai jalan yang harus di
tempuh seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Atau metode
psikologis-moral dalam membimbing seseorang untuk mengenali Tuhannya.
Pengertian
tarekat menurut Prof.Dr.H.Abubakar Aceh ialah : “jalan ,petunjuk dalam
melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan dan
dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh Sahabat, tabi’in , dan
tabi’it tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan
rantai berantai”.
Dari Abu Al-Wafa
al-Ghanimi al-Taftazani mengatakan : “kata Tariqat pada para sufi
mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah probadi sufi yang bergabung dengan seorang
guru( Syekh) dan tunduk dibawah aturan-aturan terperinci dengan jalan rohaniyah
,yang hidup secara kolektif secara zawiyah, ribath dan khanaqah, atau berkumpul
secara periodic dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan
ilmiah maupun rohaniyah yang teratur”.
Sedangkan J. S.
Trimingham menyatakan bahwa tarekat adalah ”a practical method (other terms
were madhhab, ri’ayah and suluk) to guide a seeker by tracing a way of thought,
feeling and action, leading a succession of stages (maqamat, an integral
association with psycological experiance called ’states’ ahwal) to experianceof
Divine Reality (haqiqa) ”, metode praktis (bentuk-bentuk lainnya, mazhab,
ri’ayah, dan suluk) untuk membimbing murid dengan menggunakan pikiran, perasaan
dan tindakan melalui tingkatan-tingkatan (maqamat, kesatuan yang utuh dari
pengalaman jiwa yang disebut ’states’, ahwal) secara beruntun untuk merasakan
hakikat Tuhan”.
Tarekat berakar
dari pengalaman seorang sufi –ahli tasawuf- dalam mengajarkan ilmunya kepada
orang lain, pengajaran mana kemudian dikembangkan pengikutnya. Oleh karena itu,
dalam perkembangannya kemudian, tarekat terkait erat dengan nama guru tasawuf
itu. Dalam pengertian ini, maka penamaan satu tarekat diambil dari nama
pimpinan kelompok belajar itu. Misalnya tarekat Naqsyabandiyah dinamai demikian
adalah karena kelompok pembelajaran tasawuf itu dirintis oleh Bahauddin al-
Naqsyaband. Hal ini berarti, nampaknya tarekat mirip dengan aliran tasawuf –the
sufi orders-, atau semacam pranata sosial keagamaan yang visi dan misinya
sufism. Dengan demikian tarekat yang pada awalnya dimaknai sebagai metode
mendekatkan diri kepada Allah, berubah menjadi sistem pembelajaran tasawuf yang
melembaga.
Dalam tarekat
sebagai lembaga, ditemui adanya seorang mursyid atau pembimbing dan biasanya
didampingi satu orang asisten atau lebih, yang disebut ”khalifah” atau wakil,
pengikutnya dinamai ”murid” atau yang berminat. Tempat untuk belajar dan
pondokan –semacam asrama- disebut ribath atau zawiyah dan juga dinamai taqiyah
yang dalam bahasa persia disebut khanaqoh.
1.
3. Tujuan dan Dasar Utama Tarekat
Tujuan utama pendirian berbagai tarekat oleh para sufi,
termasuk Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah adalah untuk membina dan mengarahkan
seseorang agar bias merasakan hakikat Tuhannya dalam kehidupan sehari-hari
melalui perjalanan ibadah yang terarah dan sempurna. Dalam kegiatan semacam
ini, biasanya seorang anggota atau salik (penempuh dan pencari hakikat
ketuhanan) akan diarahkan oleh tradisi-tradisi ritual khas yang terdapat dalam
tarekat bersangkutan sebagai upaya pengembangan untuk bisa menyampaikan mereka
ke wilayah hakikat atau makrifat kepada Allah ’Azza wa Jalla. Setiap tarekat
memilki perbedaan dalam menentukan metode dan prinsip-prinsip pembinaanya.
Meski demikian, tujuan utama setiap tarekat akan tetap sama, yakni mengharapkan
Hakikat Yang Mutlak, Allah ’Azza wa Jalla. Secara umum, tujuan utama setiap tarekat adalah penekanan pada kehidupan
akhirat, yang merupakan titik akhir tujuan kehidupan manusia beragama.
Sehingga, setiap aktifitas atau amal perbuatan selalu diperhitungkan, apakah
dapat diterima atau tidak oleh Tuhan.
Karena itu,
Muhammad ’Amin al-Kurdi, salah seorang tokoh Tarekat Naqsyabandi, menekankan
pentingnya seseorang masuk ke dalam tarekat, agar bisa memperoleh kesempurnaan
dalam beribadah kepada Tuhannya. Menurutnya, minimal ada tiga tujuan bagi
seseorang yang memasuki dunia tarekat untuk menyempurnakan ibadah. Pertama, supaya ”terbuka” terhadap sesuatu yang
diimaninya, yakni Zat Allah AWT, baik mengenai sifat-sifat, keagungan maupun
kesempurnaan-Nya, sehingga ia dapat mendekatkan diri kepada-Nya secara dekat
lagi, serta untuk mencapai hakikat dan kesempurnaan kenabian dan para
sahabatnya. Kedua,
untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat dan akhlak yang keji, kemudian
menghiasinya dengan akhlak yang terpuji dan sifat-sifat yang diridhai (Allah)
dengan berpegangan pada para pendahulu (shalihin) yang telah memiliki
sifat-sifat itu. Ketiga,
untuk menyempurnakan amal-amal syariat, yakni memudahkan beramal salih dan
berbuat kebajikan tanpa menemukan kesulitan dan kesusahan dalam
melaksanakannya.
Langkah utama dan
pertama bagi seseorang yang akan memasuki dunia tarekat adalah kesiapan untuk
menaati aturan-aturan syariat Islam. Karena seluruh aktifitas kehidupan anggota
tarekat akan selalu bersandar pada hukum-hukum syariat, terutam yang terpilih
dan memiliki keunggulan, dan mereka lebih senang menghindari hukum-hukum Islam
yang ringan dan mudah. Karena itu, mencium ambang pintu syariat, kata Abu al-
Majdud as-Sana’i, merupakan kewajiban pertama bagi seseorang yang akan menempuh
perjalanan ”mistik”ini. Di samping itu, dasar-dasar akidah yang benar juga
merupakan pondasi utama bagi berlangsungnya perjalanan seorang murid dalam
tarekat, yakni akidah para salaf salih, para sahabat, tabi’in, para wali serta
para shiddiqin yang selalu berpegang pada Al-qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Kedua
dasar itu (akidah dan syariat) sangat diperlukan bagi seorang salik (pencari
hakikat ketuhanan), mengingat perjalanan yang akan mereka tempuh sangat sulit
dan mendaki, terutama untuk sampai pada maqam-maqam yang mereka tuju. Tanpa
memilliki aqidah yang kuat, menguasai dan menjalani kehidupan syariat, maka
pencapaian kehidupan tarekat mereka mustahil bisa dilakukan dengan benar,
karena sesungguhnya dalam tarekat terjalin hal-hal yang diterangkan oleh
syariat. Sebaliknya, kehidupan syariat nampak tidak akan seimbang bila tidak
diiringi dengan nilai-nilai yang ada dalam tarekat atau dunia tasawuf secara
umum. Peranan tarekat atau tasawuf sebagai dimensi batin syariat telah diakui
oleh para pendiri aliran hukum, yang menenkankan pentingnya aspek ini dalam
pendalaman etika Islam.
Di sinilah
tarekat memberikan keseimbangan dalam mengiringi jalannya syariat Islam,
sebagai penghalus untuk meresapkan nilai-nilai hukum yang telah ditetapkan
dalam Al-Qur’an dan Sunah sehingga bisa mencapaiai hakikatnya. Sebagian besar
ulama salaf dalam masyarakat isalm telah mampu menjaga keseimbangan ini, yakni
menjaga jangan sampai syariat terpisah dari tarekat dan tarekat terasing dari
syariat. Vitalitas keagamaan dan spiritual Islam tumbuh dari kedua dimensi ini
(syariat dan tarekat) selama berabadabad, yang secara bersama-sama telah
membentuk tradisi keagamaan yang integraldalam masyarakat religius. Menurut
simbolisme sufi yang cukup terkenal, Islam diumpamakan dengan buah ”kenari”
yang kulitnya diibaratkan syariat, sedangkan isinya adalah tarekat, dan
minyaknya yang ada dimana-mana adalah hakikat. Kenari tanpa kulit tidak akan
tumbuh di alam, begitu pula bila tanpa isi, ia tidak akan mempunyai arti
apa-apa. Syariat tanpa tarekat seperti tubuh tanpa jiwa, dan tarekat tanpa
syariat pasti tidak akan mempunyai bentuk lahiriah serta tidak akan mampu
bertahan dan mewujudkan dirinya di dunia ini. Bagi keseluruhan tradisi,
keduanya mutlak diperlukan. Di sinilah secara universal rekat telah menunjukkan
tujuannya sebagai penyempuna dalam memberikan keseimbangan bagi setiap hamba
untuk menjalankan ajaran islam dan mengantarkan mereka menuju pintu hakikatnya.
Melalui latihan-latihan mental dan spiritual (riyadhah)- nya, tarekat telah menunjuk
kan metode praktisnya dalam memberikan nilai-nilai keseimbangan tadi.
1.
4. Perkembangan Tarekat dalam Dunia Islam
Dilihat dari sisi
historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula-mula timbul sebagai lembaga,
sulit diketahui karena tiadanya artifact sejarah yang jelas. Dari beberapa
literatur yang dirujuk, nampaknya Tarekat Taifuriyah adalah tarekat tertua.
Tarekat ini berdiri pada abad ke-IX di Persia yang mengembangkan tasawuf Abu
Yazid al-Busthami al-Taifuriyah. Pendapat ini dipandang cukup beralasan, karena
tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid al-Busthami. Pada umumnya tarekat
yang berkembang di Persia, menganut paham tasawuf Abu Yazid yang lahir di
Taifur, satu desa yang terletak di Khurasan Persia atau Iran. Namun
perkembangan nyata keberadaan tarekat adalah sekitar abad ke XII di dua daerah
basis, yaitu di Khurasan (Persia) dan Mesopotamia (Irak). Tarekat yang
bermunculan di daerah Khurasan beraliran tasawuf Abu Yazid, sedangkan tarekat
yang berkembang di Mesopotamia berakar pada tasawuf Junaid al-Baghdadi. Pada
era abad dua belas itu, di Khurasan berdiri tarekat Yasaviyah yang dipelopori
oleh Ahmad al-Yasavi (w. 1169) dan tarekat khawajaganiyah yang didirikan oleh
Abdul Khaliq al- Ghazdawani (1220).
Tarekat Yasaviyah
melebarkan sayapnya ke kawasan Turki dengan nama baru tarekat Bektashiyah
diidentikkan dengan nama pendirinya Muhammad Atha’ bin Ibrahim Hajji Bekhtash
(w.1335). Tarekat ini cukup populer pada masa kekuasaan Sultan Murad I, karena
tarekat itu memiliki komando sebagai kekuatan inti kerajaan Turki Osmani, yang
disebut ”jenissari”. Tarekat Naqsyabandiyah adalah salah satu tarekat yang
merupakan pengembangan dari tarekat Khawajaganiyah yang didirikan oleh Muhammad
Bahauddin al-Naqsyaband al-Awisi al-Bukhari (w.1335) . Dalam perkembangan
selanjutnya, tarekat ini menyebar ke Turki, India dan Indonesia dengan nama
baru sesuai dengan pendirinya di kawasan setempat. Di Indonesia tarekat yang
merupakan cabang dari Naqsyabandiyah, antara lain tarekat Khalidiyah,
Muradiyah, Mujaddidah., Ahsaniyah dan lain-lain. Selain dari kedua tarekat
induk tadi, tarekat yang tergolong rumpun Khurasan masih banyak lagi yang
berpengaruh dalam dunia tarekat, seperti tarekat Khalwatiyah yang didirikan
oleh Umar al-Khalwati (w.1397). Di kawasan Mesir tarekat ini didirikan oleh
Ibrahim Ghulseni (1534) yang kemudian berganti nama tarekat Sammaniyah yang
didirikan oleh Muhammad Ibn Abdul Karim as-Sammani (w.1775), tarekat ini
disebut juga dengan nama Tarekat Hafniyah.
Tarekat yang
berasal dari rumpun Mesopotamia-Irak anutannya berakar pada tasawuf Abdul Qasim
al-Junaidi yang meninggal sekitar tahun 910 atau menganut paham tasawuf Abdul
Qadir al-Jailani (w.1078). Tarekat Suhrawardiyah yang dirintis oleh Abu Hafs as
Suhrawardi (w.1234), tarekat Kubrawiyah yang dipelopori Najamuddin al-Kubra
(w.1221) dan tarekat Maulawiyah yang didirikan oleh Jalaludin al-Rummi
(w.1273), adalah tarekat-tarekat besar yang mengacu pada tasawuf al-Junaidi.
Tarekat Kubrawiyah cukup digemari di India dan Pakistan, sedangkan Tarekat
Maulawiyah berkembang subur diwilayah Turki, Tarekat Qadariyah yang dibangun
oleh Muhyidin Abdul Qadir al- Jaelani di Irak, melebarkan ajaran tasawufnya
melalui tarekat Shadziliyah yang didirikan oleh Nuruddin as-Shadzili (w.1258)
dan tarekat Rifaiyah yang dirintis oleh Ahmad Ibn Ali Ar-Rifai (w. 1182).
Tarekat yang berasal dari rumpun Qadiriyah, tersebar luas dihampir seluruh
negeri islam. Tarekat Faridiyah yang mengilhami lahirnya tarekat Sanusiyah dan
Idrisiyah di kawasan Afrika Utara, adalah tarekat yang termasuk rumpun
Qadiriyah yang berakar pada tasawuf Dzuan Nun al-Mishri (w.860). Tarekat
Qadariyah masuk ke kawasan India atas jasa Muhammad al-Ghawth dengan mendirikan
tarekat Ghawthiya sekitar tahun 1617.
Oleh karena banyaknya penyebaran tarekat dari satu induk saja, maka terasa sulit menelusuri perkembangan dan pertumbuhan tarekat secara sistematis. Tetapi yang jelas, cabang-cabang atau tarekat baru yang berdiri itu adalah karena tersebarnya abituren satu tarekat ke berbagai kawasan. Di antara abituren itu, pasti ada sekian orang yang mendapat wewenang untuk membuka tarekat baru di daerah asalnya masing-masing. Dengan cara demikian maka dari satu Ribath induk dapat melahirkan beberapa ribath cabang, dan dari satu ribath cabang dapat pula berkembang menjadi banyak ribath ranting dan seterusnya berkembang secara diasporis. Namun demikian perkembangan satu tarekat induk kekawasan manapun atau sebanyak apapun, nilai anutannya tetap sama seperti tarekat induknya. Dengan kata lain, penyebaran itu hanyalah dalam segi jumlah tetapi tidak menyentuh aspek anutannya. Kehidupan tarekat di Indonesia cukup subur dan banyak pengikut, karena sesuai dengan kultur mayoritas bangsa ini. Hal ini terbukti dari banyaknya ribath-ribath yang menyebar di hampir seluruh kawasan nusantara. Namun yang cukup luas dikenal masyarakat dan banyak pengikutnya, antara lain : Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Sammaniyah, Khalidiyah, Rifaiyah dan Khalwatiyah. Menurut Jumhur Ulama Pada abad ini terdapat 41 thariqah. Masing-masing mempunyai Syekh.
Oleh karena banyaknya penyebaran tarekat dari satu induk saja, maka terasa sulit menelusuri perkembangan dan pertumbuhan tarekat secara sistematis. Tetapi yang jelas, cabang-cabang atau tarekat baru yang berdiri itu adalah karena tersebarnya abituren satu tarekat ke berbagai kawasan. Di antara abituren itu, pasti ada sekian orang yang mendapat wewenang untuk membuka tarekat baru di daerah asalnya masing-masing. Dengan cara demikian maka dari satu Ribath induk dapat melahirkan beberapa ribath cabang, dan dari satu ribath cabang dapat pula berkembang menjadi banyak ribath ranting dan seterusnya berkembang secara diasporis. Namun demikian perkembangan satu tarekat induk kekawasan manapun atau sebanyak apapun, nilai anutannya tetap sama seperti tarekat induknya. Dengan kata lain, penyebaran itu hanyalah dalam segi jumlah tetapi tidak menyentuh aspek anutannya. Kehidupan tarekat di Indonesia cukup subur dan banyak pengikut, karena sesuai dengan kultur mayoritas bangsa ini. Hal ini terbukti dari banyaknya ribath-ribath yang menyebar di hampir seluruh kawasan nusantara. Namun yang cukup luas dikenal masyarakat dan banyak pengikutnya, antara lain : Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Sammaniyah, Khalidiyah, Rifaiyah dan Khalwatiyah. Menurut Jumhur Ulama Pada abad ini terdapat 41 thariqah. Masing-masing mempunyai Syekh.
1.
5. Urgensi Mursyid dalam Tariqat
Secara luas, kata
mursyid berasal dari ‘irsyad’ yang artinya petunjuk. Sedangkan pelakunya adalah
mursyid yang artinya orang yang ahli dalam memberi petunjuk dalam bidang agama.
Menurut
pengertian ini, yang disebut mursyid adalah orang-orang yang ditugasi oleh
Allah Swt untuk menuntun, membimbing dan menunjukkan manusia ke jalan yang
lurus atau benar dan menghindarkan manusia dari jalan yang sesat. Tentu saja
mereka sebelum ditugasi oleh Allah telah mendapat pengajaran terlebih dahulu dan
mendapatkan bekal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pembimbingan.
Menurut
Rasulullah Saw, bahwa jajaran petugas-petugas Allah Swt memimpin dan membimbing
umat adalah para Nabi, para Rasul, dan para Khalifah Allah (Khulafaur Rasyidin
al Mahdiyyin) yakni Khalifah Allah dan Khalifah Rasulullah yang memberi
petunjuk dan mendapat petunjuk dari Allah Swt, Nabi bersabda :
Dari Abu Hurairah
ra. menyatakan: Rasulullah Saw bersabda: “Dahulu kaum Bani Isra’il dipimpin
oleh para Nabi. Setiap seorang nabi meninggal dunia, maka diganti seorang nabi
lainnya. Maka sesungguhnya tidak ada nabi yang menggantikan setelah aku
meninggal dunia, Namun yang menggantikanku adalah khalifah-khalifah. Maka
mereka banyak mempunyai pengikut-pengikut ”, Sahabat bertanya, “Wahai Rasul apa
yang engkau perintahkan pada kami?” Rasul menjawab, “Laksanakan baiat seperti
baiat pertama kali di hadapan mereka dan tunaikan hak-hak mereka, Kalian
mintalah kepada Allah yang menjadi bagian kalian, karena Allah Ta’ala
menanyakan tentang apa yang mereka pimpin.” (HR. Bukhari Muslim).
Pengertian
Mursyid secara terbatas pada kalangan sufi dan ahli thareqat adalah orang yang
pernah membaiat dan menalqin atau mengajari kepada murid tentang teknik-teknik
bermunajat kepada Allah berupa teknik dzikir atau beramalan-amalan saleh.
Mursyid adalah
guru yang membimbing kepada murid untuk berjalan menuju Allah Swt dengan
menapaki jalannya. Dengan bimbingan guru itu, murid meningkat derajatnya di
sisi Allah, mencapai Rijalallah, dengan berbekal ilmu syariat dan ilmu hakikat
yang diperkuat oleh al Qur’an dan as sunah serta mengikuti jejak ulama pewaris
nabi dan ulama yang telah terdidik oleh mursyid sebelumnya dan mendapat izin
dari guru di atasnya untuk mengajar umat. Guru yang dimaksud adalah guru yang
hidup sezaman dengan murid dan mempunyai tali keguruan sampai nabi Muhammad
Saw. Guru yang demikian itu adalah yang sudah Arif Billah, tali penyambung
murid kepada Allah, dan merupakan pintu bagi murid masuk kepada istana Allah.
Dengan demikian guru merupakan faktor yang penting bagi murid untuk
mengantarkannya menuju diterimanya taubat dan dibebaskannya dari kelalaian.
Dalam perjalanan
menuju Allah Swt, murid wajib baginya menggunakan mursyid atau pembimbing.
Syekh Abu Yazid al Busthomi berkata :
مَنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُ شَيْخٌ يُرْشِدُهُ فَمُرْشِدُهُ شَيْطَان
“Orang yang tidak mempunyai syeikh mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan”.
“Orang yang tidak mempunyai syeikh mursyid, maka syekh mursyidnya adalah syetan”.
Muhammad Amin al
Kurdi dalam kitanya yang bejudul Tanwirul Qulub fi mu’amalati ‘alamil ghulub
menjelaskan bahwa pada saat murid ingin meniti jalan menuju Allah
(thareqatullah), ia harus bangkit dari kelalaian. Perjalanan itu harus
didahului dengan taubat dan segala dosa kemudian ia melakukan amal saleh.
Setelah itu ia harus mencari seorang guru mursyid yang ahli keruhanian yang
mengetahui penyakit-penyakit kejiwaan dari murid-muridnya. Guru tersebut hidup
semasa dengannya. Yaitu seorang guru yang terus meningkatkan diri ke berbagai
kedudukan kesempurnaan, baik secara syariat maupun hakikat. Perilakunya juga
sejalan dengan al Qur’an dan al Sunnah serta mengikuti jejak langkah para ulama
pendahulunya. Secara berantai hingga kepada Nabi Saw. Gurunya itu juga telah
mendapat lisensi atau izin dari kakek gurunya untuk menjadi seorang mursyid dan
pembimbing keruhanian kepada Allah Swt, sehingga murid berhasil diantarkan
kepada maqam-maqam dalam tasawuf dan thareqat. Penentuan guru ini juga tidak
boleh atas dasar kebodohan dan mengikuti nafsu. (Amin al Kurdi, Tanwirul Qulub,
hlm.524)
Sebelum ia menjadi mursyid yang arif billahi, seseorang harus mendapat tarbiah atau pendidikan dari guru yang selalu mengawasi perkembangan ruhani murid, sehingga murid mencapai maqam ‘shiddiq’. Kemudian diizinkan oleh guru untuk membaiat kepada calon murid dengan mengajari mereka.
Sebelum ia menjadi mursyid yang arif billahi, seseorang harus mendapat tarbiah atau pendidikan dari guru yang selalu mengawasi perkembangan ruhani murid, sehingga murid mencapai maqam ‘shiddiq’. Kemudian diizinkan oleh guru untuk membaiat kepada calon murid dengan mengajari mereka.
Tampilnya menjadi
mursyid itu bukan kehendak dirinya tapi kehendak gurunya, dengan demikian orang
yang memunculkan dirinya sebagai mursyid tanpa seizin guru maka ia sangat
membahayakan kepada calon muridnya. Murid yang di bawah bimbingannya itu akan
mengalami keterputusan. Berarti mursyid yang palsu ini menjadi penghalang
muridnya menuju Allah dan dosa-dosa mereka akan ditanggung oleh mursyid
jadi-jadian itu. (Amin al Kurdi: tt, hlm. 525)
Seluruh pembelajaran dan pengajaran serta bimbingan mesti bersesuaian dengan isi, terutama bagian dalam al Qur’an dan al Sunnah serta sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh nabi dan ulama pewarisnya. Orang yang menyandang demikian itulah yang layak dicontoh / diteladani oleh murid-muridnya, syaikh Imam Junaid al Baghdadi mengatakan :
Seluruh pembelajaran dan pengajaran serta bimbingan mesti bersesuaian dengan isi, terutama bagian dalam al Qur’an dan al Sunnah serta sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh nabi dan ulama pewarisnya. Orang yang menyandang demikian itulah yang layak dicontoh / diteladani oleh murid-muridnya, syaikh Imam Junaid al Baghdadi mengatakan :
عَلِمْنَا
هَذَا مُقَيَّدٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ فَمَنْ لَمْ يَقْرَإِ اْلكِتَابَ
وَلَمْ يَكْتُبِ الْحَدِيْثَ وَلَمْ يَجْلِسِ اْلعُلَمَاءَ لاَ يُقْتَدَى فِى
هَذَا الشَّأْنِ
“Ilmu kami
diperkuat dengan dalil-dalil al Qur’an dan al Hadits, maka siapa yang tidak
membaca al Qur’an dan tidak menulis hadits, serta tidak duduk sering-sering
dengan ulama, maka ia tidak layak menjadi panutan di dalam perkara-perkara
(thareqat) ini”.
Dengan keterangan di atas, mursyid semestinya
adalah orang yang tergolong ulama, pemimpin umat yang bersifat kamil lagi
mukammil yakni pribadinya bersih dan suci serta berakhlak yang terpuji, dan
mampu menyempurnakan akhlak murid-muridnya. Mursyid adalah kuat keyakinannya
dan menjadi kekasih Tuhan, membawa berkah untuk umatnya serta rahmat bagi
kaumnya. Ia mengetahui berbagai penyakit ruhani dan jasmani muridnya, mampu
menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut atau mampu mengajarkan teknik-teknik
penyembuhan dan pengobatan jasmani dan ruhani. Mampu menyelesaikan
persoalan-persoalan yang rumit yang membelenggu umat dengan kekeramatan dan
maunah yang diberikan oleh Allah kepadanya.
1.
6. Kemampuan dan syarat syarat Musyid
Idealnya seorang
guru mursyid atau syaikh dalam thareqat memenuhi kemampuan-kemampuan dan
harapan di mata muridnya sebagai berikut :
1.
Syaikh al Iradah, yaitu tingkat
tertinggi dalam thareqat yang iradahnya (kehendaknya) telah bercampur dan
bergabung dengan hukum tuhan, sehingga dari syaikh itu atau atas pengaruhnya
orang yang meminta petunjuk menyerahkan jiwa dan raganya secara total.
2.
Syaikh al Iqtida’, yaitu guru yang
tindak tanduknya sebaiknya ditiru oleh murid, demikian pula perkataan dan
perbuatannya seyogyanya diikuti.
3.
Syaikh at Tabarruk, yaitu guru yang
selalu dikunjungi oleh orang-orang yang meminta petunjuk, sehingga berkahnya
melimpah kepada mereka.
4.
Syaikh al Intisab, ialah guru yang
atas campur tangan dan sifat kebapakannya, maka orang yang meminta petunjuknya
akan beruntung, lantaran bergantung kepadanya. Dalam hubungan ini orang itu
akan menjadi khadamnya (pembantunya) yang setia, serta rela menerima berbagai
perintahnya yang berkaitan dengan tugas-tugas keduniaan.
5.
Syaikh at Talqin, adalah guru
keruhanian yang mengajar setiap individu anggota thareqat dengan berbagai do’a
atau wirid yang selalu harus diulang-ulang.
6.
Syaikh at Tarbiyah, adalah guru yang
melaksanakan urusan-urusan para pemula dari pengamal thareqat.
Dalam kitab
Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, —
dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, —
bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak – minimal –ada lima:
1.
Memiliki sentuhan rasa ruhani yang
jelas dan tegas.
2.
Memiliki pengetahuan yang benar.
3.
Memiliki cita (himmah) yang luhur.
4.
Memiliki perilaku ruhani yang
diridhai.
5.
Memiliki matahati yang tajam untuk
menunjukkan jalan Ilahi.
Sebaliknya
kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:
1.
Bodoh terhadap ajaran agama.
2.
Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
3.
Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
4.
Mengikuti selera hawa nafsu dalam
segala tindakan.
5.
Berakhlaq buruk tanpa peduli dengan
perilakunya.
Syekh Abu Madyan
– ra- menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam
perilakunya di hadapan Allah Swt. lalu muncul salah satu dari lima karakter di
bawah ini maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:
1.
Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
2.
Mempermainkan thaat kepada Allah.
3.
Tamak terhadap sesama makhuk.
4.
Kontra terhadap Ahlullah
5.
Tidak menghormati sesama ummat Islam
sebagaimana diperintahkan Allah Swt.
Syekh Abul Hasan
Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia
akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan
memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka,
ia pasti menjadi penasehatmu.”
Ibnu Athaillah
as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang
yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula
menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.
Seorang Mursyid
yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan
beban berat kepada para muridnya. Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak
para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula
mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi
di balik nurani para muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya dan
gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang sangat membebani fisik dan
jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam
dunia sufi.
Jika secara khusus, karakteristik para Mursyid sedemikian
rupa itu, maka secara umum, mereka pun berpijak pada lima (5) prinsip thariqat itu sendiri:
1.
Taqwa kepada Allah swt. lahir dan
batin.
2.
Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam
ucapan maupun tindakan.
3.
Berpaling dari makhluk
(berkonsentrasi kepada Allah) ketika mereka datang dan pergi.
4.
Ridha kepada Allah, atas
anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
5.
Dan kembali kepada Allah dalam suka
maupun duka.
Manifestasi
Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah. Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi
melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling
dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal. Sementara perwujudan ridha kepada
Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah total. Dan perwujudan terhadap sikap
kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka,
dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.
Secara
keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1.
Himmah yang tinggi,
2.
Menjaga kehormatan,
3.
Bakti yang baik,
4.
Melaksanakan prinsip utama; dan
5.
Mengagungkan nikmat Allah Swt.
Dari sejumlah
ilusttrasi di atas, maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih
seorang Mursyid yang benar-benar memenuhi standar di atas, sehingga mampu
menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.
Rasulullah saw.
adalah teladan paling paripurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’
dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi
Jibril di sini identik dengan Mursyid di mata kaum sufi. Hal yang sama, ketika
Nabiyullah Musa as, yang merasa telah sampai kepada-Nya, ternyata harus diuji
melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir
adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh. Maka dalam soal-soal rasional
Musa as sangat progresif, tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal
batiniyah.
Karena itu lebih
penting lagi, tentu menyangkut soal etika hubungan antara Murid dengan
Mursyidnya, atau antara pelaku sufi dengan Syekhnya. Syekh Abdul Wahhab
asy-Sya’rani, (W. 973 H) secara khusus menulis kitab yang berkaitan dengan
etika hubungan antara Murid dengan Mursyid tersebut, dalam “Lawaqihul Anwaar
al-Qudsiyah fi Ma’rifati Qawa’idus Shufiyah”.
1.
7. Tahapan-tahapan Tarekat
Empat Tingkatan Spiritual
Bagan yang menggambarkan kedudukan tarekat dalam empat
tingkatan spiritual (syari’ah, tariqah,haqiqah, dan ma’rifah yang
dianggap tidak terlihat)
Kaum sufi berpendapat bahwa terdapat empat tingkatan
spiritual umum dalam Islam, yaitu syari’at,tariqah, haqiqah, dan tingkatan keempat ma’rifat yang
merupakan tingkatan yang ‘tak terlihat’. Tingkatan keempat dianggap merupakan
inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari seluruh tingkatan kedalaman
spiritual beragama tersebut.
Dari pengertian diatas, maka Tarekat itu dapat dilihat
dari dua sisi; yaitu amaliyah dan perkumpulan(organisasi).
Sisi amaliyah merupakan latihan kejiwaan (kerohanian); baik yang dilakukan oleh
seorang, maupun secara bersama- sama, dengan melalui aturan-aturan tertentu
untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqaamaat” dan
“Al-Akhwaal”, meskipun kedua istilah ini ada segi perbedaannya. Latihan
kerohanian itu, sering juga disebut “Suluk”, maka pengertian Tarekat dan Suluk
adalah sama, bila dilihat dari sisi amalannya (prakteknya). Tetapi kalau
dilihat dari sisi organisasinya (perkumpulannya), tentu saja pengertian Tarekat
dan Suluk tidak sama
Kembali kepada
masalah Al-Maqaamaat dan Al-Akhwaal, yang dapat dibedakan dari dua segi:
a) Tingkat
kerohanian yang disebut maqam hanya dapat diperoleh dengan cara pengamalan
ajaran Tasawuf yang sungguh-sungguh. Sedangkan ahwaal, di samping dapat
diperoleh manusia yang mengamalkannya, dapat juga diperoleh manusia hanya
karena anugrah semata-mata dari Tuhan, meskipun ia tidak pernah mengamalkan
ajaran Tasawuf secara sungguh-sungguh.
b) Tingkatan
kerohanian yang disebut maqam sifatnya langgeng atau bertahan lama, sedangkan
ahwaal sifatnya sementara; sering ada pada diri manusia, dan sering pula
hilang. Meskipun ada pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan bahwa maqam dan
ahwaal sama pengertiannya, namun penulis mengikuti pendapat yang membedakannya
beserta alasan-alasannya.
Tentang jumlah
tingkatan maqam dan ahwaal, tidak disepakati oleh Ulama Tasawuf.
Abu Nashr As-Sarraaj mengatakan bahwa tingkatan maqam ada tujuh, sedangkan
tingkatan ahwaal ada sepuluh. Adapun tingkatan maqam menurut Abu Nashr
As-Sarraj, dapat disebutkan sebagai berikut:
1.
Tingkatan Taubat (At-Taubah); T
a) Tingkatan
pemeliharaan diri dari perbuatan yang haram dan yang makruh, serta yang syubhat
(Al-Wara’);
b) Tingkatan
meninggalkan kesenangan dunia (As-Zuhdu).
c) Tingkatan
memfakirkan diri (Al-Faqru).
d) Tingkatan Sabar
(Ash-Shabru).
e) Tingkatan
Tawakkal (At-Tawakkul).
f) Tingkatan
kerelaaan (Ar-Ridhaa).
1.
Mengenai tingkatan hal (al-ahwaal)
menurut Abu Nash As Sarraj, dapat dikemukakan sebagai berikut;
a)
Tingkatan Pengawasan diri (Al-Muraaqabah)
b) Tingkatan
kedekatan/kehampiran diri (Al-Qurbu)
c) Tingkatan
cinta (Al-Mahabbah)
d) Tingkatan
takut (Al-Khauf)
e)
Tingkatan harapan (Ar-Rajaa)
f)
Tingkatan kerinduan (Asy-Syauuq)
g) Tingkatan
kejinakan atau senang mendekat kepada perintah Allah (Al-Unsu).
h) Tingkatan
ketengan jiwa (Al-Itmi’naan)
i)
Tingkatan Perenungan (Al-Musyaahaah)
j)
Tingkatan kepastian (Al-Yaqiin).
1.
B. TAREKAT QODIRIYAH DAN AJARANNAYA
1.
1. Tokoh Pendiri Tarekat Qodiriyah Dan Perkembanganya
Tarekat Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang
didirikan oleh Syeikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS.
Tarekat Qodiriyah berkembang dan berpusat di Iraq dan Syriakemudian
diikuti oleh jutaan umat
muslim yang tersebar
di Yaman, Suriah, Turki, Mesir, India, Kamerun,Kongo,Mauritania &
Tanzania,& wilayah Asia tengah,serta di tempat2 la,. Di indonesia,tradisi
tarekat ini jg masih melekat di masyarakat kita.Syekh Abdul Qadir al-jailani
merupakan tokoh yg sgt masyhur.Namanya selalu disebut dlm tradisi Tawasul
acara2 keagamaan. Tarekat ini sudah berkembang sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad
ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Tarekat Qodiryah didirikan oleh Syeikh Abdul
Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad
Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di Nif, distrik Gilan,
sebelah selatan Laut Kaspia.tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561
H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada
tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah
Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya
Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, dia tetap belajar sampai mendapat ijazah dari
gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang
sama itu sampai mendapatkan ijazah.
Pada tahun 521
H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai
dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan
waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh
dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah
dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561
H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593
H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpinan
anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai
hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.
Sejak itu tarekat
Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh
jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun
meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia
pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w
1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki oleh Ismail Rumi
(w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah,
tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Syaikh Muhyidin
Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS, ini adalah urutan ke 17
dari rantai mata emas mursyid tarekat. Garis Salsilah tarekat Qodiriyah ini
berasal dari Sayidina Muhammad Rasulullah SAW, kemudian turun temurun berlanjut
melalui Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, Sayidina Al-Imam Abu Abdullah Al-Husein
ra, Sayidina Al-Imam Ali Zainal Abidin ra, Sayidina Muhammad Baqir ra, Sayidina
Al-Imam Ja’far As Shodiq ra, Syaikh Al-Imam Musa Al Kazhim, Syaikh Al-Imam Abul
Hasan Ali bin Musa Al Rido, Syaikh Ma’ruf Al-Karkhi, Syaikh Abul Hasan Sarri
As-Saqoti, Syaikh Al-Imam Abul Qosim Al Junaidi Al-Baghdadi, Syaikh Abu Bakar
As-Syibli, Syaikh Abul Fadli Abdul Wahid At-Tamimi, Syaikh Abul Faraj
Altartusi, Syaikh Abul Hasan Ali Al-Hakkari, Syaikh Abu Sa’id Mubarok Al
Makhhzymi, Syaikh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Al-Jaelani Al-Baghdadi QS.
Tarekat Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid
sudah mencapai derajat syeikh, maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk
terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi tarekat
yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir
Jaelani sendiri, “Bahwa murid yang sudah
mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk
seterusnya.”
Mungkin karena keluwesannya tersebut, sehingga terdapat
puluhan tarekat yang masuk dalam kategori Qodiriyah di dunia Islam.
Seperti Banawa yang berkembang pada abad ke-19, Ghawtsiyah (1517),Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), dan lain-lain, semuanya berasal
dari India. Di Turki terdapattarekat
Hindiyah, Khulusiyah,dal
lain-lain. Dan di Yaman ada tarekat
Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah.
Sedangkan di Afrika diantaranya terdapat tarekat
Ammariyah, Tarekat
Bakka’iyah, dan lain sebagainya.
Di
Indonesia, pencabangan tarekat Qodiriyah ini secara khusus oleh Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan tarekat
Naqsyabandiyah menjadi tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah. Kemudian garis salsilahnya yang salah
satunya melalui Syaikh Abdul Kaim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh
Indonesia.
Syaikh Abdul Karim Tanara Al-Bantani ini berasal dari Banten dan
merupakan ulama Indonesia pertama yang menjadi Imam Masjidil Haram. Selanjutnya
jalur salsilahnya berlanjut ke Syaikh Abdullah Mubarok Cibuntu atau lazim
dikenal sebagai Syaikh Abdul Khoir Cibuntu Banten. Terus berlanjut ke Syaikh Nur Annaum Suryadipraja bin Haji Agus Tajudin yang berkedudukan di Pabuaran
Bogor. Selanjutnya garis salsilah ini saat ini berlanjut ke Syaikh
Al Waasi Achmad Syaechudin.
Syaikh Al Waasi Achmad Syaechudin selain mempunyai sanad dari tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah juga
khirkoh dari tarekat Naqsyabandiyah dari garis salsilah Syaikh
Jalaludin. Ia sampai dengan hari ini meneruskan tradisi tarekat
Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah dengan
kholaqoh dzikirnya yang bertempat di Bogor Baru kotamadya Bogor propinsi Jawa Barat.
‘Jalan’ ini
diadakan oleh para pengikut Abdul Qadir dari Gilan dan menggunakan terminologi
sangat sederhana yang kemudian hari digunakan oleh orang-orang Rosicrucia di
Eropa. Semua kaum darwis menggunakan bunga mawar (ward) sebagai suatu lencana
dan simbol dari persamaan bunyi (rima) dari kata wird (latihan
konsentrasi-mengingat Allah).
Abdul Qadir,
pendiri tarekat Qadiriyah, termasuk dalam suatu peristiwa yang memberinya
julukan Mawar dari Baghdad. Hal itu dikaitkan bahwa Baghdad telah demikian
penuh dengan para guru kebatinan (mistik), ketika Abdul Qadir tiba di kota,
maka diputuskan untuk mengiriminya sebuah pesan. Kaum mistik oleh karena itu
mengirimkan kepadanya, di pinggiran kota, sebuah bejana yang diisi penuh dengan
air. Maksudnya sudah jelas: “Cawan Baghdad sudah penuh”. Meski musim kemarau
dan di luar musim, Abdul Qadir telah menghasilkan bunga mawar yang berkembang
penuh, yang dia letakkan di atas air dalam bejana tersebut, menunjukkan
kekuatannya yang luar biasa dan juga bahwa masih ada tempat bagi dirinya.
Ketika tanda-tanda ini telah dibawa kepada mereka,
kumpulan kaum kebatinan tersebut berteriak, “Abdul Qadir adalah mawar kami,”
dan mereka pun cepat-cepat mengantarkannya ke kota.
1.
2. Ajaran Tarekat Qodiriyah
Adapun pengertian
Tareqat Qodiriyah ialah : seperti yang telah dikatakan oleh
Prof.Dr.Hamka,”tharekat-tharekat itu berdiri sendiri, dibawah pimpinan syekh
dan memakai nama dibangsakan kepada syekh-syekhnya itu. Yang sangat terkenal
ialah tareqat Qodiriyah yang didirikan dan dibangsakan kepada sayyid Abdul
Qodir Jailani di negeri Baghdad.”.
Menurut Huston
Smith dalam The Concise Encyclopedia of Islam, bahwa Syekh Abdul Qodir Jailani
adalah peletak dasar-dasar tareqat Qodiriyah.tariat ini adalah yang pertama
lahir dengan memiliki bentuk dan karakteristik tersendiri.Menurut keterangan
lain bahwa tareqat ini lahir setelah wafatnya Syekh Abdul Qodir Jailani dan
dibangun oleh orang-orang yang menganut dan meneruskan ajarannya. Dengan kata
lain dia tidak mendirikan tareqat Qodiriyah.
Tareqat Qodiriyah
bermula dari ribath dan madrasah Syekh Abdul Qodir Jailani, tempat dia
menyampaikan ajaran-ajaran tasawufnya. Dia memimpin tempat tersebut sejak tahun
521 H hingga wafatnya tahun 561 H .setelah itu ribath diteruskan
kepemimpinannya oleh anak-anaknya kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya
dengan zawiyah sebagai pusat kegiatannya, yaitu suatu tempat dimana para sufi
melatih diri dalam bertasawuf.Dari zawiyah inilah tareqat Qodiriyah mengalami
perkembangan pesat.
Ditempat tersebut
para murid mendapatkan ajaran dan pembinaan ruhani yang sesuai dengan
ajarannya, bagi murid yang sudah tamat akan diberikan ijazah yang berupa
Khirqah dengan melakukan janji untuk meneruskan ajarannya yang telah didapat.
Bagi Syekh Abdul Qodir Jailani sendiri tentang perolehan khirqah tidak terlalu
penting, pembentukan jiwa sufi lebih utama dan dianggap cukup.
Murid-muridnya
banyak memegan peran penting dalam penyebaran ajaran tasawufnya.ada beberapa
nama muridnya yang diketahui menyebarkan ajaranya yaitu : Muhammad ibn Abd
al-Samad di Mesir, Muhammad al-Bata’ihi dan Taqiy al-Dina al-Yunini di Suriah,
dan Ali al-Hadad di Yaman. Pada abad ke-15,tarekat ini masuk dan berkembang di
anak benua India.
Perkembangan yang
sama terjadi di Afrika Utara.Pada tahun 1550 M, tarekat ini tersebar di Afrika
Timur.Pada abad ke-17, tarekat ini mulai masuk ke Turki.Penyebar didaerah ini
bernama Ismail Rumi (wafat 1631 atau 1643 M), dia kira-kira mendirikan 40 pusat
tarekat di Istambul dan sekitarnya. Tareqat Qodiriyah tersebar di Asia Kecil
dan Eropa Timur, setelah beberapa desawarsa kemudian di Indonesia tareqat ini
adalah yang pertamakali masuk menurut sumber-sumber yang ada di Indonesia.Orang
yang pertama menganut tarekat Qodiriyah dari Indosesia ialah Hamzah Fansuri
(wafat sekitar 1590 M) dia masuk tarekat Qodiriyah antara Baghdad dan Syahr-I
Naw (Ayuthia, ibukota Muangrtai). Hamzah memperoleh ilmu Syekh Abdul Qodir
Jailani melalui jalan ruhani.setelah Hamzah Fansuri tarekat ini berkembang di
Aceh.Syekh Yusuf Makasari adalah orang yang masuk tarekat didaerah tersebut.
Tarekat Qodiriyah di Aceh berhubungan dengan tarekat yang lahir di India
(Gujarat)tarekat di Indonesia juga mendapat pengaruh dari Yaman.
Di Indonesia
tarekat Qodiriyah bergabung dengan tarekat Naksabandiyah. Pengabungan kedua
tarekat ini dilakukan oleh tokoh asal Indonesia, Ahmad Khatib ibn Abd
Al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad
ke-19 berasal dari Kalimantan barat, akan tetapi meninggal di Mekkah tahun 1878
M.
Diantara murid-murid Ahmad Khatib ialah: Abd Al-Karim dari Banten, sebagai orang yang menyebarkan dan mempopulerkan tarekat Qodiriyah-Naqsabandiyah didaerah ini dan Syekh Tolhah dari Cirebon yang mempunyai murid bernama Abdullah Mubarak.mengenai murid syekh Tholhah yang dikenal sebagai pendiri Pesantren Suryalaya ini, penulis buku tarekat Naqsabandiyah di Indonesia.Martin Van Bruinessen mengatakan:
Diantara murid-murid Ahmad Khatib ialah: Abd Al-Karim dari Banten, sebagai orang yang menyebarkan dan mempopulerkan tarekat Qodiriyah-Naqsabandiyah didaerah ini dan Syekh Tolhah dari Cirebon yang mempunyai murid bernama Abdullah Mubarak.mengenai murid syekh Tholhah yang dikenal sebagai pendiri Pesantren Suryalaya ini, penulis buku tarekat Naqsabandiyah di Indonesia.Martin Van Bruinessen mengatakan:
“ Khalifah dari
Kiyai Tolhah Cirebon yang paling penting ialah Abdallah Mubarak, belakang
dikenal sebagai Abah sepuh.Abdallah melakukan baiat ulang dengan Abd Karim
Banten di Mekkah, dan pada tahun 1905M mendirikan pesantren Suryalaya di
Pangerageung, dekat Tasikmalaya ( Jawa Barat ).Dibawah pimpinan putranya dan
penerusnya Abah Anom (atau lebih gagah ,K.H.A. Shahibilwafa Tadjul Arifin)
pesantren ini menjadi lebih terkenal secara nasional karena pengobatan yang
dilakukan terhadap para korban Narkotika, penderita gangguan kejiwaan dan
macam-macam penyakit lainya dengan mengamalkan dzikir tarekatnya. Abah Anom
banyak mendapatkan patronase dari para pejabat tinggi dari Golkar yang telah
dimasukinya hamper sejak permulaan berdirinya organisasi tersebut. Khalifahnya
ada diseluruh jawa di Singapura di Sumatra Timur, Kalimantan Barat dan Lombok.
Zikir kepada
Allah dengan mengucap Laailaaha illallah , adalah amalan utama di Pondok
Pesantren Suryalaya sejak masa Abah Sepuh hingga Abah Anom.zikir tersebut
diamalkan setelah shalat wajib sebanyak 165 kali atau lebih.diluar shalat wajib
,zikir tersebut tidak dilarang untuk diamalkan,bahkan dianjurkan.zikir ini
dinamakan zikir Jahar, yakni zikir yang diucapkan dengan suara keras.zikir yang
lain yaitu Zikir Khafi, yaitu zikir yang dibaca dalam hati.ini juga menjadi
amalan pokok sebagai realisasi tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah.
Zikir pokok
tarekat Qadiriyah yaitu membaca Istighfar paling sedikit dua kali atau duapuluh
kali dengan lafadz Astaghfir Allah al-ghafur al-Rahim. Kemudian membaca
shalawat sebanyak itu pula dengan lafadsz Allahuma shali’ala sayyidina Muhammad
wa’ala alihi wa shahbihi wa sallim. Setelah itu membaca La ilaha illallah
seratus enampuluh kali setelah selesai shalat fardhu. Pengucapan lafadz Lailaha
illallah memiliki cara tersendiri, yaitu kata la dibaca sambil dibayangkan dari
pikiran ditarik dari pusat hingga otak, kemudian kata ilaha dibaca sambil
menggerakkan kepala kesebelah kanan, lalu kata illallah dibaca dengan keras
sambil dipukulkan kedalam sanubari, yaitu kebagian sebelah kiri. Setelah
selesai melakukan zikir itu lalu membaca Sayyidina Muhammad Rasul Allah
Shalallah ‘alaihi wa sallam.lalu membaca shalawat Allahuma shalli’ala sayyidina
Muhammad shalatan Tunjina biha min jami al-ahwal wa al-afat hingga
akhirnya.kemudian membaca surat Al-Fatihah ditujukan kepada Rasulullah SAW dan
kepada seluruh Syekh-syekh tarekat Qadiriyah serta para pengikutnya juga
seluruh oragn islam baik yang masih hidup maupun yang sudah mati.
Sebelum dan
ketika melakukan zikir tersebut seorang murid membayangkan wajah guru(mursyid)
didepanya dan limpahan karunia Allah kepada Nabi dan Syekh.
Bagi setiap orang yang menganut tarekat Qadiriyah harus berpegang kepada akidah para sahabat, tabi’in dan tabi;it tabi;in yaitu yang disebut akidah al-salaf al-salih. Berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW, agar dalam menjalani tarekat tidak tersesat. Bagi pemula (mubtadi, agar memiliki sifat bersih hati, jernih muka, suka memberi kebajikan, menghapus kejahatan, sabar dalam kekafiran, menjaga kehormatan syekh, bergaul baik sesame ikhwan, memberi nasihat kepada orang kecil dan orang besar, menjauhi permusuhan dan berkorban dalam masalah agama dan dunia.
Bagi setiap orang yang menganut tarekat Qadiriyah harus berpegang kepada akidah para sahabat, tabi’in dan tabi;it tabi;in yaitu yang disebut akidah al-salaf al-salih. Berpedoman kepada Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW, agar dalam menjalani tarekat tidak tersesat. Bagi pemula (mubtadi, agar memiliki sifat bersih hati, jernih muka, suka memberi kebajikan, menghapus kejahatan, sabar dalam kekafiran, menjaga kehormatan syekh, bergaul baik sesame ikhwan, memberi nasihat kepada orang kecil dan orang besar, menjauhi permusuhan dan berkorban dalam masalah agama dan dunia.
Selain
persyaratan tersebut diatas,setiap orang yang hendak mengikuti tarekat
Qadiriyah harus menjalani dua tahapan.
Pertama , yaitu tahap permulaan yang terdiri dari :
1.Mengikuti dan menerima bay’at guru sebagai pertemuan pertama antara guru dan murid.
2.Penyampaian wasiat oleh guru kepada Murid.
3.Pernyataan guru membay’at muridnya diterima menjadi murid dengan lafadz tertentu.
4.Pembacaan do’a oleh guru yang terdiri dari do’a umum dan do’a khusus.
5.Pemberian minum oleh guru kepada murid sambil dibacakan beberapa ayat Al-Quran.
Setelah pemberian minum tersebut ,maka selesailah tahap permulaan.dan dengan demikian maka resmilah seorang murid menjadi pengikut tarekat Qadiriyah.
Pertama , yaitu tahap permulaan yang terdiri dari :
1.Mengikuti dan menerima bay’at guru sebagai pertemuan pertama antara guru dan murid.
2.Penyampaian wasiat oleh guru kepada Murid.
3.Pernyataan guru membay’at muridnya diterima menjadi murid dengan lafadz tertentu.
4.Pembacaan do’a oleh guru yang terdiri dari do’a umum dan do’a khusus.
5.Pemberian minum oleh guru kepada murid sambil dibacakan beberapa ayat Al-Quran.
Setelah pemberian minum tersebut ,maka selesailah tahap permulaan.dan dengan demikian maka resmilah seorang murid menjadi pengikut tarekat Qadiriyah.
Kedua, tahap
perjalanan, maksudnya ialah tahap murid menuju Allah melaluyi bimbingan guru.
Murid harus melalui tahap dalam waktu yang bertahun-tahun sebelum ia memperoleh
karunia Allah yang dilimpahkan kepadanya.selama perjalanan itu,murid masih
menerima ilmu hakikat dari gurunya.selain itu dia dituntut untuk berbakti
kepadanya, dan menjauhi larangannya.murid harus terus berjuang untuk melawan
nafsunya dan melatih diri (mujahadah dan Riyadhah ).
Apabila murid
telah berhasil melalui tahapan tersebut, maka guru memberikan ijazah dan
memberikan talqin tauhid kepada muridnya, dengan telah diterima ijazahnya maka
murid menyandang gelar guru atau syekh dalam tarekat Qadiriyah. Seorang murid
yang telah menjadi syekh sudah tidak terikat lagi dengan gurunya, akan tetapi
dia masih boleh untuk mengikutinya. Dan berdasarkan petuah Syekh Abdul Qodir
Jailani bahwa murid yang telah menjadi syekh boleh mandiri dan yang menjadi
walinya adalah Allah.
Mengenai corak
tarekat Qodiriyah ,Syekh Ali ibn al-Haiti ra. Memberikan komentar,”Tarekat
adalah tauhid semata dan pentauhidan diri serta menghadirkannya dalam segala
sikap ubudiyah dengan melepaskan dari segala sesuatu dan untuk sesuatu”. Selain
itu syekh Abdi ibn Musafir ra. Juga memberikan komentar ”Tarekatnya adalah
kepasrahan kepada alur-alur takdir dengan keselarasan hati dan ruh, pernyataan
lahir dan batin, dan pembersihan jiwa dari sifat-sifat kedirian(nafs) serta
mengasingkannya dari memandang manfaat, mudharat, kedekatan dan rasa jauh”.
Adapun pokok-pokok ajaran Tarekat Qadiriyah yaitu ada lima macam, pertama Tinggi cita-cita, Kedua Memelihara kehormatan Ketiga Memelihara nikmat, Keempat Melaksanakan maksud dan Kelima Mengagungkan nikmat.
Adapun pokok-pokok ajaran Tarekat Qadiriyah yaitu ada lima macam, pertama Tinggi cita-cita, Kedua Memelihara kehormatan Ketiga Memelihara nikmat, Keempat Melaksanakan maksud dan Kelima Mengagungkan nikmat.
Tumbuhnya tarekat
dalam Islam sesungguhnya bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri,
yaitu sejak Nabi Muhammad saw diutus menjadi Rasul. Fakta sejarah menunjukkan
bahwa pribadi Nabi Muhammad saw sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang
kali melakukan tahannust dan khalwat di Gua Hira’ di samping untuk mengasingkan
diri dari masyarakat Makkah yang sedang mabuk mengikuti hawa nafsu keduniaan.
Tahhanust dan Khalwat nabi adalah untuk mencari ketenangan jiwa dan kebersihan
hati dalam menempuh problematika dunia yang kompleks tersebut.
Proses khalwat
nabi yang kemudian disebut tarekat tersebut sekaligus diajarkannya kepada
Sayyidina Ali ra. sebagai cucunya. Dan dari situlah kemudian Ali mengajarkan
kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya sampai kepada Syeikh Abdul Qodir
Jaelani, sehingga tarekatnya dinamai Qodiriyah. Sebagaimana dalam silsilah
tarekat Qadiriyah yang merujuk pada Ali dan Abdul Qadir Jaelani dan seterusnya
adalah dari Nabi Muhammad saw, dari Malaikat Jibril dan dari Allah Swt.
Tarekat Qodiryah
didirikan oleh Syeikh Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama
lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost
al-Jaelani. Lahir di di Jilan tahun 470 H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561
H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada
tahun 488 H/1095 M. Karena tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah
Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan saudaranya
Abu Hamid al-Ghazali. Tapi, dia tetap belajar sampai mendapat ijazah dari
gurunya yang bernama Abu Yusuf al-Hamadany (440-535 H/1048-1140 M) di kota yang
sama itu sampai mendapatkan ijazah.
Pada tahun 521
H/1127 M, dia mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai
dikenal masyarakat luas. Selama 25 tahun Abdul Qadir Jaelani menghabiskan
waktunya sebagai pengembara sufi di Padang Pasir Iraq dan akhirnya dikenal oleh
dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu dia memimpin madrasah
dan ribath di Baggdad yang didirikan sejak 521 H sampai wafatnya di tahun 561
H. Madrasah itu tetap bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593
H/1151-1196 M), diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpinan
anak kedua Abdul Qadir Jaelani, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai
hancurnya Bagdad pada tahun 656 H/1258 M.
Sejak itu tarekat
Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti oleh
jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Namun
meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal di dunia
pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad Ghawsh (w
1517 M) juga mengaku keturunan Abdul Qodir Jaelani. Di Turki oleh Ismail Rumi
(w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan di Makkah,
tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M.
Tarekat Qodiriyah
ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syeikh, maka murid
tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti tarekat gurunya. Bahkan
dia berhak melakukan modifikasi tarekat yang lain ke dalam tarekatnya. Hal itu
seperti tampak pada ungkapan Abdul Qadir Jaelani sendiri,”Bahwa murid yang
sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri sebagai syeikh dan
Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.”
Mungkin karena
keluwesannya tersebut, sehingga terdapat puluhan tarekat yang masuk dalam
kategori Qidiriyah di dunia Islam. Seperti Banawa yang berkembang pada abad
ke-19, Ghawtsiyah (1517), Junaidiyah (1515 M), Kamaliyah (1584 M), Miyan Khei
(1550 M), Qumaishiyah (1584), Hayat al-Mir, semuanya di India. Di Turki
terdapat tarekat Hindiyah, Khulusiyah, Nawshahi, Rumiyah (1631 M), Nabulsiyah,
Waslatiyyah. Dan di Yaman ada tarekat Ahdaliyah, Asadiyah, Mushariyyah,
‘Urabiyyah, Yafi’iyah (718-768 H/1316 M) dan Zayla’iyah. Sedangkan di Afrika terdapat
tarekat Ammariyah, Bakka’iyah, Bu’ Aliyya, Manzaliyah dan tarekat Jilala, nama
yang biasa diberikan masyarakat Maroko kepada Abdul Qodir Jilani. Jilala
dimasukkan dari Maroko ke Spanyol dan diduga setelah keturunannya pindah dari
Granada, sebelum kota itu jatuh ke tangan Kristen pada tahun 1492 M dan makam
mereka disebut “Syurafa Jilala”.
Dari ketauladanan
nabi dan sabahat Ali ra dalam mendekatkan diri kepada Allah swt tersebut, yang
kemudian disebut tarekat, maka tarekat Qodiriyah menurut ulama sufi juga
memiliki tujuan yang sama. Yaitu untuk mendekat dan mendapat ridho dari Allah
swt. Oleh sebab itu dengan tarekat manusia harus mengetahui hal-ikhwal jiwa dan
sifat-sifatnya yang baik dan terpuji untuk kemudian diamalkan, maupun yang
tercela yang harus ditinggalkannya.
Misalnya dengan
mengucapkan kalimat tauhid, dzikir “Laa ilaha Illa Allah” dengan suara nyaring,
keras (dhahir) yang disebut (nafi istbat) adalah contoh ucapan dzikir dari
Syiekh Abdul Qadir Jaelani dari Sayidina Ali bin Abi Thalib ra, hingga disebut
tarekat Qodiriyah. Selain itu dalam setiap selesai melaksanakan shalat lima
waktu (Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya’ dan Subuh), diwajibkan membaca istighfar
tiga kali atau lebih , lalu membaca salawat tiga kali, Laailaha illa Allah 165
(seratus enam puluh lima) kali. Sedangkan di luar shalat agar berdzikir
semampunya.
Dalam mengucapkan
lafadz Laa pada kalimat “Laa Ilaha Illa Allah” kita harus konsentrasi dengan
menarik nafas dari perut sampai ke otak. Kemudian disusul dengan bacaan Ilaha
dari arah kanan dan diteruskan dengan membaca Illa Allah ke arah kiri dengan
penuh konsentrasi, menghayati dan merenungi arti yang sedalam-dalamnya, dan
hanya Allah swt-lah tempat manusia kembali. Sehingga akan menjadikan diri dan
jiwanya tentram dan terhindar dari sifat dan perilaku yang tercela.
Menurut ulama
sufi (al-Futuhat al-Rubbaniyah), melalui tarekat mu’tabarah tersebut, setiap
muslim dalam mengamalkannya akan memiliki keistimewaan, kelebihan dan karomah
masing-masing. Ada yang terkenal sebagai ahli ilmu agama seperti sahabat Umar
bin Khattab, ahli syiddatil haya’ sahabat Usman bin Affan, ahli jihad
fisabilillah sahabat Hamzah dan Khalid bin Walid, ahli falak Zaid al-Farisi,
ahli syiir Hasan bin Tsabit, ahli lagu Alquran sahabat Abdillah bin Mas’ud dan
Ubay bin Ka’ab, ahli hadis Abi Hurairah, ahli adzan sahabat Bilal dan Ibni Ummi
Maktum, ahli mencatat wahyu dari Nabi Muhammad saw adalah sahabat Zaid bin
Tsabit, ahli zuhud Abi Dzarr, ahli fiqh Mu’ad bin Jabal, ahli politik
peperangan sahabat Salman al-Farisi, ahli berdagang adalah Abdurrahman bin A’uf
dan sebagainya.
Bai’at
Untuk mengamalkan
tarekat tersebut melalui tahapan-tahan seperti
Pertama, adanya pertemuan guru (syeikh) dan murid, murid mengerjakan
salat dua rakaat (sunnah muthalaq) lebih dahulu, diteruskan dengan membaca
surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad saw. Kemudian murid
duduk bersila di depan guru dan mengucapkan istighfar, lalu guru mengajarkan
lafadz Laailaha Illa Allah, dan guru mengucapkan “infahna binafhihi minka” dan
dilanjutkan dengan ayat mubaya’ah (QS Al-Fath 10). Kemudian guru mendengarkan
kalimat tauhid (Laa Ilaha Illallah) sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid
tersebut benar dan itu dianggap selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiat
sebagai murid, berdoa dan minum.
Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini memerlukan proses panjang
dan bertahun-tahun. Karena murid akan menerima hakikat pengajaran, ia harus
selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya, menjauhi segala larangannya,
berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih dirinya (mujahadah-riyadhah)
hingga memperoleh dari Allah seperti yang diberikan pada para nabi dan wali.
Tarekat
(thariqah) secara harfiah berarti “jalan” sama seperti syariah, sabil, shirath
dan manhaj. Yaitu jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan
mentaati ajaran-ajaran-Nya. Semua perkataan yang berarti jalan itu terdapat
dalam Alquran, seperti QS Al-Jin:16,
Èq©9r&ur
(#qßJ»s)tFó™$# ’n?tã
Ïps)ƒÌ©Ü9$# Nßg»oYø‹s)ó™V{ ¹ä!$¨B $]%y‰xî ÇÊÏÈ
Artinya :” Kalau
saja mereka berjalan dengan teguh di atas thariqah, maka Kami (Allah) pasti
akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah ruah”. (QS.
Al Jin : 16)
Istilah thariqah
dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik perkataan itu,
semua yang terjadi pada syariah untuk ilmu hukum Islam. Setiap ajaran
esoterik/bathini mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat untuk
orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut hal-hal
yang bersifat “rahasia” yang bobot kerohaniannya berat, sehingga membuatnya
sukar dimengerti. Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus melalui guru
(mursyid) dengan bai’at dan guru yang mengajarkannya harus mendapat ijazah,
talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya. Seperti terlihat pada
silsilah ulama sufi dari Rasulullah saw, sahabat, ulama sufi di dunia Islam
sampai ke ulama sufi di Indonesia.
Qodiriyah
di Indonesia
Seperti halnya
tarekat di Timur Tengah. Sejarah tarekat Qodiriyah di Indonesia juga berasal
dari Makkah al-Musyarrafah. Tarekat Qodiriyah menyebar ke Indonesia pada abad
ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan Bogor Jawa
Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah, Rejoso Jombang
Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syeikh Abdul Karim dari
Banten adalah murid kesayangan Syeikh Khatib Sambas yang bermukim di Makkah,
merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran tarekat Qodiriyah. Murid-murid
Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura setelah pulang ke Indonesia menjadi
penyebar Tarekat Qodiriyah tersebut.
Tarekat ini
mengalami perkembangan pesat pada abad ke-19, terutama ketika menghadapi
penjajahan Belanda. Sebagaimana diakui oleh Annemerie Schimmel dalam bukunya
“Mystical Dimensions of Islam” hal.236 yang menyebutkan bahwa tarekat bisa
digalang untuk menyusun kekuatan untuk menandingi kekuatan lain. Juga di
Indonesia, pada Juli 1888, wilayah Anyer di Banten Jawa Barat dilanda
pemberontakan. Pemberontakan petani yang seringkali disertai harapan yang
mesianistik, memang sudah biasa terjadi di Jawa, terutama dalam abad ke-19 dan
Banten merupakan salah satu daerah yang sering berontak.
Tapi,
pemberontakan kali ini benar-benar mengguncang Belanda, karena pemberontakan
itu dipimpin oleh para ulama dan kiai. Dari hasil penyelidikan (Belanda, Martin
van Bruneissen) menunjukkan mereka itu pengikut tarekat Qodiriyah, Syeikh Abdul
Karim bersama khalifahnya yaitu KH Marzuki, adalah pemimpin pemberontakan
tersebut hingga Belanda kewalahan. Pada tahun 1891 pemberontakan yang sama
terjadi di Praya, Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan pada tahun 1903
KH Khasan Mukmin dari Sidoarjo Jatim serta KH Khasan Tafsir dari Krapyak
Yogyakarta, juga melakukan pemberontakan yang sama.
Sementara itu
organisasi agama yang tidak bisa dilepaskan dari tarekat Qodiriyah adalah
organisasi tebrbesar Islam Nahdlaltul Ulama (NU) yang berdiri di Surabaya pada
tahun 1926. Bahkan tarekat yang dikenal sebagai Qadariyah Naqsabandiyah sudah
menjadi organisasi resmi di Indonesia.
Juga pada
organisasi Islam Al-Washliyah dan lain-lainnya. Dalam kitab Miftahus Shudur
yang ditulis KH Ahmad Shohibulwafa Tadjul Arifin (Mbah Anom) di Pimpinan
Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya Jabar dalam silsilah tarekatnya menempati
urutan ke-37, sampai merujuk pada Nabi Muhammad saw, Sayyidina Ali ra, Abdul
Qadir Jilani dan Syeikh Khatib Sambas ke-34.
Sama halnya
dengan silsilah tarekat almrhum KH Mustain Romli, Pengasuh Pesantren Rejoso
Jombang Jatim, yang menduduki urutan ke-41 dan Khatib Sambas ke-35. Bahwa
beliau mendapat talqin dan baiat dari KH Moh Kholil Rejoso Jombang, KH Moh
Kholil dari Syeikh Khatib Sambas ibn Abdul Ghaffar yang alim dan arifillah
(telah mempunyai ma’rifat kepada Allah) yang berdiam di Makkah di Kampung Suqul
Lail.
Silsilahnya.
1. M Mustain
Romli, 2, Usman Ishaq, 3. Moh Romli Tamim, 4. Moh Kholil, 5. Ahmad Hasbullah
ibn Muhammad Madura, 6. Abdul Karim, 7. Ahmad Khotib Sambas ibn Abdul Gaffar,
8. Syamsuddin, 9. Moh. Murod, 10. Abdul Fattah, 11. Kamaluddin, 12. Usman, 13.
Abdurrahim, 14. Abu Bakar, 15. Yahya, 16. Hisyamuddin, 17. Waliyuddin, 18.
Nuruddin, 19. Zainuddin, 20. Syarafuddin, 21. Syamsuddin, 22. Moh Hattak, 23.
Syeikh Abdul Qadir Jilani, 24. Ibu Said Al-Mubarak Al-Mahzumi, 25. Abu Hasan
Ali al-Hakkari, 26. Abul Faraj al-Thusi, 27. Abdul Wahid al-Tamimi, 28. Abu
Bakar Dulafi al-Syibli, 29. Abul Qasim al-Junaid al-Bagdadi, 30. Sari
al-Saqathi, 31. Ma’ruf al-Karkhi, 32. Abul Hasan Ali ibn Musa al-Ridho, 33.
Musa al-Kadzim, 34. Ja’far Shodiq, 35. Muhammad al-Baqir, 36. Imam Zainul
Abidin, 37. Sayyidina Husein, 38. Sayyidina Ali ibn Abi Thalib, 39. Sayyidina
Nabi Muhammad saw, 40. Sayyiduna Jibril dan 41. Allah Swt. Masalah silsilah
tersebut memang berbeda satu sama lain, karena ada yang disebut seecara
keseluruhan dan sebaliknya. Di samping berbeda pula guru di antara para kiai
itu sendiri.
Cara
Mengamalkan Zikir Tarekat Qodiriyah
CONTOH :
Assalamualikum Warahmatullahi Wabaraakatuh Wamaghfirah Kepada
Saudara ikhwan Muslimin dunia dan Akhirat Jika ingin Membaca Amalan yang
Saya tulis Nama, alamat, dan usia dan konfirmasi ke 085885865599 dan Tata
caranya seperti Dibawah ini :
Mandi Taubat dengan Niat Nawaitu Gushla Tobatan sunnatan
Lillahita’ala
Apabila ingin
puasa sebaiknya 3 hari mulai hari Rabu, kamis dan jumat dengan niat Nawaitu saum sunnah lillahita’ala
Sebelum Berzikir
Baca Hadiah kepada:
Bismillahir rahmanir rahiim
NAWAITU HADIAHTAN LILLAHI
TA’ALA
1. Ila
Hadrati Nabiyi Mustofa Sayyidina Muhammadin S.A.W Wa ala Alihi, Wa
ashabihi, wa Dzuriyati wa Ahli Baiti Kirom, Wa ala Jamii’i Anbiyai wa Ulul
Adziim Wal Mursaliin, Wa’khulafatur Rasidin ( Sayyidina Abu Bakar, sayyidina
Umar, Sayyidina Ustman, Sayyidina Ali R.a), Wa Arifin, Wa Shaddiqin, Wa
Syuhada’i , wal Muttaqiin, wa Sholihin…. (Alfatihah) 1 X
2. Wa
Khususon Ila Hadrati Sayyidina Maulana Sultanu Auliayi Ghausi’ lahi
Mahbubillahi Tajul‘Arifin wa Qutbu wasilina Syyaidi Syeckh Muhyidin Abdul qodir
Jaelani Qoddasallahu Sirohul Aziz Mahabbatan Marhabatan Nafa‘ana Bi ‘ulumihim
Wa Asrorihim wabikaromahtihim Nas ‘aluka salamatan wa Barokaahtan wa Ijazatan
wa Ijabatan wa Qobulan Bisafa’atihi rasulullah SAW… (Alfatihah) 1 X
3. Tsumma
Ila Hadrati Jamii’i auliyai lahi ta’ala min masyariqil ardhi wa
magharibiha min Simaliha Wa Ila Junubihim fi Bahriha Aina Makana Fi Ilmillahi
Ta’ala Qoddasallahu sirohul aziz Nafa’ana Bi’ulumihim Wa Asrorihim Wabi
Karomahtihim Nas’Aluka Salamatan Wa barokahtan wa Ijazatan Wa Ijabatan wa
Qobulan Bisafaatihi Rasulullah SAW… (Alfatihah) 1X
4.Tsumma
illa Hadraati Abaa’inna Syyaidina Syaikh Abii Muhammad Abdul Qodir Al-ina Wa jamii’il
Muminin Wal Muminat Wal Muslimin Wal Muslimat Tarekat Qodiriyah Al’Firqoh
An’Najiyah Wa alihii Wa azwajihii Wa auladihii Wa dzurriyatihi….(Al-Fatihah) 3
X
Baca Niat
wirid (zikir) :
Bismillahir
rahmanir rahiim Nawaitu Taqoruban ilallah ta’ala kemudian baru baca zikir
contoh : Baca zikir asma jaljalut
Yang perlu
diperhatikan Zikir di baca setiap selesai setelah sholat 5 waktu semampunya,
dan juga diwaktu malam dan waktu2 yang lain. InsyaAllah apa yang kita kerjakan
semata-mata mencari rahmat, ridho dan Cinta-Nya Allahul adzim.
Penutup
Baca Shalawat, apa saja di sarankan shalawat fatih, Nurildzati atau shalawat
bani hasyim. Wabillahi Taufik Wal hidayah wal inayah wal maghfirah
Zikir asma
jaljalut sbb :
Bismillahir Rahmanir Rahiim
1. Bada’tu
bibismillaahi ruuchi bihihtadat,
Kuawali dengan menyebut Asma Alloh,dengan demikian arwah saya memperoleh petunjuk
Ilaa kasyfi asroori bibaathinihinthowat ¤
Kepada tersingkapnya rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya (Asma Alloh) yang terlempit (tersembunyi/tersimpan)
Kuawali dengan menyebut Asma Alloh,dengan demikian arwah saya memperoleh petunjuk
Ilaa kasyfi asroori bibaathinihinthowat ¤
Kepada tersingkapnya rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya (Asma Alloh) yang terlempit (tersembunyi/tersimpan)
2.
Washollaitu fits tsaanii ‘alaa khoiri kholqihi,
Yang kedua Sholawat atas sebaik-sebaik ciptaanNya
Muchammadin man zaachadh dholaalata walgholat ¤
Muchammad seorang yang menghapus kesesatan dan kesalahan (kotoran hati)
Yang kedua Sholawat atas sebaik-sebaik ciptaanNya
Muchammadin man zaachadh dholaalata walgholat ¤
Muchammad seorang yang menghapus kesesatan dan kesalahan (kotoran hati)
3. Wa
achyii ilaahil qolba mimba’di mautihi,
Yaa Tuhanku hidupkanlah hati dan setelah matinya
Bidzikrika yaa qoyyumu chaqqon taqowwamat ¤
Dengan dzikirMu (mengingatMu) wahai Dzat yang Maha Tegak yang sebenar-sebenarnya (nyata-nyata) tegak
Yaa Tuhanku hidupkanlah hati dan setelah matinya
Bidzikrika yaa qoyyumu chaqqon taqowwamat ¤
Dengan dzikirMu (mengingatMu) wahai Dzat yang Maha Tegak yang sebenar-sebenarnya (nyata-nyata) tegak
4. Wazidnii
yaqiinan tsaabitambika waatsiqoo,
Dan tambahkanlah keyaqinanku tetap dan teguh kepadaMu
Wathohhir bihi qolbii minarrijsi walgholat ¤
Dan bersihkanlah dengannya (dengan dzikir kepadaMu) hatiku dari kotoran dan kesalahan (kotoran hati)
Dan tambahkanlah keyaqinanku tetap dan teguh kepadaMu
Wathohhir bihi qolbii minarrijsi walgholat ¤
Dan bersihkanlah dengannya (dengan dzikir kepadaMu) hatiku dari kotoran dan kesalahan (kotoran hati)
5.Wa ashmim
wa abkim tsumma a’mi ‘aduwwanaa,
Dan jadikan tuli, bisu serta butakan musuh kami
Wa akhrushumu yaa dzal jalaali bichausamat ¤
Dan sekali lagi bisukanlah mereka itu, wahai Tuhan Dzat yang Pencabut nyawa
Dan jadikan tuli, bisu serta butakan musuh kami
Wa akhrushumu yaa dzal jalaali bichausamat ¤
Dan sekali lagi bisukanlah mereka itu, wahai Tuhan Dzat yang Pencabut nyawa
6.Naruddu
bikal a’daa’a minkulli wijhatin,
Dengan asma Mu tolaklah para musuh dari segala penjuru
Wa bil ismi tarmiihiim minal bu’di bisysyatat ¤
Dengan Asma ini Engkau melempar mereka dari kejauhan dengan bercerai berai.
Dengan asma Mu tolaklah para musuh dari segala penjuru
Wa bil ismi tarmiihiim minal bu’di bisysyatat ¤
Dengan Asma ini Engkau melempar mereka dari kejauhan dengan bercerai berai.
7. Sa
altuka bil ismil mu’azdzdomi qodrohu,
Aku memohon dengan Asma yang dihormati (diagungkan) kebesarannya
Biaajin ahuujin jalla jalyuutu jaljalat ¤
Dengan nama Alloh Yang Maha Esa,indah ciptaanNya, Yang Maha Kuasa
Aku memohon dengan Asma yang dihormati (diagungkan) kebesarannya
Biaajin ahuujin jalla jalyuutu jaljalat ¤
Dengan nama Alloh Yang Maha Esa,indah ciptaanNya, Yang Maha Kuasa
8. Fakun
yaa ilaahi kaasyifadhdhurri walbalaa,
Maka adalah Alloh wahai Tuhanku Yang menghilangkan mudhorot (celaka) dan balak
Bihayyin jalaa hammii bihallin bihalhalat ¤
Dengan Dzat Yang Mencukupi jelaslah cita-citaku dengan Dzat Yang Mengasihi dan Dzat Yang Maha Memperlonggar
Maka adalah Alloh wahai Tuhanku Yang menghilangkan mudhorot (celaka) dan balak
Bihayyin jalaa hammii bihallin bihalhalat ¤
Dengan Dzat Yang Mencukupi jelaslah cita-citaku dengan Dzat Yang Mengasihi dan Dzat Yang Maha Memperlonggar
9. Wazidnii
yaqiinan tsaabitambika waatsiqoo,
Dan tambahkanlah keyakinanku dengan tetap dan teguh besertaMu
Bichaqqika yaa chaqqol umuuri tayassarot ¤
Dengan kebenaran Mu wahai Dzat Yang Maha Benar segala urusan menjadi mudah
Dan tambahkanlah keyakinanku dengan tetap dan teguh besertaMu
Bichaqqika yaa chaqqol umuuri tayassarot ¤
Dengan kebenaran Mu wahai Dzat Yang Maha Benar segala urusan menjadi mudah
10.
Washobba ‘alaa qolbii sya aabiiba rochmatin,
Dan semoga Alloh menuangkan (melimpahkan) pada hatiku curahan rochmat
Bichikmati maulaanal chakimi fa achkamat ¤
Dengan hikmah Tuhan kami Yang Maha Bijaksana sehingga menjadi kukuh
Dan semoga Alloh menuangkan (melimpahkan) pada hatiku curahan rochmat
Bichikmati maulaanal chakimi fa achkamat ¤
Dengan hikmah Tuhan kami Yang Maha Bijaksana sehingga menjadi kukuh
11.
Achaathot binal anwaaru minkulli jaanibin,
Cahaya-cahaya meliputi kami dari segala penjuru
Wahaibaatu maulaanal ‘azdiimi binaa ‘alat ¤
Tetapi Kewibawaan Alloh Yang Maha Agung lebih tinggi bagi kami
Cahaya-cahaya meliputi kami dari segala penjuru
Wahaibaatu maulaanal ‘azdiimi binaa ‘alat ¤
Tetapi Kewibawaan Alloh Yang Maha Agung lebih tinggi bagi kami
12.
Fasubchaanakallohumma yaa khoiro baari’in,
Maka Maha Suci Alloh wahai Dzat Yang Bebas
Wayaa khoiro khollaaqin wayaa khoiro mamba’ats ¤
Dan wahai Dzat Yang sebaik-baik Pencipta dan wahai Dzat Yang sebaik-sebaik yang mengembalikan
Maka Maha Suci Alloh wahai Dzat Yang Bebas
Wayaa khoiro khollaaqin wayaa khoiro mamba’ats ¤
Dan wahai Dzat Yang sebaik-baik Pencipta dan wahai Dzat Yang sebaik-sebaik yang mengembalikan
13.
‘Afuwwun ghofuurur roochimun mutafadhdhilun,
Pemaaf, Pengampun, Penyayang, Pemberi karunia
Kariimun chaliimun dzuu ‘thooyaa takaatsarot ¤
Mulia, Penyantun, empunya pemberian menjadi banyak
Pemaaf, Pengampun, Penyayang, Pemberi karunia
Kariimun chaliimun dzuu ‘thooyaa takaatsarot ¤
Mulia, Penyantun, empunya pemberian menjadi banyak
14.
Rochiimun warochmaanun bichaqqika sayyidi,
Penyayang, Pengasih demi haqMu wahai Tuanku
Sa altuka ghufroonadz dzunuubi idzaa badat ¤
Aku memohon pengampunan dosa-dosa jika mulai (nyata)
Penyayang, Pengasih demi haqMu wahai Tuanku
Sa altuka ghufroonadz dzunuubi idzaa badat ¤
Aku memohon pengampunan dosa-dosa jika mulai (nyata)
Alhamdulillahi
Rabil Alamin
Syaikh Abii
Muhammad Abdul Qodir Al-ina
Nasihat Sultan Auliya Syyaikh Abdul Qodir Al-Jilani Qsa
Nasihat Spiritual
Hazrat Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani
Sholat Syari’ah,
anda sudah tahu ayat:
(#qÝàÏÿ»ym ’n?tã ÏNºuqn=¢Á9$# Ío4qn=¢Á9$#ur 4‘sÜó™âqø9$#
(#qãBqè%ur ¬! tûüÏFÏY»s% ÇËÌÑÈ
“Peliharalah sholat-sholat…” (Al-Baqoroh: 238)
yang disana tentu
ada rukun-rukun sholat secara lahiriyah dengan gerakan-gerakan jasmani, seperti
berdiri, ruku’, sujud, duduk, suara dan lafadz yang diucapkan. Semua itu masuk
dalam ayat, “Peliharalah….”
Sedangkan Sholat Thoriqoh, adalah sholatnya qalbu, yaitu
sholat yang diabadikan. Dalam ayat itu berlanjut : “Dan sholat yang di tengah..” atau disebut sebagai Sholat Wustho,
yaitu sholatnya qalbu, karena qalbu itu diciptakan posisinya di tengah, antara
kanan dan kiri, antara bawah dan atas, antara bahagia dan sengsara, sebagaimana
sabda Nabi Saw, : “Qalbu berada diantara dua
Jemari dari Jemari-jemari Ar-Rahman, dimana Allah membolak-balikkannya
semauNya…” (Hr. Muslim, dan juga dikutip oleh Al-Ghazali dalam Al-Ihya’).
Yang dimaksud dengan Dua Jemari adalah dua sifatNya,
Al-Qahr (Yang Maha Memaksa) dan Al-Luthf (Yang Maha Lembut), sebab Allah Maha
Suci dari Jemari-jemari. Maka menjadi jelas maksud ayat tersebut adalah Sholat
Qalbu. Apabila Sholat Qalbu rusak, maka Sholatnya pun rusak termasuk sholat
jasmaninya, sebagaimana hadits Nabi Saw, “Tidak ada sholat melainkan
dengan hati yang hadir di hadapan Allah.”
Orang yang sholat bermunajat kepada Tuhannya, dan tempat
munajat itu qalbu (hati). Jika hatinya alpa, maka rusak pula sholatnya. Hati
adalah pokoknya, yang lain hanyalah pengikutnya, sebagaimana dalam hadits Nabi
Saw. “ Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad itu ada
segumpal daging, apabila ia bagus maka bagus pula seluruh jasadnya, dan jika ia
rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ingatlah, daging itu adalah qalbu…” (Hr.
Bukhori).
Sholat syariat
itu ada waktunya, setiap hari dan malam, lima kali. Disunnahkan berjama’ah di
masjid dan harus menghadap Ka’bah, mengikuti iman, tanpa ada sikap pamer dan
popularitas.
Sedangkan Sholat
Thoriqoh itu adalah Dzikrullah sepanjang hidup. Masjidnya adalah qalbunya.
Jama’ahnya adalah perkumpulan kekuatan-kekuatan batin, untuk sibuk terus
menerus mengingat Nama-nama Allah dan mentauhidkan Allah dengan lisan batin.
Imamnya adalah rasa rindu dalam spirit qalbu (Fuad). Dan kibaltnya adalah
Al-Hadrah al-Ahadiyah (Manunggal hamba-Allah dalam KeesaanNya) dan Keindahan
ShomadiyahNya, itulah kiblat Hakikat.
Qalbu dan Ruh
sibuk dengan sholat Thariqat ini sepanjang zaman. Karena Qalbu tidak mati dan
tidak tidur. Ia sibuk dalam tidur dan jaga dengan kehidupan qalbu, tanpa suara,
tanpa berdiri dan tanpa duduk. Itulah yang disebut oleh Allah swt:“Hanya
kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan…”
(Al-Fatihah, 5)
x‚$ƒÎ) ߉ç7÷ètR y‚$ƒÎ)ur ÚúüÏètGó¡nS ÇÎÈ
Dalam Tafsir
Al-Baidhowi, Anwarut Tanzil wa Asdrorut Ta’wil, beliau mengatakan, “Dalam ayat
tersebut ada isyarat bagi orang yang ma’rifat kepada Allah, dan transformasinya
dari kondisi dimana ia tidak hadir jiwanya menjadi hadir di hadapan Allah
Ta’ala. Maka ia berhak mendapatkan tugas ini, sebagaimana sabda Rasululllah
saw: “Para Nabi dan para wali senantiasa sholat dalam kuburnya sebagaimana
mereka sholat di rumah-rumah mereka.”Maksudnya mereka terus sibuk bersama Allah
dan munajat bagi kehidupan qalbunya. Bila Sholat Syariat dan Sholat Thoriqoh
telah berpadu, lahir dan batin, maka sempurnalah sholatnya, dan meraih pahala
yang agung dalam taqarrub dengan alam ruhaninya. Dan dia juga meraih derajat
jasmaniyah, lalu si hamba menjadi seorang ‘abid secara dzohir, dan ‘arif secara
batin.Jika seseorang tidak berhasil sholat Thoriqoh dengan hati yang hidup,
maka ia tergolong tidak sempurna, dan pahalanya tidak sampai pada derajat
taqarrub kepada Allah Ta’ala.
Allah Azza
wa-Jalla Ta’ala telah memberi penjelasan tentang dua Perjuangan : Perjuangan
Dzahir dan Perjuangan Batin.
Jihad Batin
adalah perjuangan melawan hawa nafsu, watak nalurinya, setan serta taubat dari
kemaksiatan, dosa-dosa, dan meninggalkan hal-hal yang menyenangkan yang
diharamkan. Sedangkan Jihad Lahir adalah Jihad melawan orang-orang kafir yang
kontra terhadap Allah dan RasulNya, melalui senjata dan berperang.
Jihad Batin itu
lebih sulit dibanding Jihad Lahir, karena Jihad Batin itu dilakukan terus
menerus dan menjadi keharusan. Bagaimana tidak lebih sulit? Sebab Jihad Batin
berarti memutuskan segala kecenderungan nafsu yang dilarang, menjauhinya, dan
menjalankan seluruh perintah Allah serta menjauhi laranganNya.
Siapa pun yang
bisa meraih perjuangan lahir batin berarti ia mendapatkan kemenangan dunia dan akhirat.
Luka-luka yang menimpa jasad syuhada’, seperti luka ditangan anda, tak berasa.
Sedangkan mati di tangan Mujahid yang melawan nafsunya, yang bertobat dari
dosanya, seperti minuman dingin di mata orang yang haus dahaga.
Wahai kaum Sufi,
tak ada yang membebanimu, kecuali Allah akan memberikanmu sesuatu yang lebih
baik dibanding bebanmu. Setiap saat mestinya punya makna khusus di hatimu untuk
Allah, baik berkait dengan perintah maupun laranganNya. Berbeda dengan
kebanyakan makhluk dan orang-orang munafik yang menjadi musuh-musuh Allah Azza
wa-Jalla, karena kebodohan dirinya terhadap kebenaran dan sikap bermusuhannya
terhadap Allah Ta’ala, mereka masuk ke neraka.
Bagaimana mereka
tidak masuk neraka? Sedangkan mereka di dunia kontra terhadap Allah Ta’ala,
mengikuti keselarasan nafsunya, egonya, tradisinya, setan-setannya,
mendahulukan kepentingan dunianya dibanding akhiratnya.
Bagaimana tidak
masuk neraka? Mereka telah mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, tidak beriman,
tidak mengamalkan perintahNya dan tidak menjauhi laranganNya.Wahai kaumku,
berimanlah dengan Qur’an ini, amalkan dan ikhlaslah dalam mengamalkannya, tidak
untuk diteriakkan, dan jangan sampai kalian munafik dalam amaliahmu, jangan
sampai mencari pujian dari makhluk dan mencari balas budi mereka.
Sedikit sekali
orang yang beriman dan Qur’an diamalkan benar-benar demi Wajah Allah. Karenanya
betapa minoritasnya kaum muhklisin, dan betapa banyaknya kaum munafik. Bahkan
betapa kalian ini sangat malas dalam ketaatan kepada Allah Azza wa-Jalla,
justru kalian lebih semangat taat kepada musuhmu, yaitu setan yang dirajam.
Kaum Sufi
senantiasa berharap, dalam detik-detiknya tidak lepas dari tugas-tugas Allah
azza wa-Jalla. Mereka benar-benar mengetahui bahwa kesabaran terhadap tugas dan
ketentuanNya serta takdirNya, itu merupakan limpahan kebajikan dunia akhirat,
yang berarti berselaras dengan kehendak dan tindakanNya, kadang ia bersabar,
kadang pula ia bersyukur, kadang dalam nuansa dekat dan kadang merasa jauh,
kadang dalam kesibukan yang penat kadang pula dalam rasa ringan, kadang dalam
limpahan kekayaan dan kadang dalam kemiskinan, kadang sehat kadang sakit.
Seluruhnya tidak lepas dari kebersamaannya dengan Allah Azza wa-Jalla. Itulah
yang paling penting bagi mereka, harapan bagi kesalamatan mereka dan keselamatan
makhluk lain ketika bersama Sang Khaliq Azza wa-Jalla, dan mereka terus menerus
memohon kepadaNya bagi kemaslahatan manusia.Anak-anak sekalian.
Jadilah kalian
ini selalu berpijak pada yang benar, maka kalian akan cemerlang. Jika kalian
benar dalam hukum, kalian fasih dalam pengetahuan. Jika kalian benar dalam
batin, akan fasih dalam lahir. Seluruh keselamatan ada dalam ketaatan, yaitu
menjalankan perintah dan menjauhi larangan, bersabar atas seluruh ketentuanNya.
Siapa yang memohon ijabah dari Allah maka Allah Ta’ala akan mengijabahi, siapa
yang taat padaNya maka seluruh makhluk pun taat kepadanya.
Wahai jamaahku.
Terimalah dariku, aku yang menasehatimu. Aku mendampingimu, dan mendampingi apa
yang yang diberlakukan oleh Allah kepadaku dan kepadamu. Jangan sampai kalian
mencurigaiku, karena aku hanya ingin kebahagiaanmu sebagaimana kebahagiaanku.
Nabi Saww bersabda:”Orang beriman tidak akan sempurna keimanannya sampai ia
berhasrat agar saudaranya muslim mendapatkan apa yang didapatkannya.” Inilah sabda
junjungan dan panutan kita, yang membimbing kita dan mensyafaati kita. Seorang
pemuka para Nabi dan Rasul, para shiddiqin, dari masa Adam as, sampai hari
kiamat kelak. Betapa kesempurnaan iman telah terhalang oleh kehendak orang yang
tidak mencintai saudaranya yang muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
Bila anda
mencintai diri anda, anda akan memakai pakaian terbaik, makanan paling lezat,
tempat tinggal paling elok, harta yang banyak, kenapa anda tidak bersikap
seperti itu untuk sahabat anda yang muslim. Berarti anda sungguh pendusta, jika
anda mengaku telah sempurna iman anda.
Wahai orang yang
mau berfikir, lihatlah tetanggamu miskin, sedangkan anda punya harta. Mereka
wajib menerima zakat anda, bahkan setiap hari anda memetik laba anda, bahkan sangat
berlebih dari sekadar kecukupan sehari-hari, lalu anda menghalangi untuk
memberikan harta anda, sementara mereka pun si miskin itu tetap rela dengan
kekuarangannya. Namun karena hawa nafsumu, setanmu ada di belakangmu, yang
membuat anda sulit berbuat baik, sedangkan ambisi anda terus bergolak untuk
harta dunia anda, iman dan ketaqwaan sangat minim, sungguh anda telah melakukan
kemusyrikan melalui harta dan sesama makhluk. Sementara tak ada kebajikan pada
dirimu.
Siapa saja yang
banyak kesenangannya pada dunia, ambisinya liar sampai lupa maut, lupa kelak
bertemu Allah, tidak bisa membedakan yang halal dan yang haram, sesungguhnya
orang itu telah serupa dengan orang-orang kafir. Mereka katakan:”Tidak ada
kecuali kehidupan dunia, dimana kami mati dan hidup. Tak ada yang menghancurkan
kami kecuali sang waktu.” (Al-Jatsiyah 24) Seakan-akan anda ini seperti bagian
dari mereka, hanya saja anda menggunakan baju Islam, dan anda telah mengalirkan
darah anda dengan dua syahadat, anda ikut sholat, puasa, hanya sebagai tradisi
kebiasaan, bukan sebagai ibadah. Tampaknya dimata khalayak anda orang yang
bertaqwa, sedangkan hatimu pengecut, dan itu sama sekali tidak berguna.
Wahai kaum Sufi,
sungguh mana berguna bagimu, lapar dan dahaga di siang hari, sedang di malam
hari anda memakan barang haram. Puasa di siang hari, maksiat di malam hari.
Anda mencegah untuk minum di siang hari lalu anda berbuka dengan darah kaum
muslimin. Diantara kalian puasa di siang hari, fasik di malam harinya.
Rasulullah saw, bersabda:”Ummatku tidak akan hina sepanjang memuliakan bulan
Ramadlan.”(Hr Muslim)
Mengagungkan
bulan Ramadlan itu dengan ketaqwaan, dan berpuasa hanya untuk Allah Ta’ala
disertai menjaga batas syariat.Anak-anak sekalian. Berpuasalah. Dan ketika
berbuka, bagilah bukamu dengan kaum miskin. Jangan anda makan sendiri, jika
anda makan sendiri, dikawatirkan anda tertimpa kesulitan dan kemiskinan.Wahai
kaumku: Anda semua kenyang sementara tetangga anda lapar, sedangkan anda
mengaku sebagai orang beriman. Imanmu tidak sah, ketika makanan berlimpah
sedangkan ada sang miskin sedang di pintumu lalu anda menolaknya. Dalam sekejap
tersebar berita anda, dan sekejab pula anda bisa jatuh miskin, anda pun ditolak
dimana-mana ketika meminta.
Sungguh
perhatikan! Semestinya anda himpun dua hal apa yang ada di tanganmu dan
sekaligus tangan lain memberikan. Tawadlu’ (rendah hati) ketika anda bangkit,
dan memberikan harta di satu sisi. Nabi kita Sayyidina Muhammad Saww, memberi
orang yang meminta dengan tangannya, dan beliau juga memerah sendiri air susu
onta, memerah susu kambing, dan menjahit bajunya.Bagaimana kalian mengaku
mengikuti jejaknya, sedangkan anda anda justru kontra dengan beliau baik dalam
tindakan, ucapan dan perbuatan? Anda membuat pengakuan tanpa bukti? Kalau anda
Yahudi sejati mestinya sangat patuh pada Taurat yang benar, begitu juga kalau
anda muslim sejati mestinya memenuhi syarat-syarat ke-Islaman anda, jika tidak
jangan mengaku-aku sebagai muslim sejati. Mestinya anda memenuhi syarat
ke-Islaman, hakikat ke-Islaman, yaitu menyerahkan sepenuhnya dirimu di hadapan
Allah Azza wa-Jalla. Pedulilah kepada makhluk, sampai akhirnya Allah peduli
padamu. “Cintailah orang yang ada di muka bumi, sampai mencintaimu yang di
langit.”Sepanjang dirimu tegak dengan dirimu, kamu tidak akan sampai ke maqom
ini.
Sepanjang kamu
masih memelihara hasrat dan kesenangannya kamu pasti berada dalam tali
ikatannya, dan mencegahmu untuk sampai kepada Allah. Karena kamu hanya sampai
pada bagian ego nafsumu dengan kehancurannya. Hak nafsu itu adalah kesenangan
berpesta, berpakaian, minum dan tempat yang nyaman di dalamnya, bagiannya
adalah kelezatan dan syahwat. Maka ambillah dengan tangan syariat. Sepanjang
anda mengambil itu menurut kadar dan kepastian dari Allah Azza wa-Jalla, maka
boleh anda makan. Duduklah di pintu syariat dan berbaktilah, anda akan bahagia.
Allah swt telah berfirman:“Apa yang datang dari Rasul, maka ambillah dan apa
yang dilarang darinya, hindarilah.” (Al-Hasyr : 7)
Terimalah dengan
riang dan ringan, dan benamkan dirimu padanya. Jika banyak yang anda dapat dari
kepastianNya, sebagaimana ilmuNya, maka disanalah anda berada. Jika anda
menerima dengan gampang, anda tidak akan hancur, bahkan tak akan pernah luput
dari anugerah pemberianNya.
Hasan al Bashri
berkata, “Cukuplah bagi orang beriman, sekadar makanan ringan, cukuplah kurma
jelek dan seteguk air.”Orang beriman itu makan untuk kekuatan tubuh, orang
munafik makan untuk menikmati makanan. Orang beriman mengkonsumi makanan karena
ia butuh kekuatan melintasi jalan menuju tempat, dimana tempat itu justru
seluruh kebutuhannya tercukupi, karenanya ia makan hanya sekadar kuat saja.
Sedang orang munafik memang tidak punya tempat, tidak punya tujuan hidup.
Betapa banyak hari-hari dan bulanmu teledor. Usiamu kalian potong tanpa
manfaat. Aku melihat kalian tidak teledor dengan duniamu, sementara kalian
teledor dengan agamamu. Berbaliklah, kalian akan berpijak pada kebenaran. Dunia
tidak akan abadi bagi siapa pun, begitu pula bagimu. Apakah kalian masih punya
harapan hidup bersama Allah Azza wa-Jalla?
Oh betapa
minimnya pikiranmu. Betapa banyak orang menumpuk dunianya, membangun dunianya,
sementara di satu sisi ia merobohkan bangunan akhiratnya, dengan mengumpulkan
dunia dan membuang agamanya. Benar-benar dramatik terjadi antara dirinya dan
Allah Azza wa-Jalla, ia malah mendendam kepada Tuhannya dan lebih ridlo kepada
makhlukNya. Kalau dia tahu bakal mati dalam waktu dekat, hadir di hadapanNya,
ia pun juga dihisab atas seluruh perbuatannya, maka tidak ada yang banyak dari
jumlah amalnya.
Dari Luqmanul
Hakim ra, berkata pada putranya, “Wahai anakku, sebagaimana engkau sakit,
kalian tidak tahu bagaimana tiba-tibanya penyakit. Demikian pula kalian mati
dan kalian tidak tahu bagaimana anda nanti mati.”Aku peringatkan pada kalian
dan aku hindarkan kalian. Tapi kalian tidak pernah perhatikan, tidak pernah
menghindari. Kalian malah lenyap dari kebaikan sibuk dengan dunia. Sebentar
lagi anda tua, dan dunia tidak ada gunanya, bahkan semua yang anda kumpulkan
jadi bebanmu.Anak-anak sekalian, semestinya kalian menanggung tugas dan
memutuskan kejahatan. Kalimat kejahatan akan bercabang, jika kalian bicara,
lalu saling bersahut, datang pula kalimat sepadannya, lalu hadir keburukan
diantara kalian. Hanya sedikit makhluk yang mengajak ke pintu Allah Azza
wa-Jalla, dan mereka ini sebagai bukti dan argument kebenaran atas mereka. Jika
khalayak tidak menerima, maka kaum mukmin akan meraihnya sebagai nikmat, tapi
derita bagi kaum munafik, mereka ini adalah musuh-musuh Allah Azza wa-Jalla.
Ya Allah semoga Engkau berikan kebajikan bersama Tauhid, dan
sirnakan kami dari makhluk dan selain DiriMu secara total.
Wahai orang yang
bertauhid, wahai orang yang masih musyrik, sesungguhnya di tangan para makhluk
itu tak berarti apa-apa. Sebuah kemuliaan di mata penguasa, para raja,
orang-orang kaya, semua itu hakikatnya di tangan Allah SWT. Hati mereka berada
di TanganNya, terserah Dia membolak balikkannya.
….4 }§øŠs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäï†x« ( uqèdur
ßìŠÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÊÈ
”Tak ada sesuatu
pun yang menyamaiNya, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat.” (Asy-Syuuro : 11)
Jangan manjakan
dirimu, ia bisa memakan jiwamu, seperti orang yang mendidik anjing dan
memanjakannya, suatu ketika lengah anjing itu akan memangsanya pula. Jangan kau
andalkan senjata nafsumu dan jangan pula mengasah ketajamannya, karena akan
mengenai dirimu di wadah kehancuran ketika nafsu mengkhianatimu. Potonglah isi
nafsu dan jangan melewati syahwatnya.
Ya Allah tolonglah kami atas nafsu-nafsu kami. Ya Tuhan berikanlah
kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan lindungilah kami dari
azab neraka.
Pertentanganmu
dengan (aturan) Allah swt, akan mengusirmu dan menghilangkan dirimu dari Allah.
Kembalilah dirimu dari sikap penentanganmu sebelum engkau dihantam, dihinakan
dan dinistakan oleh ular-ular bencana dan kalajengking cobaan. Betapa pedihnya
rasa cobaan, apalagi jika engkau terpedaya. Karena itu anda jangan bergembira
dengan yang engkau miliki, karena apa yang ada di tangan anda pasti sirna.
Allah Ta’ala
berfirman:
“Sehingga ketika
mereka bergembira atas apa yang mereka dapatkan, tiba-tiba Kami mengambil
mereka seketika…”
Meraih anugerah
keuntungan dari Allah Ta’ala harus ditempuh dengan kesabaran. Karena itu Allah
menguatkan berkali-kali tentang sabar itu. Kefakiran (rasa butuh kepada Allah)
dan kesabaran tidak akan pernah bertemu kecuali bagi kewajiban orang
beriman.Sedangkan para pecinta yang senantiasa mendapat cobaan, lalu mereka
menjadi sabar, terlimpahi ilham untuk berbuat kebaikan beriringan dengan cobaan
dan ujiannya, senantiasa bersabar atas sesuatu yang yang baru terjadi dari
Allah Ta’ala.
Kalau bukan
karena kesabaran, anda semua tidak akan pernah bertemu denganku. Aku telah
membuat jebakan untuk memburu burung, dari satu malam ke malam berikutnya, yang
membuatku terus terjaga dan membuatku sunyi dari orang ketika di siang hari
dengan mata yang terpejam. Seorang lelaki yang terikat oleh jaring-jaring
jebakan, dan itu pun dilakukan demi kemaslahatan anda semua, sementara anda
semua tidak mengerti.Kalau bukan demi berselaras dengan Allah ta’ala, bagaimana
mungkin orang berakal mau bergaul dengan penduduk negeri yang telah dibutakan
hatinya oleh riya’, kemunafikan dan kezaliman, bercampurbaurnya syubhat dan
keharaman?
Betapa banyak
nikmat-nikmat Allah telah dikufuri, sementara terjadi kolusi luarbiasa untuk
menciptakan kefasikan dan penyimpangan. Betapa banyak orang lumpuh di rumahnya
sendiri, orang zindiq dalam kedai minumnya, orang jujur di atas kursinya. Kalau
bukan karena sebuah aturan, niscaya aku bicara tentang hal-hal yang ada di
rumah-rumah kalian. Namun bagiku ada fondasi yang harus kubangun. Aku punya
murid-murid yang butuh pendidikan. Seandainya tersingkap sebagian apa yang ada
dalam diriku, itu bisa menjadi penyebab berpisahnya diriku dengan diri kalian
semua, lalu terlempar dalam jejak-jejak yang menghancurkan.Karena itu tutuplah
pintu-pintu kemakhlukan (dari hatimu) dan bukalah pintu-pintu antara dirimu
dengan Allah. Akuilah dosa-dosamu, mohonlah maaf kepada-Nya atas keteledoranmu
selama ini. Yakinlah, bahwa sesungguhnya tidak ada yang bisa membahayakan,
memberikan manfaat, yang memberikan anugerah, tidak ada yang bisa mencegah,
kecuali Allah Ta’ala semata. Dengan demikian, kebutaan mata hatimu akan sirna,
lalu mata hati terbuka bergerak, hingga membuka mata kepalamu.
Wahai
anak-anakku…. Persoalan sesungguhnya bukan memakai pakaian kumal atau pun
makanan kasar. Persoalan sesungguhnya adalah kezuhudan dalam hatimu. Awal mula
yang dipakai oleh shiddiqun adalah pakaian wol dalam hatinya, lalu terefleksi
kesederhanaan itu dalam lahiriyahnya. Ia memakai pakaian itu dalam rahasia
batinnya, lalu dalam hatinya, kemudian untuk menutup nafsunya, lalu fisiknya.
Ketika secara keseluruhan
dirinya menggunakan pakaian sederhana, maka tibalah tangan-tangan lembut dan
kinasih serta tangan anugerah, sampai akhirnya berubah drastis dalam tragedi
ini. Ia copot baju hitamnya dan diganti dengan baju kegembiraan pesta, ia ganti
penderitaan dengan kenikmatan, ia ganti dendam dengan keceriaan, ia rubah
ketakutan dengan rasa aman, ia rubah rasa jauh menuju rasa dekat, rasa fakir
menuju rasa cukup.
Wahai
anak-anakku, raihlah bagian dengan tangan zuhud, bukan dengan tangan ambisi
pribadi. Orang yang makan dengan menangis, berbeda dengan orang yang makan
dengan tertawa. Makanlah bagian itu, dan hatimu bersama Allah Ta’ala. Anda akan
selamat dari keburukannya. Jika engkau makan dari resep dokter atau ahli
kesehatan tentu itu lebih baik daripada anda makan sendiri, tanpa anda tahu
asal usulnya makanan itu, sehingga, menyebabkan hatimu keras jauh dari amanah,
sementara anda benar-benar kehilangan rahmat. Hilang pula amanah syariah di
sisimu, karena kalian telah meninggalkan dan mengkhianatinya. Sungguh celaka,
jika amanah kalian sia-siakan.
Jagalah mahkotamu
itu bersama Tuhanmu Azza wa Jalla. Waspadalah atas ancamanNya, karena siksaNya
begitu dahsyat. Siksa itu bisa merebut rasa amanmu, rasa sehat afiatmu,
foya-foya dan sukacitamu. Taatlah kepadaNya, karena Dia adalah Tuhan langit dan
bumi. Jagalah nikmatNya dengan syukur. Terimalah perintah dan laranganNya
dengan patuh dan taat. Terimalah kesukaran dariNya dengan kesabaranmu, dan
terimalah dengan syukurmu atas kemudahanNya. Karena demikian adalah perilaku
pendahulumu, dari para Nabi, para Rasul dan orang-orang yang saleh, yang
senantiasa bersyukur atas nikmat dan bersabar atas cobaan.
Tegaslah terhadap
kemaksiatan. Terimalah ketaaatan. Jagalah aturanNya, dan ketika datang
kemudahan bersyukurlah. Sebaliknya jika yang datang kesukaran bertobatlah dari
dosa-dosamu, lalu debatlah, lawanlah hawa nafsumu. Karena Allah tak pernah
menzalimi Maka dari itu ingatlah maut dan resiko sesudah maut. Ingatlah Tuhan
Yang maha agung dan Luhur, hisab dan pengawasanNya padamu.
Bangunlah, sampai
kapan kamu semua tidur terlelap, sampai kapan kamu terlempar dalam kebodohan
dan keluar masuk dalam kebatilan? Bergelimang dengan nafsu, hawa, dan
kebiasan-kebiasaan. Kenapa? Kenapa tidak mendidiknya demi ibadah kepada Allah
dan mengikuti aturan hukumNya. Padahal ibadah itu meninggalkan
kebiasan-kebiasaan nafsu, kenapa tidak mendidik dirimu dengan adab Qur’an dan
sunnah?
Anak-anak
muridku…..Jangan bergaul dengan banyak orang disertai kebutaan hati, ketololan
disertai kealpaan dan kelelapan. Bergaulah dengan mereka, dengan matahati, ilmu
dan keterjagaan jiwa. Jika anda temukan hal yang terpuji dari mereka, ikutilah,
dan jika ada yang menyeretmu pada keburukan, jauhilah dan tolak. Engkau berada
dalam alpa total, alpa dari Allah Azza wa Jalla. Makanya, anda harus bangkit,
disiplin dengan masjid, memperbanyhak sholawat kepada Nabi SAW.Nabi saw,
bersabda: “Seandainya neraka turun dari langit, tak ada yang selamat kecuali
ahli masjid.”Jika kalian semua menunaikan sholat, totalkan sholatmu hanya
kepada Allah Ta’ala, dan karena itu Rasulullah saw, bersabda, “Yang paling
dekat bagi hamba pada Tuhannya, apabila hamba sedang bersujud.”
Duh.. celaka
kalian. Kenapa kalian sering membuat ulah dan mencari-cari keringanan? Orang
yang mencari-cari takwil demi seleranya sesungguhnya terpedaya. Padahal jika
kita merengkuh ‘azimah (pr insip), dan kita bergantung pada Ijma’, sementara
amal kita ikhlas, maka kita pun akan bersih bersama Allah Ta’ala. Lalu
bagaimana bisa terjadi jika anda malah merekayasa azimah, mencari jalan
kemudahan nafsu, lalu para pemegang teguh azimah sirna?Inilah zaman rukhsoh,
bukan zaman ‘azimah. Inilah zaman riya’ dan kemunafikan, dimana harta didapat
dengan cara tidak benar. Betapa banyak orang yang sholat, puasa, zakat, haji,
dan berbuat baik untuk makhluk, bukan untuk Khaliq. Dan mayoritas yang memenuhi
alam semesta ini adalah demi kepentingan sesama makhluk, bukan demi Khaliq.
Kalian semua
telah mati jiwa, menghidupkan nafsu dan hawa nafsu untuk dunia. Padahal
hidupnya hati ketika keluar dari kepentingan makhluk dan teguh bersama Allah
Azza wa Jalla.Hidupnya hati dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan
Allah azza wa Jalla. Hidupnya hati dengan sabar atas Qodlo, Qodar dan ujianNya.
Wahai anak
muridku…Serahkan dirimu kepadaNya dalam soal kepastianNya. Bangunlah bersamaNya
dalam soal itu. Perkara itu butuh fondasi, lalu butuh bangunan, dan dawamkan
setiap waktu, siang dan malammu. Karena itu, waspadalah. Tafakkurlah dalam
masalah hatimu.Jika engkau melihat kebajikan, bersyukurlah. Jika engkau melihat
keburukan bertobatlah. Dengan tafakkur ini agamamu akan hidup dan matilah
syetanmu. Karena itu dikatakan, tafakkur sejam lebih baik dibanding bangun
sepanjang malam.
Wahai ummat
Muhammad, bersyukurlah kepada Allah Ta’ala yang telah menerima amalmu yang
sedikit dengan menyandarkan kepada amal pendahulumu. Sebab kalian semua adalah
yang terakhir di dunia, tetapi yang pertama di hari kiamat. Jika kalian benar,
maka tak ada yang lebih benar menandingi kalian. Kalian semua adalah para pemuka
dan pemimpin, sedangkan umat lain adalah rakyat. Tetapi jika sepanjang anda
masih duduk di rumah nafsumu dan watakmu, sulit untuk menjadi benar. Jika
sepanjang anda bangkit bersama makhluk dan terpaku terhadap apa yang ada di
tangan mereka, dengan menarik mereka melalui riya’ dan kemunafikan anda,
sungguh tetap tidak benar bagi anda. Sepanjang anda masih ambisi dunia,
sepanjang hati anda masih bersiteguh pada selain Allah, tidak ada yang
dibenarkan.
Ya Allah berilah kami rizki, untuk senantiasa di sisiMu.Tuhan,
berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat, dan lindungilah
kami dari siksa neraka.
(Diambil dari kitab “Fath ar Rabbani” Hazrat
Maulana Syaikh
Abdul Qadir al Jilani)
Anak-anak muridku
sekalian….
Ingatlah, sebelum
diingatkan, tanpa anda harus diperintah anda mendekat kepada Allah. Bergaullah
dengan kalangan ahli agama, karena mereka adalah manusia paling berakal dan
mengerti siapa yang paling taat kepada Allah dan siapa paling maksiat
padaNya.Nabi saw, bersabda, “Beruntunglah anda…” Artinya anda sangat butuh
kepadaNya dan anda cukup bersamaNya.
Bila anda bersama
Ahlud Din, dan anda mencintainya anda akan merasa cukup, dan hati anda akan
lari dari kemunafikan. Karena kaum munafik sesungguhnya hanya suka pamer, tidak
ada yang diterima amalnya. Allah tidak menerima bentuk amal anda, rupa amal
anda, tetapi Allah menerima apa yang ada dibalik amal anda, hati anda. Jika
anda melawan hawa nafsu anda, setan anda, duniawi anda dalam amaliyah anda,
Allah akan menerima anda.
Berbuatlah
kebaikan, Allah akan menerima dari sisi jiwanya. Dan jangan melihat amaliyah
anda sedikit pun, karena Allah tidak akan menerimanya kecuali amaliyah itu
hanya untukNya, demi WajahNya, bukan untuk wajah makhluk.Celaka anda ini! Anda
berbuat baik demi makhluk, tetapi ingin diterima oleh Allah Azza wajalla. Ini
sebuah penipuan dari diri sendiri. Tinggalkan kerakusan anda, kesombongan anda,
kesenang-senangan anda. Anda harus prihatin, jangan bersenang-senang, sebab
anda berada di alam keprihatinan dalam penjara dunia.Nabi Saw senanatiasa
bertafakkur, tidak banyak gembiranya, banyak prihatinnya, tidak banyak tertawanya
kecuali hanya tersenyum, hanya untuk menyenangkan lainnya.
Hati Nabi penuh
kerpihatinan dan kesibukan bersama Allah. Jika saja bukan karena para sahabat
dan perkara dunia ini, Nabi saw, tak akan pernah keluar dari rumahnya dan tak
pernah duduk dengan siapapun.Wahai anak muridku.
Jika Khalwat anda
benar bersama Allah Azza wa-Jalla Sirrmu akan cemerlang dan hatimu akan jernih.
Pandangan anda akan penuh pelajaran. Hati anda akan penuh dengan tafakkur, ruh
anda akan membubung menuju Allah Azza wa-Jall, wushul kepadaNya.Memikirkan
dunia justru menyiksa dan menghijab. Sedangkan tafakkur tehadap akhirat
membuahkan pengetahuan dan menghidupkan hati. Allah tidak memberikan anugerah
bagi orang yang tafakkur kecuali pengetahuan mengenai dunia akhirat.
Wah! Anda telah
menelantarkan hati anda di dunia, sedangkan Allah Azza wa-Jall, telah
memberikan segalanya untuk anda. Allah telah menentukan waktu setiap hari bagi
anda, dan Allah telah terus menerus melimpahkan rizki pada anda, baik anda
mencarinya atau tidak. Ambisi dan kerakusan anda telah membuat anda hina di
depan Allah maupun di depan makhluk. Dengan iman yang kurang anda lalu mencari
rizki, padahal ketika iman anda bertambah anda tidak perlu mencarinya. Bahkan
dengan keparipurnaan dan kesempurnaan iman, anda cukup istirahat dari dunia.
Anak muridku,
anda jangan mencampur adukkan hal yang serius dengan guyonan. Jika hati anda
belum mampu teguh, bagaimana anda bersama khalayak untuk anda baurkan bersama
Khaliq, sedang anda berhati ganda dengan dunia? Bagaimana anda bersama Allah?
Bagaimana anda bisa mencampuradukkan yang lahir dan yang batin? Yang tak masuk
akal dan yang masuk akal, hal-hal yang ada di sisi makhluk dan Khaliq? Betapa
bodohnya orang yang melalaikan Khaliq dan sibuk dengan makhluk, berteguh dengan
yang duniawi dan alpa pada Allah? Melupakan yang abadi dan bergembira dengan
yang fana?Anda bersahabat dengan orang-orang bodoh lalu mereka menularkan
kebodohannya pada anda. Sebab, bergaul dengan orang tolol berarti meraih
kesia-siaan.
Bergaullah dengan orang mukmin yang yakin, yang
mengamalkan ilmunya. Karena orang beriman seperti ini, betapa baiknya mereka,
betapa kuatnya perjuangan mereka dalam melawan hawa nafsunya. Dalam konteks
inilah Rasulullah saw, bersabda: “Kegembiraan orang berimaan
pada wajahnya, prihatinnya ada dalam qalbunya.” Itulah kekuatan si mukmin ini, hingga
mampu mengekspresikan kegembiraan di hadapan para makhluk, sementara ia mampu
menyembunyikan keprihatinannya, antara dirinya dengan Allah Ta’ala. Sepanjang
hidupnya ada keprihatinan, banyak merenungnya, banyak menangisnya pada Allah,
sedikit tertawanya, dan itulah Nabi saw, bersabda: “Tak ada kegembiraan bagi orang mu’min kecuali bertemu Allah Azza
wa-Jalla.”
Orang beriman menutupi keprihatinannya dengan
kegembiraannya. Fisiknya bekerja di dunia, batinnya bersama Allah Ta’ala.
Fisiknya untuk keluarganya, batinnya untuk Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia tak
pernah mengumbar keprihatinan jiwanya kepada keluarganya, isteri dan anaknya,
tetangga-tetangganya, bahkan kepada siapa saja dari khalayak makhlukNya, karena
ia mendengarkan ucapan Nabi SAW. :“Raihlah pertolongan atas persoalan kalian semua melalui cara
merahasiakan (masalah)”. Ia senantiasa menyembunyikan apa yang ada
di dalam batinnya. Seandainya saja ada yang keceplosan, itu pun tetap ia
ungkapkan dengan metafor, lalu ia tutupi, dan ia mohon maaf atas apa yang
terungkap.
Anak-anak
muridku…. Jadikan diriku sebagai cerminmu. Jadikan diriku sebagai cermin hati
dan rahasia batinmu, sebagai cermin amaliahmu!
Kemarilah
mendekat kepadaku, anda akan melihat apa yang ada di dalam dirimu, sesuatu yang
tidak bisa anda lihat ketika kalian jauh dariku. Jika anda punya hajat seputar
agamamu, anda harus dekat denganku, karena aku tidak akan pernah menyembunyikan
agama Allah Azza wa-Jalla. Tak ada yang harus malu menyangkut agama Allah Azza
wa Jalla. Karena anda selama ini berada dalam pelukan kemunafikan. Tinggalkan
duniamu yang ada di rumahmu, mendekatlah kepadaku. Karena saya berdiri di pintu
gerbang akhirat. Bersamalah denganku dan dengarkan kata-kataku, dan amalkanlah
sebelum maut menjemputmu.
Masalahnya
bagaimana membangun rasa takut kepada Allah. Bila kalian tidak punya rasa takut
padaNya, kalian tidak aman di dunia dan di akhirat. Sedangkan rasa Cinta dan
Takut itu datang dari Allah juga untuk anda yaitu mengenalNya dengan
sesungguhnya. Karena itu Dia berfirman:“Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara hamba-hambaNya adalah para Ulama’”Tak ada yang takut penuh cinta
kecuali para Ulama yang mengamalkan ilmunya, yang mengamalkannya dan memang mengetahuinya.
Bahkan mereka tidak meminta balasan dari Tuhannya, kecuali hanya ingin WajahNya
dan mendekatiNya, hanya ingin CintaNya, bersih dari hijab dan rentangan jarak.
Mereka tidak ingin pintuNya tertutup bagi mereka, dunia hingga akhirat, bahkan
tidak ingin tertutup ketika ada pada selainNya.
Dunia bagi suatu
kaum, dan akhirat juga bagi suatu kaum. Allah Ta’ala juga bagi suatu kaum,
yaitu kaum yang keyakini imannya, yang ma’rifat dan mencintaiNya, yang bertaqwa
dan khusyu’ kepadaNya, yang senantiasa prihatin hanya demi Dia. Suatu kaum yang
yang takut penuh cinta kepadaNya, walau mata fisiknya tak memandangNya, tetapi
hatinya selalu memandangNya. Bagaimana tidak takut setiap saat Allah mengurus
semuanya, merubah dan mengganti, menolong dan menghinakan ini dan itu,
menghidupkan ini dan mematikan itu.“Allah tidak ditanya apa yang Dia lakukan,
tetapi merekalah yang akan ditanya (apa yang mereka lakukan)”.
Ya Tuhan, dekatkan diri kami padaMu, dan janganlah Engkau jauhkan
diri kami dariMu. Dan berikanlah kami kebajikan dunia dan kebajikan Akhirat,
dan lindungi kami dari siksa neraka.
Hilangnya Agama
Ini karena Empat Hal:
Pertama, karena
anda tidak mengetahui apa yang anda amalkan.
Kedua, karena
anda mengamalkan perkara-perkara yang anda tidak mengetahuinya.
Ketiga, karena
anda tidak mau belajar hal-hal yang anda tidak mengerti, lalu anda terus
menerus bodoh.
Keempat, anda
menghalangi orang-orang yang belajar pengetahuan, dimana mereka tidak tahu.
Wahai kaum
Sufi….Jika anda menghadiri majlis dzikir, ternyata anda menghadirinya agar
masalah anda terpecahkan. Anda malah kontra dengan nasehat kebajikan, lalu anda
pelihara kesalahan dan ketergelinciran, bahkan anda tertawa dan main-main. Anda
benar-benar mengkawatirkan, padahal anda bersama Allah Azza wajalla.
Karena itu
bertobatlah kalian dari situasi itu, jangan sampai anda ini seperti para musuh
Allah Azza waJalla. Raihlah manfaat dari apa yang anda simak disana.Anak-anak,
anda sudah terikat dengan ibadah, dan Allah mengikat dengan AnugerahNya.
Hendaknya anda berpijak pada Sang Penyebab, bukan pada akibat, dan
bertawakallah padaNya. Hendaknya anda tidak mengabaikan amaliah, hendaknya pula
ikhlas dalam beramal.
Allah SWT
berfirman: “Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah.”
Allah tidak
menciptakan mereka untuk berdusta, tidak menciptakan mereka untuk bermain-main
hampa, mencipatakan mereka bukan untuk makan dan minum, tidur dan kawin.
Ingatlah! Wahai orang-orang yang alpa dari kealpaanmu. Ingatlah, anda
melangkahkan hatimu satu langkah, Allah menuju kepadamu beberapa langkah, dan
Dia paling layak untuk anda rindukan semua dibanding yang lainNya.
“Allah memberi
rizki pada yang dikehendaki tanpa terhingga.”
Jika Allah
menginginkan pada hambaNya, Allah menyediakan langsung padanya. Ini sesuatu
yang berhubungan dengan makna hakiki bukan rupa fisik. Bila si hamba benar dalam
ubudiyahnya ini, maka benarlah zuhudnya di dunia dan akhirat.Selain Allah
Ta’ala, ketika anda datang padanya, anda bisa tetap benar, baik raja, sulthan,
pemerintah, maka kedatangan anda, atom anda adalah bukit, tetesannya adalah
lautan, bintanya adalah rembulan, rembulannya adalah matahari, sedikitnya
adalah banyak, terhapusnya adalah tetapnya, fana’nya adalah baqo’nya, geraknya
adalah tetapnya. Pohonnya menjulang hingga menyentuh Arasy, dan akarnya
membubung sampai ke bintang Tsurayya, dan dahan-dahannya melindungi dunia dan
akhirat. Pohon apakah ini? Pohon Hikmah dan Pengetahuan.
Dunia seperti
lingkaran cincin, bukan dunia yang anda miliki, bukan akhirat yang anda kait,
yang tidak dimiliki oleh raja maupun budak, tidak bisa dihalangi oleh apa pun
atau diambil oleh siapa pun, tidak bisa dikotori. Jika anda bisa memenuhi semua
itu, anda akan bagus ketika berada di tengah-tengah khalayak publik.
Manakala Allah
menghendaki kebajikan pada hambaNya, maka Allah menjadikan hamba itu sebagai
dalil bagi mereka, menjadikan dokter bagi mereka, menjadikan pendidik dan
pengatur mereka. Sang hamba dijakdikan penerjemah untuk mereka, dijadikan
riasan bagi mereka, dijadikan lampu dan matahari bagi mereka. Bila Allah
menghendaki, segala terwujud. Jika tidak demikian, si hamba ditirai dari segala
hal selain DiriNya.
Individu-individu
jenis manusia seperti ini memang ditugaskan di tengah-tengah makhluk tetapi
dengan perlindungan dan kesalamatan menyeluruh pada dirinya. Allah menolong
hamba ini untuk sebuah kemashlahatan makhluk dan memberikan jalan menuju
hidayah.
Orang yang zuhud
dari dunia, diuji dengan akhirat. Orang yang zuhud dari dunia dan akhirat,
diuji oleh Pencipta dunia dan akhirat. Kalau semua telah alpa, seakan-akan
kalian tidak pernah bakal mati, seakan-akan kalian tidak akan dihamparkan di
padang mahsyar, anda tidak di hisab di sana, anda tidak melewati jembatan
Shirothol Mustaqim?
Ini sifat-sifat
anda, padahal anda mengajak Islam dan Iman. Ini Al-Quran dan Ilmu sebagai
argumentasi bagi kalian. Jika kalian hadir dalam majlis Ulama, dan anda menolak
apa yang dikatakan mereka, maka kehadiran anda sebagai hujjah yang membuat anda
berdosa. Sebagaimana anda semua bertemu Rasulullah Saww, di hari kiamat nanti,
sementara anda tidak menerima beliau, ketika seluruh makhluk dalam ketakutan
atas kebesaran, keagungan dan keadilan serta kesombonganNya, maka ketika itu
seluruh kerajaan dunia musnah, dan hanya kerajaan Ilahi yang abadi, semuanya di
hari kiamat kembali kepadaNya.
Sementara itu
para pemuka kaum Sufi juga tampak di sana dengan kemuliaan dan kelengkapannya,
dan bagaimana Allah memuliakan mereka di hari itu. Para paku bumi, adalah
penegak bumi, yaitu mereka sebagai penguasa makhluk dan pemukanya sekaligus
sebagai wakil Tuhan Azza wa-Jalla. Mereka hari ini tidak tampak dalam rupa,
tapi dalam makna, tetapi esok mereka tampak dalam rupa.Para pemberani dalam
argumentasi dan perang adalah mereka yang melawan orang kafir. Sedangkan sang
pemberani dari kalangan orang-orang sholeh adalah yang melawan hawa nafsunya,
watak manusiawinya, syetan dan para kolaborator kejahatan. Mereka ini adalah
syetan-syetan manusia. Sedangkan sang pemberani dari kalangan Khowash adalah
keberaniannya dalam Zuhud dunia dan akhirat dan zuhud dari segala hal selain
Allah secara total.
Anak-anak muridku
semua, manakah sesungguhnya Ubudiyah yang benar kepada Allah Ta’ala? Betapa
jauh anda meraih hakikatnya. Raihlah rasa cukup bersama Allah dalam seluruh
perkara kehidupan anda. Anda adalah hamba yang pergi dari tuan anda, dan
kembalilah kepadaNya. Merasalah sebagai hamba yang hina dan rendah hatilah di
hadapanNya, mengikuti perintah dan menjauhi laranganNya. Bersabar dan
berselaras terhadap ketentuanNya.
Bila semua ini
sudah anda lakukan dengan sempurna berarti pengabdian anda pada Tuan anda sudah
maksimal, dan anda bisa merasa cukup bersama Allah. “Bukankan Allah telah
mencukupi hambaNya?”Jika ubudiyah anda benar Allah pasti mencintai anda yang
anda rasakan dalam hati anda, yang membuat hati anda mesra bersamaNya. Taqarub
anda pun tanpa disertai susah payah, dan anda tidak merasa kesunyian karena
Allah bersama Anda, sehingga anda terus menerus Ridlo kepadaNya dalam segala
hal. Bahkan jika saja dunia ini terasa sempit bagi anda dan peluang-peluangnya
tertutup, maka Allah Yang Maha luas tetap bersama Anda. Bahkan anda tidak ingin
makan makanan selain dariNya, anda pun akan berselaras dengan Nabi Musa as,
ketika Allah berfirman:“Dan Kami haramkan pada Musa untuk disusui para wanita
penyusu sebelumnya.” (Al-Qashsah, 12)
Tuhan kita Azza
wa-Jalla, senantiasa Melihat dan Menyaksikan segalanya, dalam segala sesuatu
senantiasa Hadir, Dekat dengan segalaNya, tidak butuh pada segalaNya. Lalu
kenapa mesti ada keingkaran setelah mengenalNya?
Celaka anda ini.
Anda sudah mengenalNya kenapa harus mengingkariNya berkali-kali? Kalau anda
tidak segera kembali kepadaNya, anda akan terhalang dari semua kebaikan. Karena
itu bersabarlah bersamaNya, dan jangan bersabar untuk jauh dariNya.Ketahuilah,
siapa yang sabar akan mendapatkan kemampuan. Mana akal dan kehidupan anda?
Allah sampai berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan
jadilah orang yang penyabar, berkaitlah kepada Allah dan bertaqwalah pada Allah
agar kalian semua meraih kemenangan.”
Banyak ayat
tentang kesabaran yang menunjukkan adanya kebaikan dan kenikmatan, balasan dan
pemberian yang yang besar, ringan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Karenanya
bersamalah dengan Allah, dunia akhirat anda akan bahagia dengan kebajikan.Anda
semua harus banyak berziarah kubur dan ziarah pada orang-orang yang saleh,
berbuat kebaikan, maka perkara kehidupan anda akan beres. Jangan seperti
orang-orang yang yang mendapat nasehat tetapi tidak dihayati, dan seperti orang
yang mendengarkan pengetahuan tetapi tidak diamalkan.
Pengajian
Syeikh Abdul Qodir al-Jilani
Hari Jum’at
Pertengahan Syawal Tahun 545 H.
Qalbu orang-orang beriman senantiasa bersih, suci dan melupakan
makhluk, terus menerus mengingat Allah Azza wa-Jalla, melupakan dunia,
mengingat akhirat, melupakan apa yang ada padamu, dan mengingat apa yang ada di
sisi Allah Ta’ala.
Kalian bisa
terhijab oleh mereka dan seluruh apa yang ada pada para makhluk itu, disebabkan
kesibukanmu dengan dunia dan melalaikan akhirat. Kalian meninggalkan rasa malu
di hadapan Allah Azza wa-Jalla, sehingga kalian tersungkur di sana. Karena itu
terimalah nasehat kawan anda yang mukmin dan anda jangan kontra. Karena dia
yang tahu apa yang ada pada dirimu, hal-hal yang anda tidak tahu tentang
dirimu.
Karena itu
Rasulullah Saww bersabda: “Orang mukmin adalah cermin bagi sesama mukmin.”
Mukmin yang benar
dalam nasehatnya bagi sesama mukmin, akan menampakkan kejelasan apa yang
tersembunyi pada saudaranya, yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Ia mengenalkan mana yang menjadi kebaikan dan mana yang berdampak
keburukan. Maha Suci Allah yang telah memberikan anugerah di hatiku untuk
menasehati makhluk dan hal demikian telah dijadikan sebagai hasrat besarku.
Saya menasehati
dan saya sama sekali tidak menginginkan imbalan. Sebab akhiratku telah menjadi
bagian sukses bagi diriku di sisi Tuhanku Azza wa-Jalla. Aku tidak mencari
dunia, karena aku bukan budak dunia, juga bukan hamba akhirat, bahkan bukan
hamba selain Allah azza wa-Jalla.
Aku tidak
menyembah kecuali hanya kepada Sang Pencipta, Yang Esa, Yang Maha Esa nan
Qadim. Kepuasanku ada pada kebahagian kalian, dan kedukaanku jika kalian hancur
celaka. Jika aku melihat murid yang benar dan benar-benar telah meraih
kemenangan melalui diriku, aku merasakan kepuasan dan kelegaan, bahkan
kegembiraan, karena bagaimana hal itu terjadi melalui diriku?
Anak-anak
muridku….Hasratku adalah anda, bukan diriku. Jika anda bisa berubah, itu demi
anda, bukan demi diriku. Aku hanya menggambarkan pelajaran, dan sesungguhnya
yang membuat aku senang, semata karena ini semua hanya untuk dirimu.
Wahai para kaum
Sufi tinggalkan takabur di hadapan Allah Azza wa-Jalla dan takabur di hadapan
sesama makhluk. Lihatlah kadar diri-diri anda, dan rendah hatilah dirimu.
Awalmu hanya setets air hina, dan akhirmu hanyalah bangkai yang terbuang.
Karena itu kamu semua jangan tergolong orang yang tamak dan dikendalikan hawa
nafsu. Hawa nafsu yang mendorong anda untuk memasuki pintu-pintu penguasa untuk
mencari sesuatu dari mereka, untuk mendapatkan bagian atau pemberian mereka,
padahal bagian yang diberikan itu begitu hinadina.
Kanjeng Nabi
Saww, bersabda:“Siksa paling dahsyat dari Allah Azza wajalla pada hambaNya,
adalah ambisinya si hamba untuk meraih apa yang tidak dibagikan padanya.”
Betapa celakanya,
wahai orang bodoh terhadap takdir dan bagian dari Allah. Apakah kalian
menyangka bahwa generasi dunia ini mampu memberikan bagian pada kalian, hal-hal
yang bukan bagianmu? Tetapi anda perlu ingat, bahwa waswas (godaan) syetan yang
terus menggoda kealam dan hati anda, sampai anda tidak lagi menjadi hamba Allah
Azza wa-Jalla, dan menjadi hamba diri anda sendiri, menjadi budak nafsu dan
syetan anda. Menjadi budak naluri, harta dan uang anda. Hati-hatilah mana
tempat kemenangan dan kebahagiaan sampai anda mampu menempuh jalan ubudiyah
anda.
Diantara para
Ulama sufi mengatakan, “Siapa yang tidak mengenal tempat kebahagiaan hakiki,
pasti tidak pernah bahagia.” Anda mengetahua tempatnya, tetapi anda hanya
mengenal melalui kedua mata kepala anda, bukan dengan matahati dan rahasia
batin anda. Iman anda hanya melintas belaka, sampai anda hanya melihat tidak
dengan penglihatan hakiki. Allah Azza wa-Jalla berfirman:“Sesungguhnya bukan
mata yang buta, tetapi yang buta adalah matahati yang ada di dalam dada.”
Si tamak yang
memburu dunia dari tangan makhluk telah menjual agama dengan debu, menjual apa
yang abadi dengan yang fana, lalu dia tak mendapatkan kedua-duanya. Sepanjang
iman anda kurang, anda merasa kurang dengan dunia dan kehidupan anda hanya
untuk merebut sesama, sampai agama anda tergadaikan dan anda merasa bisa makan
dari mereka. Namun sepanjang iman anda sempurna, anda akan senantiasa mampu
bertawakkal jiwa anda kepada Allah azza wa-Jalla dan keluar dari sebab akibat
duniawi, memutuskan hati pada budak dunia menuju kepada Allah Ta’ala, lalu hati
anda pergi menjauh dari seluruh makhluk.
Disinilah hatimu
bisa keluar dari negerimu, keluar dari keluargamu, keluar dari took dan
popularitasmu. Lalu anda menyerahkan semua itu pada mereka, seakan-akan Malakat
Maut hendak menjemput anda, anda seperti sedang disambar oleh kamatian,
seakan-akan bumi hendak menelan anda, dan gelombang takdir telah meraih anda
memasukkan ke dalam lautan ilmu dan menenggelamkan anda di sana. Siapa yang
mampu di tahap ini, segala penderitaan dunia tidak berpengaruh baginya, sebab dunia
hanya pada lahirnya, bukan masuk dalam batinnya. Bahkan dunia untuk yang lain
bukan untuk hatinya.
Wahai para kaum
sufi…. Jika anda semua mampu melakukan apa yang saya sebutkan itu, mampu
mengeluarkan sebab akibat dunia dan ketergantungan padanya dari hatimu, anda
akan meraih kemenangan dari segala segi. Jika anda tidak mampu meraih semua
itu, paling tidak sebagian ajaran itu anda dapatkan. Nabi kita SAW
bersabda:“Kosongkan dirimu dari problema duniawi semampu (semaksimalmu).”
Anak-anak
muridku…Jika kamu sekalian mampu mengosongkan hatimu dari dunia, lakukanlah.
Jika tidak, maka cepatlah larikan hatimu menuju kepada Allah Azza-wa-Jalla.
Gantungkan hatimu pada Rahmat Allah Ta’ala, sampai problema dunia keluar dari
hatimu, karena Allah azza wa-Jalla Maha Kuasa atas segalanya dan Maha
mengetahui. Pada KuasaNyalah segalanya tergenggam. Kokohlah di pintuNya,
mohonlah agar hatimu disucikan dari selain DiriNya, lalu dipenuhi iman dan
ma’rifat padaNya, mengenalNya dan cukup denganNya, jauh bergantung pada makhlukNya.
Mohonlah agar dianugerahi Yaqin, dan kemesraan qalbu bersamaNya, kesibukan
fisik untuk taat padaNya. Mohonlah semuanya dariNya bukan dari selain Dia.
Jangan sampai
anda menyerahkan pada sesama makhluk, tetapi serahkan padaNya, bukan lainNya.
Engkau bermuamalah denganNya dan bagiNya, bukan bagi yang lain.Anak
muridku….Kefahaman teoritis dan ucapan, tetapi tidak disertai amal qalbu,
membuat anda tidak bisa melangkah kepada Allah Ta’ala, walau pun selangkah.
Perjalanan adalah perjalanan Qalbu. Kedekatan adalah kedekatan rahasia qalbu.
Amal sesungguhnya adalah amal hakiki disertai disiplin pada aturan syariat
dalam gerak fisik badan kita, dan Tawadlu (rendah hati) kepada Allah azza
wa-Jalla dan kepada para hambaNya.
Siapa yang
mengukur dirinya dengan hasrat diri sendiri, maka tidak akan dapatkan ukuran
benar. Siapa yang memamerkan amalnya pada makhluk, bukanlah disebut amal. Amal
sesungguhnya justru tersembunyi, kecuali hal-hal yang fardlu, yang harus
ditampakkan. Dan anda telah sembrono dalam melangkahkan jejak asas jiwa anda.
Tentu tidak ada manfaatnya manfaatnya anda membangun sesuatu di atasnya, karena
bangunan akan roboh. Fondasi amal adalah Tauhid dan Ikhlas. Siapa yang tidak
berpijak pada Tauhid dan Ikhlas, tidak akan meraih amal. Kokohkan asas fondasi
amal anda dengan Tauhid dan Ikhlas, lalu bangunlah amal itu dengan Daya Allah
Azza wa-Jalla, bukan dengan kekuatan dan dayamu. Tangan Tauhid adalah penegak,
bukan tangan syirik dan kemunafikan. Orang yang bertauhid adalah yang mampu
meninggikan derajat amalnya, bukan pada orang munafik.
Ya Allah jauhkan
diri kami dari kemunafikan dalam seluruh tingkah kami. Dan berikan kami
kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan lindungi kami dari azab
neraka.
Pengajian
Syeikh Abdul Qadir al-JilanyHari Ahad, 9 Dzul Qa’dah tahun 545 H.
Orang beriman itu
meraih bekal, sedangkan orang kafir itu menikmati. Orang beriman meraih bekal,
karena itu dia berada di perjalanan, lalu menerima sedikit saja dari hartanya,
dengan lebih mengedepankan pada akhirat yang lebih besar. Ia membiarkan dirinya
dengan sekadar bekal seorang penempuh perjalanan, karena semua hartanya untuk
akhirat. Hati dan cintanya di akhirat sana. Hatinya memutuskan untuk menetap di
akhirat, bukan menetap di dunia dan penghuninya. Kalau ia dapat makanan yang
baik, ia prioritaskan makanan itu untuk orang faqir, karena ia tahu bahwa di
akhirat ada makanan lebih baik dari itu semua.
Tujuan utama
orang beriman yang ‘arif dan ‘alim adalah mendekati Pintu Allah Azza wa-Jalla.
Dengan hatinya ia ingin mendekatiNya di dunia sebelum sampai ke akhirat.
Mendekati dengan hatinya adalah tujuan perjalanannya.Aku melihat anda ketika
berdiri, ruku’, sujud, bangun malam, berpayah-payah, sementara hatimu terus
menerus tidak pernah meninggalkan tempat, tidak keluar dari rumah WujudNya, dan
tidak bergerak dari tradisiNya.
Carilah Tuhanmu
dengan cara yang benar, karena bukan bersusah payah itu yang disebut dengan
cara yang benar. Lubangi dirimu dengan alat pelubang kebenaranmu. Buanglah tali
pengikatmu dengan makhluk dengan tali keikhlasan dan tauhidmu. Patahkan cekatan
tanganmu untuk meraih segalanya dengan tangan zuhudmu di dalamnya. Lemparkan
hatimu sampai ke pantai lautan kedekatan dengan Tuhanmu Azza Wa-Jalla. Pada
saat itu akan datang kepadamu kapal pertolongan yang meraihmu menuju Allah Azza
wa-Jalla.Dunia ini adalah lautan, dan imanmu adalah kapal.
Di sinilah Luqman
Al-Hakim ra, berkata, “Wahai anakku, dunia adalah lautan, dan iman adalah
kapal, angin yang menjalankan perahunya adalah keta’atan, dan benua adalah
akhirat.”Wahai orang-orang yang terus menerus bermaksiat, dalam waktu dekat
kamu akan buta, tuli, lumpuh dan miskin. Kerasnya hati para makhluk akan
merampas hartamu penuh kerugian. Berfikirlah, kembalilah pada Tuhanmu Azza
wa-Jalla.
Jangan sampai
kamu musyrik karena hartamu, dan kalian mengandalkan hartamu itu. Renungkanlah
datangnya maut. Minimalkan ambisi duniawimu, pendek dan potonglah angan-khayalanmu.
Sebagaimana Abu Yazid al-Bisthamy ra, berkata, “Orang mukmin yang arif sama
sekali tidak menuntut Allah, bukan tuntutan dunia, bukan pula tuntutan akhirat.
Ia hanya meminta dari Tuhannya.”
Anak-anak,
kembalilah pada Tuhanmu dengan hatimu. Orang yang bertobat adalah yang kembali
kepada Allah Azza wa-Jalla, sebagaimana firmanNya:”Kembalilah kepada
Tuhanmu..”Kembalilah, maka kalian serahkan semua kepadaNya, serahkan jiwamu,
lemparkan dirimu di hadapanNya, pada Rencana, Takdir dan PerintahNya, larangan dan
kehendakNya. Lemparkan hatimu tanpa kata-katamu, tanpa tangan dan kakimu, tanpa
mata, tanpa “bagaimana”, tanpa kenapa, tanpa kontra dan tanpa berbeda. Tetapi
dengan keselarasan dan kejujuran, dengan ucapan yang benar, dengan perintah
yang benar, dengan takdir yang benar, dan engkau dapatkan kehendak yang benar.
Kalau kamu seperti itu, pasti hatimu akan kembali dengan musyahadah kepadaNya.
Jangan bersenang
dengan sesuatu, tetapi hati-hati dengan sesuatu itu, sesuatu mulai di bawah
Arasy sampai bintang tsuraya. Cepatlah lari dari semua makhluk itu, sampai tak
tersisa di hatimu. Beradab dengan para syeikh tidak baik kecuali pada orang
yang telah berkhidmah demi keselamatan makhluk. Lihatlah perilaku mereka
bersama Allah Azza wa-Jalla.Banyak orang yang membikin pujian dan cacian
seperti hujan dan kemarau, malam dan siang, keduanya silih berganti, dipandang
semuanya dari Allah Azza wa-Jalla, karena semua itu takdir Allah Azza wa-Jalla.
Ketika sudah benar-benar nyata di mata mereka, mereka pun tidak menghiraukan
pujian orang memuji dan tidak lari dari cacian para pencaci. Karena hati mereka
telah keluar dari kecintaan terhadap makhluk maupun kebencian mereka. Justru
mereka merasa kasihan sekali dengan para makhluk itu.
Jangan sampai
kalian disesatkan oleh ilmu, yang membuat anda tersesat. Anda sholat dan puasa
demi makhluk, sampai para makhluk itu merasa tunduk padamu, menyerahkan
hartanya padamu, memuji anda di rumah-rumah mereka dan di majlis-majlis mereka,
dan anda merasa berhasil karena makhluk-makhluk itu. Jika maut menjemputmu,
siksa mendatangimu, kesusahan dan penderitaan yang menghalangi dirimu dengan
mereka, padahal tak satu pun yang bisa menolong dirimu, dan harta yang kalian
raih dari mereka itu dirampas orang lain, sementara siksa dan hisab menantimu, sungguh
wahai mahrum, anda dapatkan semua di dunia, tapi anda dapatkan semua siksa di
akhirat esok.
Ahli ibadah
adalah para wali, dan para abdal yang mukhlis sangat dekat dengan Allah Azza
wa-Jalla. Para Ulama yang mengamalkan ilmunya adalah pengganti Allah di
bumiNya, menjadi utusanNya, mewarisi para NabiNya dan RasulNya. Bukan kalian
wahai orang yang di sibukkan oleh retorika, bukan kalian yang religius-formalis
sementara batin anda bodoh.Apa yang anda dapatkan? Islam? Islam anda tidak
benar! Padahal dasar Islam itu Syahadat. Sementara hatimu tidak bersyahadat.
Kalian berucap Tiada Tuhan selain Allah, tetapi anda dusta. Di hatimu terkumpul
berhala-berhala ketakutanmu pada penguasamu, lalu menjadi sesembahan hatimu
yang menjubali jiwamu. Prinsip mengandalkan karyamu, labamu, upayamu,
kekuatanmu, pendengaranmu, penglihatanmu, pukulanmu, adalah berhala-berhala.
Pandanganmu bahwa
manfaat, bencana, anugerah, hambatan, kamu anggap dari makhluk, adalah
berhala-berhala. Betapa banyak orang menyebutkan semua ini dengan ucapannya,
lalu mereka memamerkan, menampakkan seakan-akan mereka ini ahli tawakkal pada
Allah Azza wa-Jalla, justru dzikir mereka hanya di lisan, bukan sampai di
hatinya. Mereka begitu bangga dengan stylenya, dan mereka katakan, “Nah, begini
ini…inilah….bukankah kami ini muslim? Besok di akhirat akan tampak jelas cacat
mental mereka, dan jelas keburukannya.Hai celaka! Anda mengokohkan dalam ucapan
“Tiada Tuhan….” Dengan menafikan semuanya, dan “Kecuali Allah” sebagai
penetapan total padaNya, bukan selainNya. Lalu kenapa masih ada sisa waktu bagi
hatimu untuk mengandalkan yang lain selain Allah Azza wa-Jalla? Anda bohong
besar! Ternyata anda punya berhala yang anda andalkan? Padahal hati adalah yang
beriman, yang menyatu, yang mukhlish, yang taqwa, yang wara’, yang zahid, yang
meyakini, yang mengenal, yang mengamalkan. Hatimulah pemimpin, yang lain hanya
pasukan. Kalau kamu mengucapkan Laailaaha Illallah, haruslah hatimu dulu baru
lisanmu. Pasrahkan padaNya, gantungkan padaNya, bukan pada lainNya.Biarkan lahiriyahmu
sibuk dengan aturan hukum, tetapi hatimu harus bersama Allah Azza wa-Jalla.
Biarkan dzohirmu
menghadapi kebajikan dan kejahatan, tetapi hatimu harus sibuk bersama pencipta
kebajikan dan kejahatan. Yang mengenalNya, akan sampai kepadaNya. Semua ucapan
ada di hadiratNya. Tawadlu’lah padaNya dan hamba-hambaNya yang sholeh.
Lipatkanlah hasrat, kesedihan, tangisan, ketakutan dan rasa hinamu, rasa
malumu, penyesalanmu atas keteledoranmu karena hilangnya ma’rifat dan
pengetahuan serta kedekatan denganNya.”Allah yang bertindak apa yang
dikehendakiNya, tidak akan ditanya apa yang dilakukanNya, dan mereka justru
yang ditanya (apa yang mereka lakukan)”Renungkan apa yang kurang, yang teledor,
yang bodoh, yang terlempar, yang bakal menimpanya, dan lihatlah ke masa depan
yang dihadapinya, apakah ia diterima atau ditolak oleh Allah SWT, apakah ia
diberangus, apakah kelak di hari kiamat bersama orang yang beriman atau bersama
orang-orang kafir. Nabi SAW saja bersabda:”Akulah yang paling ma’rifat kepada
Allah, dan paling takut kepadaNya”.
Diantara jumlah
kecil para arifin, ada yang membaca apa yang ada di Lauhul Mahfudz, lalu ia
merenungkan di hatinya, dan Allah memerintahkan untuk menyembunyikannya, tidak
menampakkan melalui nafsunya, dengan tetap ber-islam, menjalankan perintah dan
menjauhi laranganNya, sabar atas bencana, dan Zuhud dari segala hal selain
Allah Azza wa-Jalla. Sama bagi merka antara debu dan emas, antara pujian dan
cacian, antara pemberian dan halangan, antara nikmat dan derita, antara kaya
dan miskin, antara ada dan tidaknya sesama makhluk. Kalau sesudah sempurna
semua itu Allah di belakang mereka secara total, baru kemudian Allah memberikan
stempel dengan kepemimpinan ruhani dan kewalian atas makhluk. Setiap orang yang
memandangnya senantiasa meraih manfaat karena Kharisma Ilahi dan cahayaNya yang
membias padanya.Ya Tuhan Kami berikanlah kami di dunia kebajikan, dan di
akhirat kebajikan, dan lindungilah kami dari siksa neraka.
Pengajian
Syeikh Abdul Qadir al-JilanyHari Selasa 11 Dzul Qa’dah, 545 H.
Al-Hasan Bashri
mengatakan, “Pandanglah dunia ini dengan mata yang hina, maka demi Allah
sesungguhnya anda tidak akan meraih kebaikan sebelum anda melihatnya dengan
pandangan kehinaan.”
Anak-anak
sekalian…. Mengamalkan Al-Qur’an berarti memposisikan dirimu pada sisiNya, dan
mengamalkan Sunnah berarti memposisikan dirimu di sisi RasulNya, Nabi Muhammad
SAW. Hatinya dan citanya tidak pernah bergeser dari jiwa sesama manusia. Orang
inilah yang yang diberi anugerah kebajikan dan kedalaman, kejernihan dan riasan
atas rahasia-rahasia jiwanya. Orang inilah yang dibukakan pintu taqarrub, yang
bangkit, yang pergi meninggalkan diri antara hati dan rahasia hati dan antara
Tuhannya Azza wa-Jalla. Setiap langkah jejaknya senantiasa menambah kegembiraan
jiwanya.
Maka siapa pun
yang dianugerahi rizki seperti itu, ia harus bersyukur dan bertambah taatnya.
Kalau seseorang bergembira di luar anugerah seperti itu, berarti seseorang
telah meraih ketololan, karena orang bodoh adalah orang yang bergembira dengan
dunia. Sedangkan orang yang pandai adalah yang memanfaat peluang semampang di
dunia. Orang yang bodoh selalu membantah takdir dan kontra pada ketentuanNya.
Orang ‘alim senantiasa selaras dan ridlo kepada takdirNya.
Hei kalian,
sungguh kasihan sekali. Jangan sampai dirimu menentang takdir dan
memberontakNya, hingga dirimu masuk dalam jurang kehancuran. Rotasi hakikat
adalah rela kepada Perilaku Allah Azza wa-Jalla, mengeluarkan makhluk dari
dalam hatimu, sampai kalian bertemu Sang Pemelihara makhluk. Engkau menemuiNya
dengan hatimu, sirrmu dan maknamu. Dengan begitu kalian bisa mengikuti Langkah
Ilahi Azza wa-Jalla, jejak RasulNya dan hamba-hambaNya yang saleh.Bila kalian
punya kemampuan untuk berkhidmah kepada orang-orang saleh, lakukan, karena itu
lebih baik bagimu di dunia dan di akhirat.
Kalau kalian
memiliki seluruh dunia, sementara hatimu tidak seperti hati mereka, maka kalian
tidak memiliki sedikit pun, seperti hati mereka yang dilimpahi kebajikan Allah
Azza wa-Jalla. Mereka yang memiliki dunia dan akhirat, dalam aturan antara
kalangan publik dan kalangan elit Ilahi dengan aturan Allah Azza wa-Jalla.Aduh,
kalian jangan menyandarkan hasratmu kepada sesama makhluk. Sementara dalam
benakmu hanya makan dan minum, bergaya pakaian, memuaskan kawin, menumpuk dunia
dan ambisius. Orang-orang yang memburu dunia akan terjerumuskan ketika di
akhirat. Dagingmu hanya akan jadi santapan ulat dan belatung serta binatang
ganas bumi.
Sabda Nabi
saw:”Allah Azza wa-Jalla punya malaikat yang terus mengumandangkan pagi dan
petang: “Wahai manusia, siapkan dirimu untuk maut….sadarlah kalian datangnya
kehancuran….dan bersatulah menghadapi musuh…”Orang mukmin yang benar selalu
punya niat yang baik dalam seluruh urusan kerjanya di dunia, bukan demi dunia,
tetapi demi akhirat. Ia bangun masjid, gedung, madrasah, pesantren dan
membangun jalan bagi ummat. Kalau tidak membangun itu semua, maka ia hanya membangun
keperluan keluarga, orang miskin dan orang yang tak berdaya dan hal-hal yang
harus dilakukannya. Yang ia inginkan sesungguhnya dari membangun itu adalah
membangun di akhirat, bukan membangun menuruti hawa nafsunya.Bila manusia
berpijak benar seperti itu, ia bersama Allah Azza wa-Jalla dalam semua
perilakunya, lalu kekurangannya tetap bersama Allah, kelebihan materinya tetap
bersama Allah, hatinya bertemu dengan para Nabi dan Rasul SAW. Ia menerima apa
yang datang dari para Nabi dan rasul itu, baik dalam ucapan maupun tindakan,
penuh keimanan dan keyakinan, apalagi jika bisa bertemu mereka di dunia dan di
akhirat.
Orang yang
berdzikir kepada Allah Azza wa-Jalla adalah orang yang hidup, yang mengalami
transformasi dari kehidupan ke kehidupan, maka ia tak pernah mati kecuali
sejenak. Manakala dzikir terus langgeng berlangsung dalam hati, langgeng pula
dzikir hamba kepada Allah Azza wa-Jalla, walau lisannya tidak berdzikir.
Sepanjang hamba langgeng berdzikir, langgeng pula keselarasannya dengan Allah,
ridlo dengan perilaku Ilahi. Bila anda tidak berselaras dengan Allah atas
datangnya musim dingin, berarti anda mendustai musim dingin, begitu pula jika
anda tidak berselaras dengan Allah datangnya musim panas, anda mendustai musim
panas. Berselaras atas dua musim itulah yang menghilangkan penderitaan anda dan
kerasnya dua musim itu. Begitu pula berselaras dengan cobaan dan penderitaan
menghilangkan keruwetan, kesempitan dan luka, serta depressi, disaat dua musim
itu tiba.Betapa mengagumkan perilaku kaum Sufi, betapa indahnya kondisi jiwa
mereka. Semua yang datang dari Allah Azza wa-Jalla dirasa baik di hati mereka.
Karena mereka telah dilimpahi air ma’rifat dan berapa dalampangkuanNya,
senantiasa mesra bersamaNya di sisiNya dan menghapuskan diri dari selain DiriNya,
senantiasa mati di hadapanNya. Ia telah diliputi oleh sifat Kharisma Ilahi, dan
jika Allah berkehendak Dia membangkitkan mereka, menghidupkan mereka. Mereka di
Tangan Allah seperti Ashhabul Kahfi dalam guanya. Yaitu mereka dikatakan dalam
Al-Qur’an:”Dan mereka Kami belokkan ke arah kanan dan ke arah kiri”Mereka
adalah manusia paling cerdas, karena menyerahkan harapannya kepada Tuhannya,
harapan maghfirah dan keselamatan dalam seluruh perilaku kehidupannya.
Sementara kalian, beramal dengan amalnya ahli neraka sembari mengharap syurga.
Anda mengangan-angan sesuatu yang bukan tempatnya. Anda jangan terpedaya oleh
tipudaya orang yang meminjami, dan dalam waktu singkat mengambil harta anda.
Allah telah meminjami kehidupan kepada anda, sampai dirimu taat kepadaNya dalam
kehidupan itu. Allah menahanmu di dunia agar kamu bisa melakukan peluang yang
diberikan. Begitu juga kesehatan, kekayaan, keamanan, derajat, semuanya adalah
pinjaman dari Allah. Semua kenikmatan adalah pinjaman pula. Jangan anda berbuat
sembrono, atas pinjaman tersebut. Maka semua pinjaman Allah itu harus anda
jadikan sebagai peluang ketaatan. Semuanya harus dijadikan tempat aktivitas
untuk kesalamatan bersama Allah Azza wa-Jalla, dunia hingga akhirat.
Sebagian Sufi
mengatakan, “Berselaraslah dengan Allah dalam mengurusi soal sesama makhluk.
Jangan berselaras dengan kepentingan makhluk untuk urusan Allah. Bangkrutlah
orang yang bangkrut. Tuntaslah orang yang menunaikan. Karena anda tahu, bahwa
orang yang berselaras dengan Allah Azza wa-Jalla itu adalah orang-orang yang
saleh dari hamba-hambaNya yang berselaras.”
Pengajian Syeikh
Abdul Qadir al-Jilany Hari Jum’at Pagi Tanggal 7 Dzul Qa’dah, 545 H.
Hai Munafiq!
Allah memberangus dirimu dari muka bumi. Apa yang masih tersisa dari
kemunafikanmu? Sampai dirimu terus menerus mengumpat Ulama Sholeh, para Auliya’
yang Soleh? Kalian memakan daging mereka dalam pesta bersama dengan
kelompok-kelompok munafikmu? Padahal dalam waktu dekat dagingmu akan disantap
oleh ulat-ulat, mulutmu, dan ulat-ulat itu akan mencabik-cabik dan
merobek-robekmu. Bumi akan menelanmu, menjepitmu dan menggilasmu.
Tak ada
kemenangan dan kebahagiaan bagi orang yang tidak memiliki baik sangka
(husnudzon) kepada Allah Azza wa-Jalla dan kepada hamba-hambaNya yang saleh,
tak ada kebahagiaan bagi mereka yang tidak tawadlu pada hamba-hambaNya itu.
Kenapa anda tidak rendah hati kepada mereka? Padahal mereka adalah para pemuka
ruhani dan pemimpin ummat. Apa pangkatmu wahai munafik, dibanding
mereka?Padahal Allah Azza wa-Jalla telah mengikat jiwa para Auliya dan Ulama
saleh; dimana hujan turun dan tumbuhan ranum karena mereka. Setiap makhluk
seperti dibawah perlindungan mereka. Setiap orang dari mereka ini seperti
gunung yang tak tergoyahkan oleh bencana dan guncangan musibah. Tauhid mereka
dan ridlo mereka begitu kokoh terhadap Allah, Tuhan mereka. Mereka senantiasa
berjuang untuk ummat dan jiwanya.
Bertaubatlah
kepada Allah hai munafik! Mengaku salahlah kepadaNya, akuilah dosa-dosamu,
antara dirimu dengan Allah, dan hinakan dirimu di hadapanNya. Sungguh! Kalau
anda tahu apa yang ada padamu saat ini, anda semua pasti tidak seperti ini.
Beradablah kamu di hadapanNya, sebagaimana para pendahulumu beradab kepada
Allah Azza wa-Jalla. Kenapa anda seperti banci? Watak, perilaku dan
keberanianmu? Keberanian dalam agama adalah berani menegakkan kewajiban Allah
Ta’ala.
Janganlah kalian
menghina ucapan para Ulama dan para sufi. Karena ucapan mereka adalah obat dan
buah. Sekarang tak ada Nabi diantara kalian, kecuali kalian semua mengikuti
para Ulama saleh, karena dengan begitu kalian mengikuti jejak Nabi SAW, karena
merekalah yang mengukuti jejak nabi dengan sebenar-benarnya. Jika kalian
mengikuti seperti mengikuti Nabi, jika kalian melihat seakan-akan melihat para
Nabi.
Bergurulah kepada
Ulama-ulama yang taqwa. Karena berguru kepada mereka membawa barokah. Jangan
berguru kepada Ulama-ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, karena berguru
kepada mereka malah runyam. Jika kamu berguru kepada orang yang lebih taqwa dan
lebih berilmu, maka belajarmu meraih barokah yang banyak. Tapi kalau kamu
berguru kepada orang yang lebih tua dari kamu usianya, tetapi tidak ada
ketaqwaan dan ilmu, maka belajarmu akan membawa bencana.
Beribadahlah
untuk Allah, bukan untuk selain Allah. Tinggalkan hatimu hanya untuk Allah,
jangan biarkan hatimu untuk selain Allah. Sebab beramal selain Allah bisa
kufur. Membiarkan hati untuk selain Allah Riya’. Siapa pun yang tidak mengenal
ini dan beramal untuk selain ini dia berada dalam kesesatan, tanpa disadari
maut telah menjemputnya.Hati-hati kalian. Kalian harus sampai kepada Tuhan
kalian.
Putuskan hatimu
dari selainNya. Sebagaimana sabda Nabi SAW:”Berwushullah pada orang yang berada
diantara dirimu dan Tuhanmu, kalian semua akan bahagia…”Beradalah bersama shaf
orang yang diantara dirimu dan Tuhanmu, melalui perlindungan hati orang-orang
saleh.Anak-anak sekalian. Jika anda temui dirimu, di hatimu, masih suka membedakan
antara orang miskin dan orang kaya, maka kalian tidak akan bahagia. Muliakan
orang fakir dengan kesabaran mereka, dan ambillah berkah dari mereka, bertemu
mereka dan bermajlis dengan mereka. Nabi saw, bersabda: “Kaum fakir adalah para
penyabar, merekalah kaum majlis Ar-Rahman di hari kiamat.”Saat ini mereka
bermajelis dengan Allah melalui hatinya, besok mereka dengan jasadnya. Para
fakir adalah mereka yang hatinya zuhud dengan dunia, berpaling dari pesona
dunia, dan mereka memilih kefakiran dibanding kemewahan, mereka bersabar dengan
kenyataan itu. Ketika telah sempurna mereka dilamar oleh akhirat. Ketika
bertemu akhirat mereka melihat bahwa akhirat ternyata bukan Tuhan mereka, lalu
mereka berpindah dari akhirat, lalu mereka lari karena malu kepada Tuhannnya
Yang Maha Agung dan Mulia. Bagaimana tidak? Kenapa harus bermukim pada selain
Allah? Akhirnya mereka bertemu dengan Sang Pencipta dan bermesraan denganNya,
lalu menyerahkan semua perbuatannya padaNya, dan seluruh kebajikan dan
kepatuhan, lalu mereka terbang degan sayap-sayap kebenaran jiwanya menuju Allah
Azza wa-Jalla. Mereka terbang menuju yang mewujudkan mereka, mencari
Ar-Rafiiqul A’la (Allah Yang Maha Asih lagi Luhur). Meraih Yang Maha Awal dan
Maha Akhir, Maha Dzohir dan Maha Bathin, sampai pada cakrawala Kedekatan,
sehingga mereka menjadi golongan yang disebut Allah Azza wa-Jalla:”Dan mereka
sesungguhnya, di sisi Kami,. Termasuk orang-orang yang sangat terpilih.”Hati
mereka, hasrat mereka dan makna mereka hanya pada Kami. Lubuk jiwa paling
dalam, hanya bagi Kami.
Jika para Sufi
sudah sempurna, mereka tidak sama sekali tergoda oleh dunia dan akhirat. Langit
dan bumi dan diantara langit dan bumi telah terlipat oleh hati, rahasia hati
yang telah menfanakan mereka dari selain Allah dan mempertemukan Allah SAWT.
Kalau saja mereka ada di dunia, tetap dikembalikan pada sikap manusiawinya,
demi memenuhi bagian takdir mereka, agar Ilmu dan Qodlo-QodarNya tidak diganti,
sehingga mereka memperbaiki adab bersama Ilmunya Allah, Qodlo dan QodarNya. Dan
mereka meraih apa yang diberikan Allah melalui jejak Zuhud, bukan dengan Nafsu
dan Hawa, atau pun hasrat. Karena itu pula aturan hukum dzohir tetap terjaga
bagi mereka dalam segala perilakunya. Mereka tidak pernah bakhil kepada sesama.
Kalau diberi kemurahan di dunia, semuanya untuk mendekatkan diri mereka kepada
Allah Ta’ala, tak sebesar atom pun di hatinya ada sisa dunia.Kalau kalian masih
bersama dunia, kalian tak dapatkan akhirat. Dan selama masih dengan akhirat
kalian tak dapatkan Allah Tala’a.
Jadilah kalian
sebagai pelaksana tugas Ilahi. Jangan bodoh lagi! Jangan sampai kalian
tergolong orang yang disesatkan dari pengetahuan kebenaran. Diantara caramu
bertemu Allah, temuilah orang-orang miskin melalui hartamu. Karena sedekah itu
bekerjasama dengan Allah Ta’ala Yang Maha Kaya dan Murah. Apakah ada yang rugi
kalai bekerjasama dengan Yang Maha Kaya dan Maha Murah? Nafkahkanlah demi Wajah
Allah Sebiji atom yang kau nafkahkan demi Allah, akan kau dapatkan segunung
balasan dariNya. Setetes yang kau nafkahkan, selautan yang diberikanNya, di
dunia dan di akhirat akan kau raih semuanya, pahala dan
balasanNya.Anak-anak…kalau kau beramal untuk Allah, bersihlah tanamanmu,
mengalirlah sungai-sungaimu, rimbun, ranum dan subur tanamanmu. Perintahkan
kebaikan, cegahlah kemungkaran dan tolonglah agama Allah azza wa-Jalla.
Hadiahkan semua di dalamnya dengan benar. Siapa bersedekah dalam kebaikan akan
abadi sedekahnya, baik dalam sunyi, sendiri, terang-terangan, suka maupun duka,
musim semi maupun kemarau.
Carilah
kebutuhanmu dari Allah bukan dari makhluk. Kalau kalian memang bersama sesama
makhluk, sunyikan hatimu bersama Allah Ta’ala, Allah akan melimpahkan ilhamNya
untuk dirimu keman arah yang harus kau raih hajatmu. Kalau kalian mendapatkan
rizki itu bukan dari mereka tetapi dari Allah swt.
Orang-orang Sufi
mengeluarkan kepentingan hasrat rizkinya dari hati mereka, karena mereka tahu
kadar dan bagian dariNya, lalu mereka tidak berambisi dan bernafsu mencarinya,
lalu hatinya bersemayam pada Sang Pemilik semuanya. Mereka merasa cukup dengan
anugerah Allah Ta’ala, atas Maha DekatNya dan PengetahuanNya. Jikia sudah
sempurna perilaku perjalanannya mereka menghadap arah makhl;uk lain, dan
memberikan pencerahan pada mereka agar menuju kepada Sang Maha Diraja, dimana
mereka menata hati ummat untuk dekat kepadaNya, demi diterimanya mereka dan
Ridlo dariNya.
Diantara para
Sufi – semoga Allah merahmati – berkata, “Hamba Allah yang sesungguhnya adalah
mereka yang ibadahnya benar-benar hanya bagi Allah, sama sekali tidak pernah
mencari ganti dunia dan akhirat. Dia hanya mencariNya, bukan lainNya.”Ya Allah,
tunjukkan semua makhluk menuju PintuMu. Inilah permohonanku selamanya dan
sepenuhnya terserah Engkau.Ini doa umum yang kupanjatkan padaNya. Adapun Allah
azza wa-Jalla berbuat sekehendakNya bagi makhlukNya. Jika hati telah benar,
maka rahmat dan rasa asih akan melimpah ke sesama.
Seorang Sufi
berkata, “Tak ada orang yang berbuat kebajikan begitu banyak dan tidak
meninggalkan dosa, kecuali para Shiddiqun. Kaum Shiddiqun meninggalkan dosa besar
dan kecil, kemudian menjaga wara’nya dari kesenangan syahwat, meninggalkan
hal-hal yang dibolehkan tetapi masih kabur, dan hanya mencari halal yang mutlak
(benar-benar halal). Kaum Shiddiqun siang dan malamnya full ibadah, mereka
robohkan kebiasaan watak manusiawi, dan meraih rizki melimpah tak terhingga.
Jiwanya jernih dan bersih. Ia tetap bersabar ketika terhalang keinginannya,
ketika tujuannya gagal. Coba bayangkan, dia berdoa tapi tidak diijabah, dia
memohon tapi tidak diberi, dia mengadu, tapi bertambah aduannya, dia mencari
jalan keluar tapi tidak menemukan, dia mendekat tetapi tidak tahu apakah Dia
dekat dengannya, seakan-akan dia tak beriman dan tak bertauhid. Dan semua itu
dilakukan dengan penuh kesabaran, karena dia hanya tahu bahwa kesabarannya
itulah jadi obat bagi kejernihan jiwanya, bagi pendekatan kepadaNya. Semua
kebaikan akan tiba setelah perjuangannya itu. Maka disinilah bedanya orang
beriman dan orang munafik, orang bertauhid dan orang musyrik, orang yang ikhlas
dan orang yang pamer, orang yang berani dan orang penakut, orang yang kokoh dan
skeptik, orang yang sabar dan orang emosional., orang yang benar dan orang
bathil, orang yang jujur dan pendusta, orang pencinta dan pemberang, pengikut
sunnah dan pengikut bid’ah.
Dengarkan ucapan
kaum sufi. “Jadilah di dunia ini seperti orang yang terluka dan sabar atas obat
yang dituangkan demi menghilangkan rasa sakitnya. Semua yang ada di dunia
adalah cobaan dan bencana ketika anda bersama makhluk. Mereka memandang dalam
bencana, manfaat, anugerah dan kegagalan. Semua obat, dan hilangnya bala’,
justru ketika hatimu keluar dari makhluk, dan tekadmu hanya pada ketentuan
takdir. Janganlah anda berambisi menjadi pemuka diantara mereka, dan hendaknya
hatimu hanya bersama Tuhanmu Azza wa-Jalla, sirrmu jernih bersamaNya, hasratmu
hanya menuju kepadaNya. Jika nyata bagimu seperti itu maka hatimu membubung di
barisan para Nabi dan rasul , Syuhada’ dan Sholihin, serta Malaikat Muqarrabin.
Jika langgeng konsistensimu, engkau akan besar, agung, tinggi, membubung, dan
semua kembali kepadamu. Allah melimpahkan apa yang dilimpahkanNya, memberikan
apa yang diberikanNya. Sungguh rugi orang yang tuli dari ucapan ini.”Wahai
orang yang sibuk dengan kehidupannya, jauh dari meraca cukup bersamaku,
sedangkan laba ada padaku, riasan akhirat pada diriku. Aku mengundang sekali
lagi, mengumumkan sekali lagi, kenapa kalian masih menengok selain Diriku? Aku
telah memberikan segalanya. Jika berhasil meraih akhirat padaku, aku tidak
makan sendiri, karena orang dermawan tidak pernah makan sendiri. jadilah kalian
orang yang melihat kemurahan Ilahi, dan anda tidak pernah melihat diriku bakhil
bukan? Siapa yang mengenal Allah Azza wa-Jalla, selainNya terasa hina.
Kebakhilan itu dari ego nafsu, sedangkan nafsu si Arif telah mati jika disandarkan
pada nafsu makhluk. Nafsu arif muthmainnah pada janji Allah Azza wa-Jalla,
takut dengan ancamanNya.
Ya Tuhan,
limpahilah rizki pada kami sebagaimana Engkau limpahi rizki pada kaum Sufi. Dan
berikanlah kepada kami kebajikan dunia dan kebajikan akhirat, dan lindungi kami
dari azab neraka.”
Pengajian Syeikh
Abdul Qadir al-Jilany Hari Jum’at pagi tanggal 14 Dzul Qa’dah 545 H.
Anda jangan ragu
dengan rizki anda, sebab rizki yang mencarimu itu lebih penting daripada kamu
mencarinya. Jika anda meraih rizki hari ini, tinggalkan berambisi untuk rizki
besok pagi. Seperti ketika engkau melewati sore, anda juga tidak tahu apakah
rizki itu akan datang atau tidak dengan kesibukanmu.
Kalau anda
mengenal Allah, pasti anda lebih sibuk dengan Allah Azza wa-Jalla dibanding
memburu rizki, sebab KharismaNya akan menghalangi perburuan anda. Karena orang
yang mengenal Allah, lisannya akan terbungkam. Orang ‘arif akan terus membisu
di hadapan Allah, sampai datang perintah Ilahi untuk terjun ke wilayah
mashlahat publik. Jika Allah memerintahkan si arif ke publik, akan hilang
kebisuan lisannya, dan hilang pula keterasingannya dengan ragam masyarakat.
Nabiyullah Musa
AS, ketika menggembala kambing, lisannya terasa cadel, dan asing dengan massa.
Namun ketika Allah memerintahkannya, maka Nabi Musa AS, berdoa, “Dan
lepaskanlah kecadelan di lisanku hingga mereka faham ucapanku…”Seakan-akan Nabi
Musa as, berkata, “Ketika aku terjun di padang untuk menggembala domba, aku
tidak membutuhkan pada kekeluan lisanku, sekarang aku berada di tengah khalayak
dan harus memberikan pengetahuan kepada mereka.” Maka dengan hilangnya
kecadelan atau kekeluan di lisannya, dia bicara sembilan puluh kalimat yang
sangat fasih dan sangat mudah difahami. Kecadelan Musa as, gara-gara ia menelan
bara api di hadapan Firaun dan Asiah di saat masih balita dulu.
Anak-anak
sekalian, aku melihatmu, sangat sedikit pengetahuanmu kepada Allah Azza
wa-Jalla, dan pada RasulNya serta Auliya’Nya, para pengganti Nabi, dan
KhalifahNya. Kalian sunyi dari hakikat makna. Anda adalah burung dalam sangkar.
Rumah yang kosong dan telah roboh. Pohon yang kering dan telah gugur
daun-daunnya.Kibaran bendera hati seorang hamba, pertama-tama dengan Islam,
kemudian meneguhkan ke-Islam dengan Istislam (pasrah total pada Allah),
pasrahkanlah dirimu pada Allah Azza wa-Jalla, maka selamat pula jiwamu dan yang
lainnya.Anda harus keluar dari dirimu dengan hatimu, keluarkan hatimu dari
makhluk, dan hadir ke hadapanNya telanjang dari dirimu dan dari mereka.
Bila Allah
menghendaki, Dia akan memberikan pakaian dan menghias pakaianmu lalu
mengembalikan dirimu pada khalayak, kemudian dirimu melaksanakan tugas perintahNya,
dengan RidloNya dan Ridlo RasulNya SAW, sembari kamu menunggu perintah
berikutnya, dirimu tetap simpuh di hadapanNya. Jika bisa menepiskan segala hal
selain Allah Azza wa-Jalla, si hamba ini teguh di hadapanNya di atas telapak
jiwanya dan rahasia jiwanya.
Musa as, berkata
dengan ucapan kondisi ruhaninya:”Aku bergegas kepadaMu, oh Tuhanku, semoga
Engkau meridhoi…”Seakan beliau bermunajat, “aku menyingkirkan duniaku dan
akhiratku serta seluruh makhluk. Aku telah putus dari sebab akibat dunia, dan
aku melepaskan apa yang kumiliki. Aku datang kepadaMu dengan bergegas, agar
Engkau ridho kepadaKu dan mengampuni dosaku, ketika sebelumnya aku bergabung
dengan mereka.”Jika dibandingkan dengan munajat itu, wahai orang bodoh, dimana
dan apa yang ada padamu? Kalian ini ternyata hamba nafsumu, duniamu dan hawamu.
Kalian hamba khalayak, dan bermusyrik dengan mereka, karena kalian mengandalkan
pandangan mereka dalam soal manfaat dan bahaya, sementara kalian mengharapkan
syurga, kalian merasa takut masuk neraka. Dimana posisi kalian di hadapan Allah
yang membolak-balik hatimu yang berfirman, “Jadilah, maka terjadilah…”
Anak-anak
sekalian, janganlah anda ini diperdaya oleh taatmu yang membuatmu kagum pada
prestasi ibadahmu. Mohonlah kepada Allah Azza wa-Jalla, agar taatmu diterima,
jangan sampai amalmu itu tertolak. Jangan sampai anda disebut: “Jadilah taatmu
sebagai maksiat dan kejernihanmu jadi kotoran.” Siapa pun yang mengenal Allah
Azza wa-Jalla, tidak pernah mengandalkan sesuatu dan tidak pula diperdaya oleh
sesuatu. Dia tidak merasa aman sampai ia keluar dari dunia dengan keselamatan
agamanya, dan menjaga antara dirinya dan Allah Azza wa-Jalla.Anak-anak
sekalian. Seharusnya anda melakukan amaliyah qalbu dan keikhlasannya. Ikhlas
yang sempurna adalah bersih dari segala hal selain Allah, sedangkan keikhlasan
itu didasari ma’rifatullah Azza wajalla. Sementara aku tidak melihat anda
sekalian kecuali anda ini adalah para pendusta, baik dalam wacana maupun
tindakan, baik dalam sunyi atau ramai. Apa yang kalian jadikan pijakan, jika
kalian berkata tanpa tindakan? Kalian bertindak tanpa keikhlasan dan tauhid?
Bila kalian penuh kotoran di dirimu, dan berharap Allah meridhoimu, berharap
penerimaan amalmu dan ridloNya, bagaimana mungkin? Padahal dalam sesaat anda
telah menyalakan api neraka, sedangkan amalmu kelak di hari kiamat sudah
dipilah, mana yang putih, mana yang hitam, mana yang kelabu.
Setiap amal yang
tidak bertujuan demi Allah akan batil. Karena itu beramallah, cintailah,
bersahabatlah dan carilah dari orang yang masuk dalam penghayatan:”Tiada yang
menyamai Nya sesuatu pun, dan Dia Maha Mendengar lagi Melihat.”Bersihkanlah
semua, lalu teguhkan dirimu. Bersihkan semua dari kotoran hal-hal yang tak
layak dan teguhkan yang selaras denganNya. Yaitu hal-hal yang diridhoiNya dan
diridhoi RasulNya Saww. Bila kalian berbuat demikian, sirnalah semua keraguan,
kelabuan dan kehampaan dari hatimu. Bersahabatlah dengan Allah, dengan
Rasul-Nya dan dengan orang-orang yang saleh dengan penuh pengagungan, pemuliaan
dan penghormatan.
Bila kalian ingin
bahagia, jangan kalian hadir di hadapanku tanpa adab dan sopan santun. Jika
masih tidak ada adab, kalian akan terus berlebih-lebihan, maka mulai saat ini
tinggalkan segala yang berlebihan. Bisa secara diantara semua ini ada yang
memiliki rasa hormat dan adab yang baik dari balik akal sehatnya. Sang koki
akan tahu bumbu masakannya. Tukang roti mengerti adonannya. Perancang tahu akan
rancangannya. Orang yang mengajak tahu yang akan diajak. Duniamu sesungguhnya
telah membutakan hatimu sampai kalian tak melihat apa pun. Hati-hatilah kalian
dari peristiwa yang menimpamu itu, sedikit demi sedikit bisa menghancurkanmu
hingga kalian jadi korbannya di akhirnya. Kalian mabuk terbius oleh minumannya,
sampai terputus tangan dan kakimu, sedang matamu melihat. Dan ketika sadar,
anda bakal tahu apa yang telah anda lakukan. Inilah dampak dari cinta dunia,
sedang musuh ada di belakangnya, ambisi terus menumpuknya. Itulah yang terjadi,
hati-hati….
Anak-anak
sekalian, tak ada kebahagiaan bagimu sementara kamu mencintai dunia. Kalian
merasa sebagai pengajak Jalan Ilahi, anda merasa mencintai akhirat atau
sedangkan anda masih terus mencintai dunia.Orang arif pecinta tak akan pernah
mencintai semua itu bahkan semua hal selain Allah Azza wa-Jalla. Bila cinta
kepadaNya paripurna, maka bagian dunia terasa hina. Begitu pula ketika sampai
di akhirat, semua apa yang ditinggalkan di belakangnya, akan tampak ketika ada
di depan Pintu Tuhannya. Semua ditinggalkan hanya demi meraih Wajah Ilahi.
Allah memberikan semua bagian bagi para waliNya, sementara para wali itu merasa
tidak memerlukan lagi dari bagian dunia itu. Sebab bagian jiwa adalah
tersembunyi. Bagian nafsulah yang tampak kasat mata. Bagian hati tidak akan
pernah tiba kecuali ketika bagian nafsu dibersihkan. Lalu terbukalah bagian
konsumsi hati. Bila bagian hati telah terpuaskan di sisiNya, datanglah rahmat
bagi nafsunya.Dikatakan pada hamba tersebut, “Jangan bunuh nafsumu…” Lalu saat
itu ia meraih bagian nafsunya, dan itulah nafsunya yang muthmainnah.
Karena itu
tinggalkan majlis yang penuh dengan kecintaan dunia, dan datangilah majlis yang
zuhud dari dunia. Jenis tertentu akan bersenyawa dengan jenis yang sama, saling
melingkari dan mengitari. Pecinta akan saling mencintai yang lain, saling
menolong untuk dakwah menuju keimanan, tauhid, keikhlasan di dalam amal. Mereka
meraih dengan kemampuannya di jalan Allah Azza wa-jalla. Siapa yang melayani
akan dilayani, siapa yang berbuat baik akan diberi kebaikan. Siapa yang memberi
akan diberi. Bila kalian berbuat untuk neraka, maka neraka esok bagimu.Amalmu
adalah apa yang engkau raih. Kalian beramal dengan amaliah ahli neraka tetapi
kalian berharap syurga. Bagaimana berharap syurga sementara kalian bukan orang
yang melakukan amaliah ahli syurga? Orang yang memiliki hati adalah orang yang
tidak saja taat secara fisik belaka, tetapi patuh jiwanya. Untuk apa beramal
tanpa hati yang ikhlas? Orang yang riya’ hanya menampakkan visualnya, sedangkan
orang ikhlas dengan hati dan lahiriyahnya.
Orang beriman itu
hidup, sedang orang munafik itu mati. Orang beriman itu beramal untuk Allah,
sedang orang munafik untuk dilihat sesama, dipuji dan mendapat balas budi.
Tindakan orang beriman maujud dalam sunyi dan ramai, dan suka dan duka.
Tindakan orang munafik hanya dalam tontonannya belaka. Ia berbuat baik ketika
suka, tetapi ketika sedih ia menolak. Ia tidak bergabung dengan Allah Azza
wa-Jalla, tak ada iman kepada Allah, kepada Rasul dan KitabNya. Tidak mengingat
padang mahsyar maupun hisab. Islamnya hanya untuk cari perhatian dan selamat di
dunia, bukan selamat di akhirat dari neraka dan siksanya. Dia sholat dan puasa
untuk dilihat manusia, jika kembali sendiri, kembali pula pada kesibukan
nafsunya dan kekufurannya.
Ya Allah, kami
berlindung kepadaMu dari kondisi seperti ini. Kami mohon keikhlasan di dunia
dan keikhlasan hari esok. Amin.Anak-anak sekalian, sudah seharusnya kalian
ikhlas ketika berbuat baik. Buanglah matamu untuk melihat amalmu dan ganti
rugi, baik dari makhluk maupun Khaliq. Berbuatlah hanya untuk Wajah Allah,
bukan dalam rangka meraih nikmatNya. Jadilah kalian termasuk yang berkehendak
hanya menuju WajahNya. Carilah WajahNya, hingga Dia memberikan kepadamu. Bila
Dia memberikan anugerah, pasti kalian dapatkan syurga di dunia dan di akhirat.
Syurga dunia berupa taqarrub kepadaNya, dan syurga akhirat adalah memandangNya,
serta segala janji dan jaminan yang diberikan kepadamu.Selamatkan dirimu dan
hartamu, pada Tangan Kekuasaan, Aturan dan RencanaNya. Engkau telah dibeli
olehNya, dan kelak harganya akan diberikan kepadamu.Wahai hamba-hamba Allah.
Selamatkan dirimu kepadaNya. Katakan, “Jiwa, harta dan syurga hanya bagiMu, dan
selainMu hanya untukMu. Kami tidak berhasrat sedikitpun selain DiriMu.”
Dahulukan Allah
sebelum syurga. Allah Yang Maha Asih sebelum jalan menuju kepadaNya. Wahai orang
yang berhasrat syurga, engkau membelinya dan meramaikannya hari ini. Bukan
besok. Alirkan sungaimu, airmu hari ini, bukan besok di akhirat.Wahai kaumku.
Hari kiamat hati dan mata bergolak, dimana hari itu pijakan-pijakan bisa
terpeleset. Padahal setiap orang beriman berpijak dengan kakinya iman dan
ketakwaannya sendiri-sendiri. Kokohnya pijakan tergantung kokohnya iman di hari
itu. Orang zalim akan menerima kebusukan di tangannya. Orang yang suka merusak
akan mendapatkan kehancurannya. Bagaimana ia bisa zalim dan bagaimana ia
menjadi perusak, bagaimana ia pergi dari Tuhannya.Anak-anakku. Kalian jangan
terpedaya oleh amal, sebab nilai amal itu ternilai di akhirnya. Semestinya
kalian terus memohon kepada Allah azza wa-Jalla atas akhir hayat anda, dan diberikan
rasa cinta untuk berbakti kepadaNya. Hati-hatilah kalian semua, ketika anda
taubat, lalu kembali maksiat. Maksiat kepada Tuhanmu hari ini atau esok, akan
membuat dirimu terhinakan dan terlempar dari pertolongan.Ya Allah tolonglah
kami untuk taat kepadaMu dan janganlah kami Engkau hina dengan maksiat
kepadaMu. Tuhan, berikanlah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat,
dan lindungilah kami dari azab neraka.
12. Sang Pecinta
Syeikh Abdul
Qadir al JilaniHari Ahad pagi, 13 Jumadil Akhir 545 H di zawiyahnya.
Siapa yang
melihat orang yang mencintai Allah Azza wa-Jalla maka orang itu telah melihat
orang yang melihat Allah Azza wa-Jalla dengan hatinya dan masuk dengan rahasia
hakikat jiwanya. Tuhan kita Azza wa-Jalla adalah yang Maujud dan Terlilihat.
Nabi SAW bersabda:“Kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat
matahari dan bulan, sama sekali tidak bisa disembunyikan penglihatan dalam
pandangannya.”Sekarang (di dunia) Allah dilihat melalui matahati, sedangkan
besok (di akhirat) dengan mata kepala. “Tidak ada seuatu apa pun yang
menyerupainNya, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”Para pecinta
senantiasa ridlo hanya kepadaNya, bukan lainNya. Mereka memohon pertolongan
hanya kepadaNya dan membatasi yang lainNya. Kepedihan faqir adalah kemanisan
bagi mereka, lebih pada meraih RidloNya, mendapatkan nikmat dariNya. Kecukupan
mereka pada kefaqiran mereka, kenikmatan mereka pada duka mereka, kemesraan mereka
pada gentarnya mereka. Rasa dekat mereka pada jauh mereka, istirahat mereka
pada beban mereka. Sungguh baik dan indah bagi mereka wahai yang bersabar,
wahai yang ridlo, wahai mereka yang fana dari nafsunya dan hawa nafsunya.
Wahai orang-orang
sufi, berselaraslah kalian dengan Allah swt dan ridlolah kepadaNya atas
Af’alNya yang diberikan padamu dan sesamamu. Janganlah kalian semua
mengajariNya dan merekayasa dengan akalmu kepadaNya, karena Dia lebih mengerti
dari dirimu. “Allah Maha Tahu sedangkan kalian tidak mengetahuinya.”
(Al-Baqarah: 216)Berhentilah di hadapanNya dengan jejak-jejak kekosongan dari
akal dan pengetahuanmu serta ilmumu, agar kalian meraih ilmuNya. Biarkanlah
dirimu dan jangan memilih, biarkan dirimu agar Dia memilihkan pengetahuanNya padamu.
Membiarkan diri, lalu meraih pengetahuan, kemudian sampai pada yang diketahui,
lalu sampai pada tujuan.Awalnya adalah kehendak, kemudian meraih maksud
kehendak. Beramallah, sesungguhnya aku hanyalah pemintal tali, dimana aku
memintal tali kalian yang putus. Aku tidak punya sedikit pun kepentingan
kecuali semua ini adalah kepentinganmu. Aku tak pernah susah kecuali susahmu.
Aku terbang kemana pun kalian jatuh aku temukan.Yang terpenting bagi kalian
adalah batu-batu yang terlontarkan, wahai orang yang hanya duduk-duduk, penuh
dengan benan berat yang ditimbun oleh nafsu dan terikat oleh kesenangan
nafsumu. Ya Allah rahmati aku dan rahmati mereka.
Wejangan
Spiritual Hazrat Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani
Diambil Dari Kitab “Fath al Ghaib” (Pembuka Rahasia
Kegaiban)
Perbuatan Allah
itu ditampakkan kepada Aulia dan Abdal di dalam pandangan dan pengalaman
kerohanian. Ini berada di luar jangkauan akal manusia dan keluar dari adat
kebiasaan. Penampakkan atau pemanifestasian ini ada dua jenis : yang pertama
dinamakan “Jalal” (kebesaran dan keagungan) dan yang kedua dinamakan “Jamal”
(keindahan). Jalal ini menimbulkan kehebatan dan mempengaruhi hati sedemikian
rupa, sehingga tanda-tandanya tampak pada badan kasar.
Diceritakan bahwa
ketika Nabi Muhammad SAW tengah melakukan shalat, terdengarlah oleh orang bunyi
seperti air mendidih dari hati beliau, karena hebatnya dan gentarnya hati
beliau ketika menghadap Allah SWT, ini adalah suatu pengalaman yang beliau
rasakan apabila Allah menunjukkan keagungan dan kebesaran-Nya. Peristiwa
seperti ini juga terjadi pada Nabi Ibrahim a.s. dan Khalifah Umar r.a.
Pengalaman yang
akan dirasakan oleh seorang hamba apabila Allah memanifestasikan sifat
Jamal-Nya adalah hati si hamba itu akan merasa gembira, tenang, sentosa dan
selamat, ia akan mengucapkan kata-kata yang penuh kasih mesra, dan akan tampak
tanda-tanda yang menggembirakan tentang karunia-karunia yang besar, kedudukan
yang tinggi dan kedekatan kepada-Nya yang kepada-Nya-lah segala perkara mereka
itu akan kembali. Inilah karunia-karunia dan rahmat Allah yang diberikan kepada
mereka di dunia ini. Hati mereka yang cinta kepada-Nya akan dipuaskan oleh-Nya,
sehingga mereka akan merasa senang. Allah mengasihi dan menyayangi mereka.
Nabi pernah
bersabda kepada Bilal, “Hai Bilal, hiburlah hati kami”. Apa yang Nabi maksudkan
adalah agar Bilal mengumandangkan adzan, supaya nabi memasuki shalat dengan
merasakan manifestasi sifat Jamal Allah itu. Karena itu, Nabi bersabda, “Dan
kesejukan mataku, telah kurasakan di dalam shalatku”.
Wejangan
Spiritual Hazrat Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani
Diambil dari kitab “Fath al Ghaib” (Pembuka Rahasia
Kegaiban)
Keluarlah dari
dirimu sendiri dan serahkanlah segalanya kepada Allah. Penuhi hatimu dengan
Allah. Patuhlah kepada perintah-Nya dan larikanlah dirimu dari larangan-Nya,
agar nafsu badaniahmu tidak memasuki hatimu setelah ia keluar. Untuk membuang
nafsu-nafsu badaniah dari hatimu, kamu harus berjuang melawannya dan jangan
menyerah kepadanya dalam keadaan bagaimanapun juga dan dalam tempo kapanpun
juga. Oleh karena itu, janganlah menghendaki sesuatu yang tidak dikehendaki
oleh Allah. Kehendakmu yang tidak sesuai dengan kehendak Allah adalah kehendak
nafsu badaniah. Jika kehendak ini kamu turuti, maka ia akan merusak dirimu dan
menjauhkanmu dari Allah.
Patuhilah perintah Allah, jauhilah larangan-Nya,
bertawakallah kepada-Nya dan jangan sekali-kali kamu menyekutukan-Nya. Dia-lah
yang telah menjadikan nafsu dan kehendakmu. Oleh karena itu, janganlah kamu
berkehendak, berkebutuhan atau bercita-cita untuk mendapatkan sesuatu, agar
kamu tidak tercebur ke lembah syirik. Allah berfirman :
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS 18:110) .
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh, dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS 18:110) .
Syirik itu bukan
melulu menyembah berhala, tetapi termasuk juga di dalamnya adalah menuruti hawa
nafsu dan menyekutukan apa saja yang ada di dunia dan di akhirat dengan Allah,
karena apa saja selain Allah bukanlah Tuhan. Oleh karena itu, jika kamu
tumpukan hatimu kepada sesuatu selain Allah, berarti kamu telah berbuat syirik.
Maka, janganlah kamu menyekutukan Allah dengan jalan apapun juga, baik dengan
jalan kasar maupun dengan jalan halus. Berjaga-jagalah selalu dan jangan berdiam
diri, berhati-hatilah selalu dan waspadalah, semoga kamu beroleh keselamatan.
Segala kedudukan
dan kebaikan yang kamu peroleh, jangan kamu katakan bahwa ia datang dari kamu
sendiri atau kepunyaan kamu yang sebenarnya. Jika kamu diberi sesuatu atau
kenaikan pangkat kedudukan, janganlah kamu hebohkan kepada siapapun. Sebab, ia
dalam pertukaran suasana dari hari ke hari itu, Allah selalu menampakkan
keagungan-Nya dalam aspek-aspek yang senantiasa baru, dan Allah berada di
antara hamba-hamba-Nya dengan hati-hati mereka.
Boleh jadi apa
yang dikatakan sebagai milik kamu itu akan dilepaskan-Nya dari kamu, dan boleh
jadi apa yang kamu anggap kekal itu akan berubah keadaannya. Sehingga, jika hal
itu terjadi kamu akan merasa malu kepada mereka yang kamu hebohkan itu. Maka,
lebih baik kamu berdiam diri, simpan pemberian itu di dalam pengetahuan kamu
saja dan tidak usah kamu sampaikan kepada siapapun. Jika kamu miliki sesuatu,
ketahuilah bahwa itu adalah karunia Allah, bersyukurlah kepada-Nya dan mohonlah
kepada-Nya supaya Dia menambahkan nikmat-nikmat-Nya kepadamu. Jika sesuatu itu
lepas darimu, maka Dia akan menambah ilmumu, kesadaranmu dan kewaspadaanmu.
Allah berfirman : “Apa saja ayat yang Kami
nashkhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih
baik dari padanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)
Oleh karena itu,
janganlah kamu mengira bahwa Allah tidak berkuasa atas segala sesuatu,
janganlah kamu menduga bahwa ketentuan dan peraturan-Nya mempunyai kekurangan
dan janganlah kamu merasa ragu akan janji-Nya. Contohlah Nabi besar Muhammad
SAW, ayat-ayat yang diwahyukan kepadanya dipraktekkan, dibaca di dalam masjid,
ditulis di dalam buku, diambil dan ditukar dengan yang lainnya, dan perhatian
Nabi diarahkan kepada wahyu-wahyu yang baru diterimanya yang menggantikan
ayat-ayat yang telah lama. Ini terjadi dalam masalah-masalah hukum yang zhahir.
Berkenaan dengan masalah-masalah kebathinan, ilmu dan kondisi kerohanian yang
didapatinya dari Tuhan, beliau senantiasa berkata bahwa hatinya selalu
diliputi, dan beliau memohon perlindungan kepada Allah sebanyak tujuhpuluh kali
di dalam satu hari. Juga diceritakan bahwa sebanyak seratus kali dalam sehari
Nabi dibawa dari satu keadaan kepada satu keadaan yang lainnya yang dengan itu
beliau dibawa menuju peringkat yang paling dekat kepada Allah. Beliau
mengembara ke alam yang maha tinggi sambil diselubungi oleh ‘nur’, dari satu
peringkat kepada peringkat lainnya yang lebih tinggi. Tiap-tiap beliau menaiki
satu peringkat, maka peringkat yang di bawahnya itu tampak gelap jika
dibandingkan dengan peringkat atas itu. Semakin tinggi beliau naik, semakin
bersinarlah nur Allah meliputi hati sanubarinya. Beliau senantiasa menerima
pengarahan supaya memohon ampunan dan perlindungan Tuhan, karena sebaik-baiknya
hamba Allah itu adalah mereka yang senantiasa memohon ampunan dan perlindungan
Allah dan senantiasa pula kembali kepada-Nya. Ini dimaksudkan untuk menyadarkan
kita bahwa kita ini mempunyai dosa dan kesalahan yang keduanya terdapat pada
hamba-hamba Allah di dalam seluruh aspek kehidupannya, sebagai ahli waris Adam
as, bapak seluruh manusia dan hamba pilihan Allah. Manakala kelalaian terhadap
perintah Allah telah mengaburkan cahaya kerohanian Adam dan beliaupun
menampakkan keinginannya untuk kekal hidup di surga berada di samping Tuhan,
dan Tuhanpun berkehendak mengantarkan malaikat Jibril kepada beliau, maka
ketika itulah kehendak diri (ego) beliau nampak, kehendak Adam bercampur dengan
kehendak Allah.
Oleh karena itu,
kehendak beliau dihancurkan, keadaan pertama itu dihilangkan, kedekatan kepada
Tuhan di masa itu dihilangkan, cahaya keimanan yang bersinar terang itu berubah
menjadi pudar dan kesucian rohani beliau telah menjadi sedikit kotor. Kemudian
Allah hendak memberikan peringatan kepada beliau, menyadarkan beliau akan dosa
dan kesalahannya, memerintahkannya untuk mengakui kesalahan dan dosanya serta
meminta ampun kepada Allah. Adam as berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya
kami telah berbuat aniaya terhadap diri kami sendiri. Jika Engkau tidak
mengampuni kami dan mengasihani kami, sudah barang tentu kami termasuk dalam
golongan orang-orang yang merugi”. Kemudian datanglah petunjuk kepada Beliau,
kesadaran untuk bertobat, pengetahuan tentang hakikat akibatnya dan ilmu hikmah
yang tersembunyi di dalam peristiwa inipun tersingkaplah. Dengan kasih
sayang-Nya, Allah menyuruh mereka supaya tobat. Setelah itu, kehendak yang
timbul dari Adam diganti dan keadaannya yang semulapun dirubah, maka
diberikanlah kepadanya jabatan “Wilayah” yang lebih tinggi serta diberi
kedudukan di dalam dunia ini dan di akhirat kelak. Maka jadilah dunia ini
sebagai tempat tinggalnya dan tempat keturunannya, dan akhirat kelak adalah
tempat kembalinya yang kekal abadi.
Jadikanlah Nabi
besar Muhammad SAW ; seorang Rasul dan kekasih Allah, hamba-Nya yang pilihan
itu; dan Adam, yaitu bapak seluruh manusia dan hamba pilihan Allah, sebagai
contoh dan tauladan. Contohlah mereka berdua di dalam hal mengakui kesalahan
dan dosanya sendiri, di dalam meminta ampun kepada-Nya dan di dalam memohon
pertolongan-Nya dari segala noda dan dosa. Dan contohlah mereka di dalam hal
merendahkan diri kepada Allah, karena manusia adalah mahluk yang lemah dalam
segala halnya.
Wejangan
Spiritual Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani
Janganlah kamu
bersusah payah untuk mendapatkan keuntungan dan jangan pula kamu mencoba
menghindarkan diri dari malapetaka. Keuntungan itu akan datang kepadamu jika
memang sudah ditentukan oleh Allah untuk kamu, baik kamu sengaja untuk
mencarinya maupun tidak. Malapetaka itupun akan datang menimpamu, baik kamu
menghindarkannya dengan doa dan shalat atau kamu menghadapinya dengan penuh
kesabaran, karena hendak mencari keridhoan Allah.
Hendaklah kamu
berserah diri dan bertawakal sepenuhnya kepada Allah di dalam segala hal, agar
Dia memanifestasikan kerja-Nya melalui kamu. Jika kebaikan yang kamu dapati,
maka bersyukurlah. Dan jika bencana yang menimpa kamu, maka bersabarlah dan
kembalilah kepada Dia. Kemudian, rasakanlah keuntungan yang kamu dapati dari
apa yang kamu anggap sebagai bencana itu, lalu tenggelamlah di dalam Dia
melalui perkara itu sejauh kemampuan yang kamu miliki dengan cara keadaan
rohani yang telah diberikan kepadamu. Dengan cara inilah kamu dinaikkan dari
satu peringkat ke peringkat lainnya yang lebih tinggi dalam perjalanan menuju
Allah, supaya kamu dapat mencapai Dia. Kemudian kamu akan disampaikan kepada
satu kedudukan yang telah dicapai oleh orang-orang shiddiq, para syuhada dan
orang-orang saleh sebelum kamu. Dengan demikian kamu akan dekat dengan Allah,
agar kamu dapat melihat kedudukan orang-orang sebelum kamu dengan menuju Raja
Yang Maha Agung itu. Di sisi Tuhan Allah-lah kamu mendapatkan kesentosaan,
keselamatan dan keuntungan. Biarlah bencana itu menimpa kamu dan jangan
sekali-kali kamu mencoba menghindarkannya dengan doa dan shalatmu, dan jangan
pula kamu merasa tidak senang dengan kedatangan bencana itu, karena panas api
bencana itu tidak sehebat dan sepanas api neraka.
Telah diceritakan
bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya api neraka akan berkata
kepada orang-orang yang beriman; ‘Lekaslah kamu pergi wahai orang-orang mu’min,
karena cahayamu akan memadamkan apiku’” Bukankah cahaya si Mu’min yang
memadamkan api neraka itu serupa dengan cahaya yang terdapat padanya di dunia
ini dan yang membedakan orang-orang yang ta’at kepada Allah dengan orang-orang
yang durhaka kepada-Nya ? Biarkanlah cahaya itu memadamkan api bencana, dan
biarkanlah kesabaranmu terhadap Tuhan itu memadamkan hawa panas yang hendak
menguasai kamu.
Sebenarnya,
bencana yang datang kepada kamu itu bukannya akan menghancurkan kamu, melainkan
sebenarnya adalah akan menguji kamu, mengesahkan kesempurnaan iman kamu,
menguatkan dasar kepercayaanmu dan memberikan kabar baik ke dalam batinmu.
Allah berfirman, “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami
mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami
menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS 47:31)
Oleh karena itu,
manakala kebenaran keimanan kamu telah terbukti dan kamu dapat menyesuaikan
diri dengan kehendak dan perbuatan Allah, dan dengan idzin Allah juga, maka
hendaklah kamu tetap bersabar dan ridho serta patuh kepada-Nya. Janganlah kamu
melakukan apa saja yang dilarang oleh Allah. Apabila perintah-Nya telah datang,
maka dengarkanlah, perhatikanlah, bersegeralah melakukannya, senantiasalah kamu
bergerak dan jangan bersikap pasif terhadap takdir dan perbuatan-Nya, tetapi
pergunakanlah seluruh daya dan upayamu untuk melaksanakan perintah-Nya itu.
Sekiranya kamu
tidak sanggup melaksanakan perintah itu, maka janganlah lalai untuk kembali
menghadap Tuhan. Mohonlah ampunan-Nya dan memintalah dengan penuh merendahkan
diri kepada-Nya. Carilah sebab musabab mengapa kamu tidak sanggup melaksanakan
perintah itu. Mungkin saja kamu tidak sanggup melaksanakan perintah itu
lantaran kejahatan syak wasangka yang tedapat di dalam pikiranmu, atau kamu
kurang bersopan santun di dalam mematuhi-Nya, atau kamu terlalu sombong dan bangga,
atau kamu terlalu menggantungkan diri kepada daya dan upayamu sendiri, dan atau
kamu menyekutukan Allah dengan dirimu atau mahluk. Akibat semua itu, kamu
berada terlalu jauh dari Dia, membuatmu lupa untuk mematuhi Dia, kamu dijauhkan
dari pertolongan-Nya, Dia murka kepadamu dan membiarkanmu asyik terlena dengan
hal-hal keduniaan dan menuruti nafsu angkara murkamu. Tahukah kamu, bahwa semua
itu menyebabkan kamu lupa kepada Allah dan menjauhkan kamu dari Dia yang
menjadikan dan mengasuhmu serta memberimu rizki yang tiada terkira.
Oleh karena itu
waspadalah terhadap apa saja yang dapat menjauhkan kau dari Allah.
Berhati-hatilah terhadap apa saja selain Allah yang hendak memalingkan kamu
dari Allah. Apa saja selain Allah bukanlah Allah. Karenanya, kamu jangan
mengambil apa saja selain Allah lalu kamu membuang Allah, karena
Allahmembencinya, maupun kamu mencoba menciptakan kamu itu hanya untuk mengabdi
kepada-Nya saja. Maka janganlah kamu menganiaya dirimu sendiri dengan melupakan
Allah dan perintah-Nya, karena hal ini akan menyeretmu masuk neraka yang bahan
bakarnya terdiri atas manusia dan batu. Ketika itu kamu akan menyesal, sesal
yang tiada berguna lagi. Tobat pada waktu itu sudah tidak berguna lagi.
Merataplah dan menangislah, tetapi siapakah yang berdaya untuk menolongmu ?
Kamu memohon ampun kepada Allah, tetapi Allah tidak menerima permohonanmu lagi
ketika itu. Kemudian kamu berangan-angan hendak kembali lagi ke dunia untuk
membetulkan ibadahmu kepada Allah, tetapi apa daya dunia sudah tidak ada lagi
bagi kamu.
Kasihanilah diri
kamu itu. Gunakanlah segala daya dan upayamu untuk mengabdikan diri kepada
Allah SWT. Gunakanlah apa saja yang telah diberikan Allah kepadamu, berupa
ilmu, akal, kepercayaan dan cahaya kerohanian kamu untuk mengabdikan diri
kepada Allah, agar kamu diliputi cahaya yang terang benderang dan tidak lagi
berada di dalam kegelapan. Berpegang teguhlah kepada Allah dan hukum-hukum-Nya,
dan mengembaralah kamu menuju Allah menurut aturan-aturan yang telah ditentukan
oleh Allah. Dia-lah yang telah menciptakan dan memelihara kamu seta menjadikan
kamu seorang manusia yang sempurna. Janganlah kamu mencari apa-apa yang tidak
diperintahkan-Nya dan janganlah kamu mengatakan bahwa sesuatu itu buruk sebelum
Dia mengharamkannya. Apabila telah terdapat keserasian antara kamu dengan Allah
dan perintah-Nya, maka seluruh alam ini akan menghambakan diri kepada kamu. Dan
apabila kamu menghindarkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, maka semua
perkara yang tidak diinginkan itu akan lari dari kamu di manapun juga kamu
berada.
Allah berfirman,
“Wahai manusia, Aku-lah Tuhan. Tidak ada Tuhan selain Aku. Jika Aku mengatakan
kepada sesuatu, “Jadilah !” maka jadilah ia. Patuhlah kepada-Ku sehingga jika
kamu mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah !” maka jadilah ia.” Allah juga
berfirman, “Wahai bumi, barangsiapa menghambakan dirinya kepada-Ku, maka
berkhidmadlah engkau kepadanya. Dan barangsiapa menghambakan dirinya kepadamu,
maka buatlah ia susah.” Demikianlah firman-firman Tuhan di dalam kitab-Nya.
Oleh karena
itulah, jika datang larangan dari Allah, maka jadikanlah dirimu seolah-olah
orang yang letih, lesu dan tiada berdaya; atau seperti tubuh yang tiada
bersemangat, tiada berkehendak dan bernafsu, bebas dari dunia kebendaan, lepas
dari nafsu-nafsu kebinatangan; atau bagaikan halaman rumah yang gelap gulita;
dan atau seperti bangunan yang hendak roboh yang tidak berpenghuni. Hendaknya
kamu menjadi seperti orang yang telah tuli, buta, bisu, sakit gigi, lumpuh,
tidak bernafsu, tidak berakal dan badan kamu seolah-olah mati dan dibawa kabur.
Hendaklah kamu memperhatikan dan segera melaksanakan perintah-perintah Allah.
Bencilah dan malaslah untuk melakukan apa-apa yang dilarang oleh Allah,
beraksilah terhadapnya seperti orang mati dan serahkanlah bulat-bulat dirimu
kepada Allah. Minumlah minuman ini, ambillah obat ini dan makanlah makanan ini,
supaya kamu bebas dari nafsu-nafsu kebinatangan dan kesetanan, agar kamu sembuh
dari penyakit dosa dan maksiat serta terlepas dari ikatan hawa nafsu. Semoga
kamu mencapai kesehatan jiwa yang sempurna.
16. Khalwat & Uzlah
Hindarkanlah
dirimu dari orang ramai dengan perintah Allah, dari nafsumu dengan perintah-Nya
dan dari kehendakmu dengan perbuatan-Nya agar kamu pantas untuk menerima ilmu
Allah. Tanda bahwa kamu telah menghindarkan diri dari orang ramai adalah secara
keseluruhannya kamu telah memutuskan segala hubungan kamu dengan orang ramai
dan telah membebaskan seluruh pikiranmu dengan segala hal yang bersangkutan dengan
mereka.
Tanda bahwa kamu
telah putus dari nafsumu adalah apabila kamu telah membuang segala usaha dan
upaya untuk mencapai kepentingan keduniaan dan segala hubungan dengan cara-cara
duniawi untuk mendapatkan suatu keuntungan dan menghindarkan bahaya. Janganlah
kamu bergerak untuk kepentinganmu sendiri. Janganlah kamu bergantung kepada
dirimu sendiri di dalam hal-hal yang bersangkutan dengan dirimu. Janganlah kamu
melindungi dan menolong dirimu dengan dirimu sendiri. Serahkanlah segalanya
kepada Allah, karena Dia-lah yang memelihara dan menjaga segalanya, sejak dari
awalnya hingga kekal selamanya. Dia-lah yang menjaga dirimu di dalam rahim
ibumu sebelum kamu dilahirkan dan Dia pulalah yang memelihara kamu semasa kamu
masih bayi.
Tanda bahwa kamu
telah menghindarkan dirimu dari kehendakmu dengan perbuatan Allah adalah
apabila kamu tidak lagi melayani kebutuhan-kebutuhanmu, tidak lagi mempunyai
tujuan apa-apa dan tidak lagi mempunyai kebutuhan atau maksud lain, karena kamu
tidak mempunyai tujuan atau kebutuhan selain kepada Allah semata-mata.
Perbuatan Allah tampak pada kamu dan pada masa kehendak dan perbuatan Allah itu
bergerak. Badanmu pasif, hatimu tenang, pikiranmu luas, mukamu berseri dan
jiwamu bertambah subur. Dengan demikian kamu akan terlepas dari kebutuhan
terhadap kebendaan, karena kamu telah berhubungan dengan Al-Khaliq. Tangan Yang
Maha Kuasa akan menggerakkanmu. Lidah Yang Maha Abadi akan memanggilmu. Tuhan
semesta alam akan mengajar kamu dan memberimu pakaian cahaya-Nya dan pakaian
kerohanian serta akan mendudukkan kamu pada peringkat orang-orang alim
terdahulu.
Setelah mengalami
semua ini, hati kamu akan bertambah lebur, sehingga nafsu dan kehendakmu akan
hancur bagaikan sebuah tempayan yang pecah yang tidak lagi berisikan air walau
setetespun. Kosonglah dirimu dari seluruh perilaku kemanusiaan dan dari keadaan
tidak menerima suatu kehendak selain kehendak Allah. Pada peringkat ini, kamu
akan dikaruniai keramat-keramat dan perkara-perkara yang luar biasa. Pada
zhahirnya, perkara-perkara itu datang darimu, tapi yang sebenarnya adalah
perbuatan dan kehendak Allah semata.
Oleh karena itu,
masuklah kamu ke dalam golongan orang-orang yang telah luluh hatinya dan telah
hilang nafsu-nafsu kebinatangannya. Setelah itu kamu akan menerima sifat-sifat
ke-Tuhan-an yang maha tinggi. Berkenaan dengan hal inilah maka Nabi besar
Muhammad Saww bersabda, “Aku menyukai tiga perkara dari dunia ini: bau-bauan
yang harum, wanita dan shalat yang apabila aku melakukannya, maka mataku akan
merasa sejuk di dalamnya”. Semua ini diberikan kepadanya setelah seluruh
kehendak dan nafsu sebagaimana disebutkan di atas terlepas dari dirinya. Allah
berfirman, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena
Aku”.
Allah Ta’ala
tidak akan menyertai kamu, sekiranya semua nafsu dan kehendakmu itu tidak
diluluhkan. Apabila semua itu telah hancur dan luluh, dan tidak ada lagi yang
tersisa pada dirimu, maka telah pantaslah kamu untuk ‘diisi’ oleh Allah dan
Allah akan menjadikan kamu sebagai orang baru yang dilengkapi dengan tenaga dan
kehendak yang baru pula. Jika egomu tampil kembali, walaupun hanya sedikit,
maka Allah akan menghancurkannya lagi, sehingga kamu akan kosong kembali
seperti semula, dan untuk selamanya kamu akan tetap luluh hati. Allah akan
menjadikan kehendak-kehendak baru di dalam diri kamu dan jika dalam pada itu
masih juga terdapat diri (ego) kamu, maka Allah-pun akan terus
menghancurkannya. Demikianlah terus terjadi hingga kamu menemui Tuhanmu di
akhir hayatmu nanti.
Inilah maksud
firman Tuhan, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena
Aku.” Kamu akan mendapatkan dirimu ‘kosong’, yang sebenarnya ada hanyalah
Allah. Di dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, “Hamba-Ku yang ta’at senantiasa
memohon untuk dekat dengan-Ku melalui shalat-shalat sunatnya. Sehingga aku
menjadikannya sebagai rekan-Ku, dan apabila Aku menjadikan dia sebagai
rekan-Ku, maka aku menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi
matanya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia
memegang dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan, yakni ia mendengar
melalui Aku, memegang melalui Aku, dan mengetahui melalui Aku.”
Sebenarnya, ini
adalah keadaan ‘fana’ (hapusnya diri). Apabila kamu sudah melepaskan dirimu dan
mahluk, karena mahluk itu bisa baik dan bisa juga jahat dan karena diri kamu
itu bisa baik dan juga bisa jahat, maka menurut pandanganmu tidak ada suatu
kebaikan yang datang dari diri kamu atau dari mahluk itu dan kamu tidak akan
merasa takut kepada datangnya kejahatan dari mahluk. Semua itu terletak di
tangan Allah semata. Karenanya, datangnya buruk dan baik itu, Dia-lah yang
menentukannya semenjak awalnya.
Dengan demikian,
Dia akan menyelamatkan kamu dari segala kejahatan mahluk-Nya dan
menenggelamkanmu di dalam lautan kebaikan-Nya. Sehingga kamu menjadi titik
tumpuan segala kebaikan, sumber keberkatan, kebahagiaan, kesentosaan, nur
(cahaya) keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu, ‘Fana’ adalah tujuan,
sasaran, ujung dan dasar perjalanan wali Allah. Semua wali Allah, dengan tingkat
kemajuan mereka, telah memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah untuk
menggantikan kehendak atau kemauan mereka dengan kehendak atau kemauan Allah.
Mereka semuanya menggantikan kemauan atau kehendak mereka dengan kemauan atau
kehendak Allah. Pendek kata, mereka itu mem-fana-kan diri mereka dan
me-wujud-kan Allah. Karena itu mereka dijuluki ‘Abdal’ (perkataan yang diambil
dari kata ‘Badal’ yang berarti ‘pertukaran’).
Menurut mereka,
menyekutukan kehendak mereka dengan kehendak Allah adalah suatu perbuatan dosa.
Sekiranya mereka lupa, sehingga mereka dikuasai oleh emosi dan rasa takut, maka
Allah Yang Maha Kuasa akan menolong dan menyadarkan mereka. Dengan demikian
mereka akan kembali sadar dan memohon perlindungan kepada Allah. Tidak ada
manusia yang benar-benar bebas dari pengaruh kehendak egonya (dirinya) sendiri,
kecuali malaikat. Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak
mereka dan para Nabi dipelihara dari nafsu badaniah mereka. Sedangkan jin dan
manusia telah diberi tanggung jawab untuk berakhlak baik, tetapi mereka tidak
terpelihara dari dipengaruhi oleh dosa dan maksiat. Para wali dipelihara dari
nafsu-nafsu badaniah dan ‘abdal’ dipelihara dari kekotoran kehendak dan niat.
Walaupun demikian, mereka tidak bebas mu tlak, karena merekapun mungkin
mempunyai kelemahan untuk melakukan dosa. Tapi, dengan kasih sayang-Nya, Allah
akan menolong dan menyadarkan mereka.
(Fathul Ghaib –
Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani)
Apabila kamu
‘mati’ dari mahluk, maka akan dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan mematikan kamu dari nafsu-nafsu
badanniyah. Apabila kamu telah ‘mati’ dari nafsu badanniyah, maka akan
dikatakan kepada kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”.
Kemudian Allah akan mematikan kamu dari kehendak-kehendak dan nafsu. Dan
apabila kamu telah ‘mati’ dari kehendak dan nafsu, maka akan dikatakan kepada
kamu, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kamu”. Kemudian Allah akan
menghidupkan kamu di dalam suatu ‘kehidupan’ yang baru.
Setelah itu, kamu
akan diberi ‘hidup’ yang tidak ada ‘mati’ lagi. Kamu akan dikayakan dan tidak
akan pernah papa lagi. Kamu akan diberkati dan tidak akan dimurkai. Kamu akan
diberi ilmu, sehingga kamu tidak akan pernah bodoh lagi. Kamu akan diberi
kesentosaan dan kamu tidak akan merasa ketakutan lagi. Kamu akan maju dan tidak
akan pernah mundur lagi. Nasib kamu akan baik, tidak akan pernah buruk. Kamu akan
dimuliakan dan tidak akan dihinakan. Kamu akan didekati oleh Allah dan tidak
akan dijauhi oleh-Nya. Martabat kamu akan menjadi tinggi dan tidak akan pernah
rendah lagi. Kamu akan dibersihkan, sehingga kamu tidak lagi merasa kotor.
Ringkasnya, jadilah kamu seorang yang tinggi dan memiliki kepribadian yang
mandiri. Dengan demikian, kamu boleh dikatakan sebagai manusia super atau orang
yang luar biasa.
Jadilah kamu ahli
waris para Rasul, para Nabi dan orang-orang yang shiddiq. Dengan demikian, kamu
akan menjadi manikam bagi segala kewalian, dan wali-wali yang masih hidup akan
datang menemui kamu. Melalui kamu, segala kesulitan dapat diselesaikan,
dan melalui shalatmu, tanamantanaman dapat ditumbuhkan, hujan dapat diturunkan,
dan malapetaka yang akan menimpa umat manusia dari seluruh tingkatan dan
lapisan dapat dihindarkan. Boleh dikatakan kamu adalah polisi yang menjaga kota
dan rakyat.
Orang-orang akan
berdatangan menemui kamu dari tempat-tempat yang dekat dan jauh dengan membawa
hadiah dan oleh-oleh dan memberikan khidmat (penghormatan) mereka kepadamu.
Semua ini hanyalah karena idzin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa jua.
Lisan manusia tak henti-hentinya menghormati dan memuji kamu. Tidak ada dua
orang yang beriman yang bertingkah kepadamu. Wahai mereka yang baik-baik, yang
tinggal di tempat-tempat ramai dan mereka yang mengembara, inilah karunia
Allah. Dan Allah mempunyai kekuasaan yang tiada batas.
(Fathul Ghaib –
Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani)
1.
C. TARIKAT RIFA’IYAH DAN AJARANNYA
Ajaran tarekat ini
dibangun oleh Syekh Ahmad ar-Rifa’i (1182) di Bashra. Tarekat ini menyebar ke
Mesir,Suriah Anatolia di Turki Eropa Timur dan akhir-akhir ini di Amerika
Utara. Ciri khas tarekat adalah pelaksanaan zikirnya yg dilakukan ber-sama2
& di iringi dgn suara gendang yg bertalu-talu.Zikir tsb dilakukan sampai
mencapai suatu keadaan dimana mereka dpt melakukan perbuatan2 yg
menakjubkan,antara lain berguling-guling dlm cara & tdk mempan oleh senjata
tajam.
Rifa’iyah adalah sebuah Organisasi para santri K.H. Ahmad Rifa’i Desa Kalisalak Kecamatan Limpung–
Batang – Jawa Tengah Indonesia. Untuk lebih mengenal tentang Rifaiyah disini
saya paparkan mengenai tokoh utama Rifa’iyah yaitu Kyai Haji Ahmad Rifa’i. Saya
mengutip tulisan ini dari buku karangan H. Ahmad Syadirin Amin yang berjudul “Pemikiran Kiai Haji
Ahmad Rifai Tentang Rukun Islam Satu“terbitan Jama’ah Masjid
Baiturrahman Jakarta Pusat Tahun 1994/1415 H dengan harapan akan membantu anda
mengenal siapa Kiai Haji Ahmad Rifai sehingga diketahui asal muasal Rifa’iyah.
Sebelumnya Sebagai Tradisi K.H.Ahmad Rifa’i yang harus saya lestarikan adalah
beliau selalu mengawali setiap tulisan beliau dengan bacaan Bismillah dan
Hamdallah dan Solawat , setelah membaca Bismillah dan Hamdallah serta solawat
maka mari Kita mulai membaca uraian dibawah ini.
Biografi
Kiai Haji Ahmad Rifai dilahirkan pada 9
Muharam 1200 H atau 1786 di desa Tempuran KabupatenSemarang (saat
itu) dari pasangan suami isteri K.H. Muhammad Marhum Bin Abi Sujak Seorang
Penghulu Landerad di Kendal dan Siti Rahmah, pada waktu usia Beliau sekitar 6
tahun ayah Beliau wafat (Semoga Allah Mengasihinya), sehingga Beliau mendapat
sentuhan kasih sayang dari seorang ayah dalam waktu yang singkat, yaitu selama
6 tahun. pada usianya yang begitu muda itu (6 tahun) itu beliau (Ki Ahmad)
sudah diasuh oleh kakaknya yang bernama Nyai Rajiyah istri Kiai As’ari seoarang
ulama pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Kaliwungu.
Di sinilah
Syekhina belajar ilmu agama kepada kiai As’ari dan diamalkan melalui dakwah
lisan dan tulisan kepada rakyat sekitarnya, sebelum sampai kesuksesannya
menelurkan banyak karya ilmiah yang sarat ilmu dan patriotisme serta cita-cita
kemerdekaan yang justru menghadirkannya pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan baginya dan bagi kita (dampaknya sampai sekarang) yaitu: berpisah
dengan keluarga dan menikmati masa masa terakhir hidup dalam pengasingan meski
sempat ada komunikasi lewat surat-menyurat dengan Maufuro tetapi setelah
ketahuan Belanda hubungan benar-benar putus dan para murid semakin terpojok
oleh isolasi Belanda, kitab-kitab banyak disita Belanda dan sekarang cerita ini
hanya diketahui oleh beberapa orang saja bahkan keturunan syeikhina dijawa
tidak diketahui, tanah wakaf dijarah penduduk meski sebagian telah dibeli /
dimerdekakan oleh para Saudara Rifaiyah yang semoga dimuliakan Allah (
Aneh!!!!!!?!!) serta isu klasik yang menyerang para muridnya ditambah tidak adanya
regenarasi menjadikan kita minoritas kalah kuantitas bahkan mungkin kualitas.
Beliau hidup dipengasingan sampai ajalnya menjemputnya di Ambon pada
Kamis 25
Robiul Akhir 1286H (usia 86 tahun), ada riwayat lain yang mengatakan
beliau wafat pada 1292 H (92 tahun, semoga yang ini benar,
karena itu berarti beliau panjang umur) di kampung Jawa Tondono Kabupaten Minahasa,Manado Sulawesi Utara dan
dimakamkan di komplek makam pahlawan Kiai
Modjo di sebuah bukit
yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa
Tondano (Jaton)
mencari ilmu ke Mekkah dan Mesir.
Setelah beberapa kali keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena
dakwahnya tegas, dalam usia 30 tahun, Ahmad Rifai berangkat ke Mekkah untuk
menunaikan ibadah haji,
ke Madinah ziarah
Makam Rosululloh SAW dan memperdalam ilmu di sana
selama 8 tahun. Dan kemudian di Mesirselama
12 tahun. Di Haramain (Mekkah dan Madinah) ia berguru kepada Syaikh Abdul
Aziz Al Habisyi, Syaikh Ahmad
Ustman dan Syaikh Is
Al -Barawi. Sedang di Mesir ia berguru pada Syaikh Ibrahim
Al Bajuri dan
kawan-kawan.
Pulang ke Kendal menjelang
kembali ke kampung halaman di Kendal, Kiai Haji Ahmad Rifai bertemu dengan ulama-ulama
Indonesia di Mekkah , Nawawi dari Banten, Muhammmad
Khallil dari Madura dan
teman yang lain. Dalam pertemuan itu, mereka mengadakan musyawarah untuk
memikirkan nasib umat di Indonesia yang sedang terbelenggu oleh takhayul, kufarat dan mistis. Bahkan
bangsaIndonesia sedang
dalam cengkeraman Belanda hasil
musyawarah yang mereka sepakati bersama, mengadakan pembaharuan dan pemurnian
islam lewat pengajian, diskusi, dialog dan penerjemahan kitab-kitab bahasa Arab ke
bahasa Jawa ( Jarwa’ake!).
Isi dalam karya diutamakan membahas ilmu pokok yaitu Aqidah
Islamiah Ibadah – Muammalah danAkhlak. Kiai Nawawi mengemban tugas menyusun kitab Aqidah,
Ahmad Rifai Fiqih dan Muhammad
Khallil menyusun
Tasawuf. Pada tahun 1254 H Haji Ahmad Rifai telah selesai
menyusun kitabNasihatul
Awam di Kalisalak Batang Pekalongan. Nawawi menetap di Banten dan Khllil di Madura. Bagi Syekh Nawawi , karena keadaan pada waktu itu masih
di bawah jajahan Belanda, dan setiap gerak-gerik ulama selalu diawasi,
termasuk kegiatan Nawawi, ia terpaksa
kembali ke Mekkah untuk
mengajarkan ilmu yang dimiliki kepada mahasiswa yang berdatangan ke sana dari
berbagai negara.
Di Mekkah, ia tinggal disebuah perkampungan Syi’ib
Ali sampai wafatnya. Muhammad
Khallilmemimpin pesantren dan sebagai guru tarekat
muktabarah di Bangkalan Madura sampai
akhir hayatnya. Sedang Ahmad Rifai sebelum hijrah ke Kalisalak,
Haji Ahmad Rifai pulang ke desa TempuranKendal ingin
melepas rindu dengan keluarga. Namun Tuhan menghendaki lain, istri yang
diharapkan bisa memberi semangat dalam perjuangan, telah tiada.
Meskipun demikian, semangat Syeikhina dalam menegakkan
kebenaran mengalahkan kebatilan tidak menjadi surut. Tidak lama setelah pulang
dari Mekkah, Syeikhina beliau tidak diperkenankan tinggal diKendal karena
Haji Ahmad Rifai selalu mengkritik elit e agama ,birokrasi Belanda dan
Masyarakat yang berkolaborasi dengan kolonial Belanda. Karena Menurut Syaikhina Belanda adalah kafir.
Strategi Dakwah Pesantren Kaliwungu
Kendal adalah sebuah pemondokan para santri dari berbagai daerah belajar
mengaji kitab salaf kepada seorang kiai asli keturunan Keraton Yogyakarta Kiai
Asy’ari namanya kakak ipar Syeikhina, suami Nyai Rajiyah (kakak perempuan
Syeikhina).
Di pesantren
inilah Syeikhina dibesarkan dan memperoleh pendidikan dan pembinaan dari Kiai
Asy’ari, setelah tumbuh menjadi pemuda dan dianggap cukup pengetahuan ilmu
agamanya, Kiai Ahmad Rifai terjun ke dunia dakwah di Kendal, Wonosobo bahkan
Pekalongan, di Kendal ia mendirikan pengajian dan menghimpun parasantri yang
datang dari berbagai daerah, sehingga menjadi kelompok pengajian yang besar.
Keberhasilan Kiai Ahmad Rifai ini karena dakwah dan
pengajiannya sangat menarik sebelum kegiatannya diketahui oleh pemerintah kafir
kolonial setempat, Ahmad Rifai Kiai keturunan KratonYogyakarta ini telah berhasil menggalang kekuatan
barangkali belum pernah dimiliki kiai-kiai lain. Sehingga pada saat ia
diasingkan dari Kendal kemudian atas inisiatif sendiri menetap di Kalisalak , Kiai Ahmad Rifai sudah punya
jaringan luas untuk mengembangkan ajarannya. Strategi dakwah yang dikembangkan
kiai Ahmad Rifai saat itu antara lain: menghimpun anak-anak muda untuk
dipersiapkan kelak menjadi kader-kader dakwah, karena pemuda adalah harapan
keluarga dan masyarakat. Di tangan pemudalah urusan umat dan dalam derap
langkah pemudalah hidupnya umat. Sekarang pemuda, esok pemimpin. Pemuda Qahar
dan Maufuro adalah bukti hasil pengaderannya.
Menghimpun kaum dewasa lelaki dan perempuan dari kaum
petani, pedagang dan pegawai pemerintah, dimaksudkan untuk memperkokoh strategi
dakwah, penyokong utama dalam segi finansial dan dewan harian pelaksanaan
dakwah pengajiannya itu. Mengunjungi sanak famili terdekat diajak bicara
tentang kondisi agama, politik dan sosial yang dimainkan oleh pemerintah kolonialisme Belandadengan membuktikan fakta-fakta yang ada dan
langkah yang akan ditempuh dengan dakwah dan pengajian, supaya memperoleh simpati
keluarga. Para santri dan murid dianjurkan kawin antar sesama murid atau murid
dengan anak guru, antar desa dan antar daerah dimaksudkan agar terjalin
hubungan yang mesra dan saling menumbuhkan kasih sayang dan dapat mengembangkan
ilmunya didaerah masing masing. Kiai Maufuro menikah dengan anaknya bernama
Nyai Fatimah alias Umroh.
Pada hari-hari tertentu mengadakan kegiatan khuruj
berkunjung ke tempat lain yang miskin materi danagama . Dengan kunjungan itu diharafkan akan
memperoleh respon dari masyarakat atau mungkin paling tidak dapat membentengi
pengaruh budaya barat yang merusak. Menghimpun kader-kader muslim terdiri dari
santri dan murid dari berbagai daerah kemudian dijadikan mubalig untuk
diterjunkan ke berbagai pelosok guna memberi dan menyampaikan dakwah ketengah
masyarakat.
Mendatangi masjid-masjid untuk memperbaruhi arah sholat ke
arah menghadap kiblat. Masyarakatnya, disarankan agar tidak menaati
pemerintah kolonial, Belanda di Indonesia telah
merusak kepribadian dan kebudayaan bangsa.
Menerjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab dengan kitab
berbahasa Jawa yang mudah dipahami dan diamalkan dengan model karangan sendiri.
Untuk menyesuaikan kondisi masyarakat pada waktu itu, dibuatkan kitab -kitab
berbentuk syair atau nadzam yang indah dan dilagukan sedemikian rupa sehingga
menarik minat pembaca dan pendengar, kertas putih, tulisan merah, untuk setiap Al Qur’an, AlHadits, Qoulul Ulama (perkataan ulama) serta tiap kata
awal dari syair (yang Mengilhami ditulisnya tulisan ini dengan huruf merah pada
awal paragraf) serta hitam untuk tulisan makna dan komentar, penulisan ini
sesuai dengan budaya bangsa sejak Sultan Agung Mataram XVI
dalam penulisan kitab-kitab Arab.
Menciptakan
kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam
yang diambil dari kitab karangannya, sehingga terbangan itu di sebut Jawan.
Terbangan itu dimanfaatkan untuk mengingat pelajaran, hiburan pada saat ada
hajatan dan sekaligus mengantisipasi budaya asing yang merusak. Budaya itu
sengaja dibawa Belanda ke Indonesia untuk melawan budaya tanah air yang
diwariskan oleh nenek moyang kita yang muslim dan mukmin.
Pindah Ke Kalisalak rupanya pemerintah kolonial merasa
khawatir terhadap gerakan keagamaan Haji Ahmad Rifai itu berkembang di daerah
kendal dan sekitarnya, karena gerakan yang semula dirintangi itu ternyata makin
banyak pengikutnya dari daerah lain. Diduga kekhawatiran pemerintah Belanda terhadap
gerakan Ahmad Rifai ini, diilhami oleh kekhawatiran pemerintah kolonial akan
munculnya kembali pemberontakan, seperti terjadinya Perang Diponegoro di Jawa Tengah pada 1825 – 1830.
Pemerintah tidak mau lagi jatuh kedua kalinya dalam satu
lubang. Sebelum Mubalig Ulung lebih jauh melangkah, pemerintah kolonial
mengambil langkah mengasingkan ulama kharismatik ini ke luar Kendal, tidak lain
agar gerakan beliau terhambat dan tidak berkembang. Atas kenyataannya ini
kemudian ia memilih tempat tinggal di Kalisalak sebagai basis perjuangannya. Langkah
ini ditempuh karena Kalisalak merupakan daerah strategis untuk medan dakwah dan
memudahkan kontak hubungan dengan semua pihak dari berbagai wilayah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pada umumnya
masyarakat disana kaum petani yang pengetahuan agamanya perlu disempurnakan.
Selain itu para murid yang pernah mendapat latihan mental waktu di Kendal
adalah dari Krisidenan Pekalongan, di samping Karisidenan lain, seperti Maufuro
Batang, Abu Ilham Batang, Abdul Azis Wonosobo, Abdul Hamid Wonosobo, Abdul
Qohar Kendal, Muhammad Thuba Kendal, Imamtani Kutowinangun, Muh Idris
Indramayu, Muharrar Purworejo, Mukhsin Kendal, Mas Suemodiwiryo Salatiga,
Abdullah ( Dolak ) Magelang, Abu Hasan Wonosobo, Abu Salim Pekalongan, Abdul
Hadie Wonosobo, Tawwan Tegal, Asnawi Pekalongan, Abdul Saman Kendal, Abu
Mansyur Wonosobo, Abdul Ghani Wonosobo, Muhammad Hasan Wonosobo, Muhammad
Tayyib Wonosobo, Ahmad Hasan Pekalongan, Nawawi Batang , Abu Nawawi Purwodadi.
Mereka itulah kader-kader Mubaligh tangguh yang berjasa mengembangkan
pemikiran Haji Ahmad Rifai ke daerah – daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ketika Haji Ahmad Rifai berada di Kendal
sempat menuklahkan putranya, Fatimah Alias Umroh dengan lurah Pondok, Maufuro bin
Nawawi, Keranggonan ( sekarang Karanganyar ) Kecamatan Limpung.
Setelah meninggalkan kota Kendal, Haji Ahmad Rifai sementara tinggal di rumah
Kiai Maufuro menantunya.
Tidak lama kemudian Ahmad Rifai menikahi janda Demang Kalisalak Alm Martowidjojo namanya
Sujainah lalu ia hidup bersama istrinya di Kalisalak. Di Kalisalak pada mulanya
Kiai Haji Ahmad Rifai menyelenggarakan pengajian untuk anak-anak. Namun lembaga
itu kemudian berkembang menjadi majelis pendidikan yang mencakup pula
orang-orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Satu hal yang menyebabkan
pengajian haji Ahmad Rifai cepat terkenal adalah metode terjemahannya, baik
Al-Quran, Al-Hadits maupun kitab-kitab karangan ulama Arab dan Aceh lebih
dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa sebelum diajarkan kepada para murid,
bahkan kelihatan sebagai kewajiban yang ditempuh secara sadar,seperti yang
tersirat di dalam satu bait kitab Ri’ayatal Himmah karya Haji Ahmad Rifai,
sebagai berikut:
Wajib saben alim
adil nuliyan narajumah kitab Arab rinetenan supoyo wong jawi akeh ngerti
pitutur saking Qur’an lan kitab – kitab Arab jujur kaduwe wong awam enggal
ngerti milahur ningali kitab Tarjamah jawi pitutur
Artinya: Diwajibkan bagi setiap alim adil ( ulama akhirat
) untuk menejemahkan kitab Arab,
agar orang jawa lebih mengerti ajaran dari Al Quran dan
kitab-kitab Arab ( Hadits dan Ulama ) dengan benar sehingga orang awam mengerti
dan segera melaksanakannya.
melihat ( membaca dan mempelajari ) kitab Tarjumah jawa
sebagai ajaran. karena metodenya yang tepat manfaat maka tak mustahil pengajian
Ahmad Rifai cepat berkembang. Para muridnya datang dari daerah yang dekat saja
seperti Kendal, Batang dan Pekalongan tetapi
juga berasal dari Kedu ,Wonosobo, Magelang , Banyumas, Kerawang, Indramayu dan
lainnya . Dan intensitas pengajaran tauhid , fiqh dan tasawuf rasional yang
dijalankan oleh Haji Ahmad Rifai yang menyebabkan perbedaan antara tradisi
keliru yang telah mapan dengan pemikiran barunya . Mendirikan Pesantren Kiai
Haji Ahamd Rifai mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren di Kalisalak Batang .
Sistem pengajaran yang menggunakan terjemahan bahasa jawa untuk memahami ajaran
– ajaran islam , mendorong bertambahnya murid pesantren yang berdatangan dari
berbagai daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara waktu itu kebiasaan di
pondok pesantren masih berlaku pengajian kitab – kiatb berbahasa Arab saja ,
dan masih asing terhadap kitab kitab terjemahan. Menurut DR. [Karel A.
Steenbrink]] ( Sarjana Belanda ) bahwa didalam sejarah dakwah , Ahmad Rifai
bisa dianggap hampir satu – satunya tokoh yang bisa memberikan uraian tentang
agama Islam tanpa memakai idiom – idiom Arab dan mampu mengarang buku dalam
bahasa yang menarik karena memakai bentuk syair.Metodologi yang
digunakan dalam pengajarannnya menggaunakan empat tahapan . Keempat tahapan itu
adalah:
Tahapan
Pertama ; Seorang santri harus belajar membaca kitab Tarojumah terbatas
pada tulisan Jawa. Sistem pengajaran ini dinamakan ngaji irengan , mengejakan
satu persatu huruf kemudian merangkum menjadi bacaan atau kalimat, tingkatan
ini merupakan awal didalam cara membaca kitab Tarojumah . Disamping itu para
Santri harus menghafal syarat rukun iman, dan islam, ibadah sholat dan wiridan
” Angawaruhi Ati Ningsun…….!” atau ” Sahadat Loro”. Setelah Sholat fardlu,
diwajibkan mengikuti praktek Sholat yang dipimpin oleh lurah -pondok yang
bersangkutan .
Tahapan Kedua ; Mengaji dalil – dalil Al
– Qur’an , Hadist dan
Qoulul Ulama’, yang terdapat Kitab Tarojumah. Dalam Tahapan ini Seorang Lurah
pondok harus menguasai ilmu tajwid Al – Qur’an dan mampu mengaplikasikannya
dalam bacaan Al-Qur’an dengan benar. Pengajian tahap ini disebut ngaji abangan
karena memang tulisan Arab untuk dalil adalah berwarna merah atau ABANG atau
disebut juga ngaji dalil karena hanya dalil saja yang dibaca. Di samping itu
santri harus hafal dan bisa serta paham tentang Syarat – Rukun Puasa dan
Sholat.
Tahapan
Ketiga ; Mengaji dalil dan makna jadi satu dari kitab – kitab Tarojumah ,
tahapan ini dinamakan ngaji lafal makno ( belajar menerjemahkan tiap kata dalil
/ kalimat dalil dengan bahasa jawa yang ada dibawah dalil itui ) , disini para
santri membutuhkan kejelian dalam mencari arti.
Tahapan
Keempat ; Seorang santri diajak memahami maksud yang terkandung dalam
kitab – kitab Tarojumah , karena hampir setiap kalimat mempunyai makna harfiah
dan tafsiriah yang tentunya membutuhkan keterangan dan pemahaman yang dalam .
Kitab – kitab Tarojumah disusun dengan formula lengkap : Kamaknanan ,
Kamurodan , Kasarahan , Kamaksudan Dan Kapertelanan , atau dengan kata lain
ngaji maksud , ngaji sorah , ngaji bandungan , atau ngaji sorogan . Pengajian
ini berupa pembacaan dan penerangan isi kandungannya dan dilakukan oleh
Syaikhina Haji Ahmad Rifai sendiri dihadapan para santri dan murid pilihan
kemudian mereka satu persatu memcoba menirukan seperti apa kata beliau . Dalam
pengajian ini diajarkan pula oleh ulama’ itu tentang ilmu dan amalan kesunahan
yang tidak tertulis didalam kitab – kitab Tarojumahnya.
Kitab – Kitab Tarojumah Karangannya Kitab -kitab karya
Kiai Haji Ahmad Rifai di Jawa yang dapat diketahui pasti ada 62 buah judul
kitab rangkuman berbagai soal keagamaan yang diambil dari Al – Qur’an dan Al –
Hadits dan kitab – kitab bahas Arab karangan ulama’ – ulama’ terdahulu
yang diterjemahkan secara bebas kedalam bahasa Jawa , karenanya disebut
Tarajumah , berisi ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf ,
memakai huruf Arab Jawa Pegon, sebagian besar berbentuk nadzam ( puisi tembang
), setiap empat baris dengan akhiran sama dan sebagian lagi natsar ( prosa )
atau natsrah ( nadzam dan natsar sekaligus ) , selain itu ada juga yang
berbentuk miring yang disebut Tanbih Rejeng.
Karya Tulis
Kitab – Kitab Yang Disusun Di Pulau
Jawa Ada 62:
Risalah berisi
fatwa – fatwa agama ( 1254 H ) ;
Nasihatul ‘Awam ,
berisi Nasihat kepada masyarakat / awam ( 1254 H ) ;
Syarihul Iman,
berisi Bab Iman , Islam , Ihsan dan barang ta’alu’ ( 1255 H ) ;
Taisir , berisi
Ilmu Sholat Jumat ( 1255 H ) ;
‘Inayah , berisi
Bab Khalifah Rosullulloh ( 1256 H ) ;
Bayan , berisi
Ilmu meteodologi mendidik dan mengajar ( 1256 H ) ;
Jam’ul Masail ,
berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1256 H ) ;
Qowa’id , berisi
Bab Ilmu Agama ( 1257 H ) ;
Targhib , berisi
Bab Makrifatulloh ( 1257 H ) ;
Thoriqot Besar ,
berisi Bab Hidayatulloh ( 1257 H ) ;
Thoriqot Kecil ,
berisi Bab Thariqotulloh ( 1257 H ) ;
Athlab , berisi
Bab mencari Ilmu Pengetahuan ( 1259 H ) ;
Husnul Mitholab ,
berisi 3 Ilmu Agama ( 1259 H );
Thulaab , berisi
Bab Kiblat Sholat ( 1259 H ) ;
Absyar , berisi
Bab Kiblat Sholat ( 1259 H ) ;
Tafriqoh , berisi
Bab Kewajiban Mukalaf ( 1260 H ) ;
Asnal Miqosod ,
Bab 3 Ilmu Agama ( 1261 H ) ;
Tafsilah , berisi
Bab Kemntapan Iman ( 1261 H ) ;
Imdaad , berisi
Masalah Dosa Takabur ( 1261 H ) ;
Irsyaad , berisi
Bab Ilmu Manfaat ( 1261 H ) ;
Irfaq , berisi
Bab Iman , Islam , dan Ihsan ( 1261 H ) ;
Nadzam Arja
Safa’at , berisi Hikayat Isro’ Mi’roj Nabi Sol’Am ( 1261 H ) ;
Jam ‘ul Masail ,
berisi Bab Fiqih dan Tasawuf ( 1261 H );
Jam’ul Masail ,
berisi Bab Tasawuf ( 1261 H ) ;
Tahsin , berisi
Bab Fidyah Sholat Dan Puasa ( 1261 H ) ;
Showalih , berisi
Kerukunan Umat Beragama ( 1262 H ) ;
Miqshadi , berisi
Bab bacaan Al Fatihah ( 1262 H );
As’ad , berisi
Bab Iman dan Ma’rifatulloh ( 1262 H ) ;
Fauziah , berisi
Bab Jumalah Maksiat ( 1262 H ) ;
Hasaniah , berisi
Bab Fardlu Mubadarah ( 1262 H ) ;
Fadliyah , berisi
Bab Dzikrulloh ( 1263 H ) ;
Tabyanal Islah ,
berisi Bab Nikah Tholaq Rujuk ( 1264 H );
Abyanal Hawaij ,
berisi Bab 3 Ilmu Agama ( Ushul-Fiqih-Tasawuf ) ( 1265 H ) ;
Takhirah
Mukhtasar , berisi Bab Iman Islam ( 1266 H ) ;
Ri’ayatal Himmah
, berisi Bab 3 Ilmu Agama ( 1266 H ) ;
Tasyrihatal
Muhtaj , berisi Masalah Mu’amalah ( EKSOS ) ( 1266 H ) ;
Kaifiyah , berisi
Bab Tata Cara Sholat ( 1266 H ) ;
Misbahah , berisi
Bab Dosa Meninggalkan Sholat ( 1266 H ) ;
Ma’uniyah ,
berisi Sebab Jadi kafir ( 1266 H ) ;
‘Uluwiyah ,
berisi Bab Takabur karena Harta ( 1266 H ) ;
Rujumiyah ,
berisi Bab Sholat Jum’ah ( 1266 H ) ;
Mufhamah , berisi
Bab Mukmin dan Kafir ( 1266 H ;
Basthiyah ,
berisi Bab Ilmu Syariat ( 1267 H ) ;
Tahsinah , berisi
Bab Ilmu Tajwid ( 1268 H ) ;
Tadzkiyah ,
berisi Bab Menyembelih Binatang ( 1269 H );
Fatawiyah ,
berisi Bab Cara Berfatwa Agama ( 1269 H ) ;
Samhiyah , berisi
Bab Sholat Jum’ah ( 1269 H ) ;
Rukhsiyah ,
berisi Bab Sholat Jama’ – Qosor dan Sholat Musafir ( 1269 H ) ;
Maslahah , berisi
Bab Pembagian Warisan Islami ( 1270 H ) ;
Wadlihah , berisi
Bab Manasikh Haji ( 1272 H ) ;
Munawirul Himmah
, berisi Bab Wasiat Kepada Manusia ( 1272 H ) ;
Surat kepada R.
Penghulu Pekalongan ( 1273 H );
Tansyirah , 10
Wasiyat Agama ( 1273 H );
Mahabbatulloh ,
berisi Bab Nikmatulloh ( 1273 H ) ;
Mirghabut Tha’ah*
, berisi Iman dan Syahadah ( 1273 H ) ;
Hujahiyyah ,
berisi Bab Tata Cara Berdialog ( 1273 H ) ;
Tashfiyah , Bab
Makna Fatihah ( 1273 H ) ;
500 Tanbih Bahasa
Jawa , ( 1273 H ) ;
700 Nadzam Do’a
dan Jawabannya ( 1270 – 1273 H ) ;
Puluhan Tanbih
Rejeng , Masalah Agama ( 1273 H ) ;
Shihatun Nikah ,
Mukhtashar Tabyanal Islah ( 1270-an H );
Nadzam Wiqoyah (
1270 -an H )
Kitab – Kitab , Surat Wasiat Dan
Tanbih Yang Disusun Di Ambon
Targhibul
Mathlabah , Berisi Bab Ushuliddin ( 1274 H ) ;
Kaifiyatul
Miqshadi , Berisi Bab Fiqih ( 1275 H ) ;
Nasihatul Haq ,
Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
Hidayatul Himmah
, Bab Tasawuf ( 1275 H ) ;
60 Buah kitab
Tanbih bahasa Melayu ( 1275 H );
Surat wasiat
kepada Maufuro dan Murid – Murid lainnya ! ( 1275 H ) ;
Perlu diketahui
bahwa kitab Tanbih terdiri dari tiga halaman folio sebanyak 114 baris nadzam
dan di dalam setiap tanbih membahas satu masalah agama yang berbeda dengan
nyang lain , berati dalam 500 tanbih terdapat 500 judul. Kalau tiap satu tanbih
dapat dihitung sebuah kitab , maka kitab – kitab karangan syeikhina Kiai Haji
Ahmad Rifai ada 562 Kitab yang dikarang di Pulau Jawa saja, kitab – kitab yang
dikarang di Ambon yang terdiri dari 60 Tanbih dan 4 kitab bahasa melayu serta
dua surat wasiat kepada Maufuro, jadi kalau ditotal semua karangan Guru Besar
Tarjumah ada 627 buah kitab.
Adapun data
mengenai nama kitab, tahun selesai dikarang, dan kandungan bersumber
pada :
1.
Jadwal Kitab yang disusun oleh Kiai
Ahmad Nasihun bin Abu Hasan Paesan tengah Kedungwuni Pekalongan ( 1966 M
) ;
2.
Kitab – kitab karangan Kiai Haji
Ahmad Rifai dipulau Jawa
3.
Buku Sejarah Nasional karangan Prof.
Dr. Sartono Kartodirdjo , Nugroho Notosusanto dkk. Masa Akhir Perjuangan Beliau Di
Pulau Jawa
Tahun 1272 H ( 1856 ) adalah merupakan tahun
permulaan krisis bagi gerakan Syeikhina Kiai Haji Ahmad Rifai . Hal ini
disebabkan hampir seluruh kitab karangan ( dan Hasil tulisan tangan beliau )
disita oleh pemerintah Belanda ,
disamping itu para murid dan Ahmad Rifai sendiri terus – menerus mendapat
tekanan Ratu Kafir Tanah Jawa ( RKTJ Bukan GITJ ) yaitu Belanda .
Sebelum Haji Ahmad Rifai diasingkan dari kaliwungu Kendal Semarang ,
tuduhan yang dikenakan hanyalah persoalan menghasut pemerintah Belanda dan
membawa Haji Ahmad Rifai dipenjara beberapa hari di Kendal ,Semarang dan
terakhir di Wonosobo .
Maka selama di Kalisalak persidangan panjang dialaminya ,
menghasut , mendoktrin jamaah membuat Syair – Syair protes dan beberapa Kitab
yang isinya menyinggung Anti kolonial Belanda dan
Kroni – kroninya serta mengkader pejuang pejuang militan di Pesantrennya adalah
selalu menjadi tuduhannya. Tuduhan itu dari wedono Kalisalak yang meminta agar
Haji Ahmad Rifai diasingkan dari Kalisalak ternyata tidak bisa dibuktikan
sebagaimana dalam surat keputusan kelima dari Gubernur JenderalDuymaer
Van Twist yang dibuat
pada tanggal 2
Juli 1855 menyatakan
bahwa seluruh tuduhan terhadap Haji Ahmad Rifai belum bisa dibuktikan , dan
perlu diperiksa dalam persidangan biasa . Untuk sementara waktu waktu perkara
tersebut ditutup.
Pada tahun 1856 Jendral Albertus Jacub Duymaer Van Twist
oleh Jendral Charles Ferdinand Pahud, Wedono Kalisalak memandang perlu untuk
mengangkat kembali permasalahan pengasingan Kiai Haji Ahmad Rifai , namun
ternyata jendral Pahud pun menyatakan menolak sebagaimana yang ditulis dalam
suratnya tertanggal 23
November 1858. Akan tetapi tekad dan dendam Iblis Wedono Kalisalak tidak berhenti sampai disini , Dia
menulis surat kepada Bupati Batang tertanggal 19 April 1859 No.1 A yang isinya
diteruskan ke Karisidenan Pekalongan oleh bupati Batang pada
tanggal 24
April 1859 No.29 .
Inti surat tersebut isinya adalah sebagaimana bunyi surat yang pernah dikirim
sebelumnya tertanggal 9
November 1858 No.578
dan 5
November 1858 No.700,
mengigat belum juga mendapat perhatian dari Residen Pekalongan, maka diperjelas lagi dengan suratnya tertanggal 29
April 1859. Selain itu pada tanggal 30
April 1859 Residen Pekalongan menulis
surat kepada Buiten
Zorg di Bogor yang isinya agar Kyai Haji Ahmad Rifai
disidangkan ke pengadilan dan diasingkan dari Kalisalak. Pada tanggal 6
Mei 1859 secara resmi
Haji Ahmad Rifai dipanggil Residen Pekalongan Franciscus
Netscher untuk
pemeriksaan terakhir dan syarat untuk memenuhi pengasingan ke Ambon.
Sejak tanggal 6
Mei 1859Haji Ahmad Rifai sudah tidak diperkenankan kembali ke rumah
lagi untuk menunggu keberangkatan pengasingan hingga tanggal 9
Mei 1859, berdasarkan surat keputusan No.35 tertanggal 19
Mei 1859K.H. Ahmad Rifai meninggalkan jamaah beserta para
keluarganya karena mulai hari itu beliau diasingkan di Ambon,Maluku.
Setelah dua tahun Haji Ahmad Rifai di Ambon beliau telah mengirim kitab sebanyak
empat buah dalam bahasa Melayu dan
60 buah judul Tanbih berbahasa Melayu juga
surat wasiat tertanggal 21
Dzulhijjah 1277 H
kepada menantunya Kyai Maufura bin Nawawi di Keranggongan, Batang yang
isinya agar para muridnya beserta keluarganya jangan sekali-kali taat pada
pemerintah Belanda dan
orang-orang yang berkolaborasi dengannya. Setelah di Ambon Haji Ahmad Rifai
bersama Kyai
Modjo dan 46 ulama
lainnya dipindahkan ke kampung Jawa Tondano, Manado, Sulawesi Utara karena
ia bersama ulama-ulama Tarojumah menganggap perlu lahirnya organisasi Rifaiyah
secara nasional , dan dia tinggal disana untuk menanti panggilan dari sang
Robb, Beliau wafat dengan tenang sebagai ” Pahlawan Islam dan bukan Pahlawan
Nasional” pada Kamis 25
Robiul Akhir 1286 H
(usia 86 tahun) , ada riwayat lain yang mengatakan beliau wafat pada 1292 H (92
tahun, semoga yang ini benar, karena itu berarti beliau panjang umur) di kampung Jawa Tondono Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara dan
dimakamkan dikomplek makam pahlawan kiai
Modjo disebuah bukit
yang terletak kurang lebih 1 km dari kampung Jawa Tondano (Jaton).
1.
D. TARIKAT SYAZILIYAH DAN AJARANNYA
Tarekat ini lahir
di Maroko,yg direalisasikan oleh Syekh Abdul Hasan as-Syadzili(1258). Tarekat
ini merupakan salah satu komunitas ajaran sufistik yg memiliki pengikut yg luar
biasa banyaknya. Sekarang ,tarekat ini sudah menyebar di berbagai
negara.Diantaranya,di Afrika utara,Mesir, Kenya, Tanzania, Timur-tengah,&
Sri langka.Bahkan ,aliran tarekat ini telah merambah ke Amerika
barat/utara.Tarekat ini umumnya diikuti oleh kalangan kelas menengah,
pengusaha, pejabat, dan pegawai negeri. Sebagian ajaran tarekat ini
dipengaruhi oleh iman al-Ghazali & al-Makki.
1.
1. Pendiri Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syeh Abul Hasan Asy Syadzili.
Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Asy Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul
Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya’ bin Ward
bin Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad anak pemimpin pemuda
ahli surga dan cucu sebaik-baik manusia: Abu MuhammadHasan bin Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah al-Zahra
binti Rasulullah SAW.[1].
Nama kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili adalah Ali,
gelarnya adalah Taqiyuddin, Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya
adalah Asy
Syadzili. al-Syadzili lahir di sebuah desa yang bernamaGhumarah,
dekat kota Sabtah pada
tahun 593
H(1197 M). menghapal al-Quran dan pergi ke Tunisketika
usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa Syadzilah. Oleh karena itu,
namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak berasal dari desa
tersebut.[1]
1.
Intisari tarekat
Secara pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan
karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai
ajaran lisan tasawuf, doa, dan hizib.
Ibn Atha’illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun ajaran-ajaran,
pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah tareqat Syadziliyah
tetap terpelihara. Ibn Atha’illah juga orang yang pertama kali menyusun karya
paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya,
prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui sirkulasi
karya-karya Ibn Atha’illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke
Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan
tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai,
yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal
atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas
dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi
murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat
Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu
dengan yang lain.
Sebagai ajaran
Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan
as-Syadzili kepada murid-muridnya: “Seandainya kalian mengajukan suatu
permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali”.
Perkataan yang lainnya: “Kitab Ihya’ Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi
anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.”
Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim
at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya
Qadhi ‘Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn
Atah’illah.
1.
3. Silsilah
Sanad dan
Silsilah Tariqah
·
As-Syaikh As-Sayyid Abil Hasan
Asy-Syadzili ra drp
·
As-Syaikh Abdus Salam b Mashish ra
drp
·
As-Syaikh Muhammad bin Harazim ra drp
·
As-Syaikh Muhammad Salih ra drp
·
As-Syaikh Shuaib Abu Madyan ra drp
·
As-Syaikh As-Sayyid Abdul Qadir
Al-Jailani ra drp
·
As-Syaikh Abu Said Al-Mubarak ra drp
·
As-Syaikh Abul Hasan Al-Hukkari ra
drp
·
As-Syaikh At-Tartusi ra drp
·
As-Syaikh Asy-Shibli ra drp
·
As-Syaikh Sari As-Saqati ra drp
·
As-Syaikh Ma’ruf Al-Kharkhi ra drp
·
As-Syaikh Daud At-Tai ra drp
·
As-Syaikh Habib Al-Ajami ra drp
·
Imam Hasan Al-Basri ra drp
·
Sayyidina Ali bin Abu Talib ra drp
·
Sayyidina Muhammad saw
Sanad Nasab Abil
Hasan Asy-Syadzili
·
As-Sayyid Asy-Syaikh Abil Hasan
Asy-Syadzili bin
·
Ali bin
·
Abdullah bin
·
Tamim bin
·
Hurmuz bin
·
Hatim bin
·
Qusay bin
·
Yusuf bin
·
Yusya bin
·
Ward bin
·
Bathaal bin
·
Ali bin
·
Ahmad bin
·
Muhammad bin
·
Isa bin
·
Muhammad bin
·
Abi Muhammad bin
·
Imam Hasan bin
·
Sayyidna Ali ra dan Sayyidatina
Fathimah binti
·
Rasulullah Sayyidina Muhammad saw.
1.
4. Wejangan Dasar
Tauhid dengan
sebenar-benarnya tauhid yang tidak musrik kepada Alloh ta’ala
1.
Ketaqwaan terhadap Allah swt lahir
dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara’ danIstiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
2.
Konsisten mengikuti Sunnah Rasul,
baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan dengan selalau bersikap
waspada dan bertingkah laku yang luhur.
1.
Berpaling (hatinya) dari makhluk,
baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku sadar dan berserah diri
kepada Allah swt (Tawakkal).
2.
Ridho kepada Allah, baik dalam
kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan menerima apa adanya
(qana’ah/ tidak rakus) dan menyerah.
3.
Kembali kepada Allah, baik dalam
keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan dengan jalan
bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima sendi
tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:
1.
Semangat yang tinggi, yang mengangkat
seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
2.
Berhati-hati dengan yang haram, yang
membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas kehormatannya.
3.
Berlaku benar/baik dalam berkhidmat
sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian tujuan
kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
4.
Melaksanakan tugas dan kewajiban,
yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
5.
Menghargai (menjunjung tinggi)
nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang lebih besar.
Selain itu tidak
peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat
yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan
tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha’illah
menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak
prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia
menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan
hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya
untuk berbuat positif.
Perkembangan
Tarekat
Sementara itu
tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w.
790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari
ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran
tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan
kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu
kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur
kepada kita.”
Mengenai dzikir
yang merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola dzikir
tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk
dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan, dan
syekh di pusat lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir dengan
al-asma al-husna dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang pembimbing
khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab penerapan
asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya, secara
rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang
disekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibn
Atha’ilah berikut: “Asma al-Latif,” Yang Halus harus digunakan oleh seorang
sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan keadaan
spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi dicintai oleh
semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam kesendirian, maka
keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma al-Faiq, “Yang
Mengalahkan” sebaiknya jangan dipakai oleh para pemula, tetapi hanya oleh orang
yang arif yang telah mencapai tingkatan yang tinggi.
Demografik
Para Pengikut
Tareqat
Syadziliyah terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan
pengawai negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani
pengikutnya dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam
tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan
semangat tareqat didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka tidak
diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri khas
yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka dalam
berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah “ketenagan”
yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya, misalnya: asy-Syadzili, Ibn
Atha’illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa hal ini dapat dimengerti bila
dilihat dari sumber yang diacu oleh para anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri’ayah
karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi tentang telaah psikologis mendalam mengenai
Islam di masa awal. Acuan lainnya adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya
Ulumuddin karya al-Ghozali. Ciri “ketenangan” ini tentu sja tidak menarik bagi
kalangan muda dan kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah
untuk berjalan di atas Jalan Yang Benar.
Disamping
Ar-Risalahnya Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya’nya, Hakim
at-Tirmidzi. Ciri khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah
keyakinan mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota
tareqat ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan
senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.
Tidak berbeda
dengan tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat ini
di Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya
relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam
praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual
rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai
kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai hizib,
paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh seorang
guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan guru
tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai seorang
anggota dari sebuah tareqat.
Amalan-Amalan
Hizb
al-Bahr, Hizb Nashor, Hizb Barr disamping Hizib al-Hafidzah, merupakan
Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini
dikomunikasikan kepadanya oleh Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai
kekuatan adikodrati, yang terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam
perjalanan dan bermanfaat dalam meningkatkan kadar ibadah kepada Alloh ta’ala.
Sebagai contoh,
Ibnu Batutah menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan
panjangnya, dan berhasil. Di Indonesia, dimana doa ini diamalkan secara luas,
secara umum dipercaya doa ini baik dan tidak bertentangan dengan Sunatulloh dan
Sunnatur Rosul. Untuk pengamalan hizb ini sebaiknya dalam bimbingan guru yang
mengamalkannya.
Hizib-hizib dalam
Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain
untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan
hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa’iyah,
dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah. Akan tetapi yang
utama adalah Hizb tersebut dipergunakan untuk meningkatkan kadar ibadah yang
sebenarnya kepada Alloh ta’ala.
Para ahli mengatakan
bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia bukan hanya merupakan mantera
megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A’zhim) dan, apabila
dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah dan menjamin respon supra
natural dan yang terpenting adalah
mendapatkan Ridho Alloh ta’ala semata. Menyangkut pemakaian
hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasanya tidak keberatan bila
doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh
setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui
murid-murid mereka mengamalkannya tanpa berlandaskan Al Qur’an dan tuntunan
Rosululloh SAW, sebab murid tersebut sedang mengikuti suatu pelatihan dari sang
guru untuk dapat beribadah kepada Alloh ta’ala dengan benar.
Yang menarik dari
filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib
itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat
Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin tingkah laku islami, pemahaman,
adab hati, penyaksian, pembuktian yang sangat dahsyat.
Pengaruh
dan Cabang-Cabang Tarekat Syadziliyyah
Tareqat ini
mempunyai pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di
Afrika Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan
beberapa tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di
Mesir yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai
beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah,
as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah,
al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
Kata-Kata
Hikmah
Di antara Ucapan
Abul Hasan asy-Syadzili:
Pengelihatan akan
yang Haqq telah mewujud atasku, dan takkan meninggalkan aku, dan lebih kuat
dari apa yang dapat dipikul, sehingga aku memohon kepada Tuhan agar memasang
sebuah tirai antara aku dan Dia. Kemudian sebuah suara memanggilku, katanya ”
Jika kau memohon kepada-Nya yang tahu bagaimana memohon kepada-Nya, maka Dia
tidak akan memasang tirai antara kau dan Dia. Namun memohonlah kepada-Nya untuk
membuatmu kuat memiliki-Nya.”Maka akupun memohon kekuatan dari Dia pun
membuatku kuat, segala puji itu milik Alloh ta’ala!
Aku pesan oleh
guruku (Abdus Salam ibn Masyisy ra): “Jangan anda melangkahkan kaki kecuali
untuk sesuatu yang dapat mendatangkan keridhoan Allah ta’ala, dan jangan duduk
dimajelis kecuali majelis yang aman dari murka Allah. Jangan bersahabat kecuali
dengan orang yang membantu berbuat taat kepada Allah. Jangan memilih sahabat
karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah.”
Seorang wali
tidak akan sampai kepada Allah selama ia masih ada syahwat atau usaha ikhtiar
sendiri.
Janganlah yang
menjadi tujuan doamu itu adalah keinginan tercapainya hajat kebutuhanmu. Dengan
demikian engkau hanya terhijab dari Allah. Yang harus menjadi tujuan dari doamu
adalah untuk dapat selalu taat kepada Allah yang memiliki pemelihara dirimu.
Seorang arif
adalah orang yang megetahui rahasia-rahasia karunia Allah di dalam berbagai
macam bala’ dan ni’mat yang menimpanya sehari-hari, dan mengakui
kesalahan-kesalahannya didalam lingkungan belas kasih Allah kepadanya dan
bersyukur atas syukur yang mendalam.
Sedikit amal
dengan mengakui dan mensyukuri karunia Allah, lebih baik dari banyak amal
dengan terus merasa kurang beramal.
Andaikan Allah
membuka nur (cahaya) seorang mu’min yang berbuat dosa, niscaya ini akan
memenuhi antara langit dan bumi, maka bagaimanakah kiranya menjelaskan :
“Andaikan Allah membuka hakikat kewalian seorang wali, niscaya ia akan
disembah, sebab ia telah mengenangkan sifat-sifat Allah SWT.
1.
Ibn Abi-Qasim al-Humairi:
“Jejak-jejak Wali Allah”, halaman 2-4. Penerbit ERLANGGA, 2009 -033-319-2
1.
E. TARIKAT MAULAWIYAH DAN AJARANNYA
Bagi kalangan
pencinta musik sufi,nama tarekat ini cukup dikenal. Maulawiyah merupakan
tarekat yg berasal dari ajaran sufi besar bernama Jalaluddin Rumi (1273) di
Turki. Tarekat ini menyebar luas ke beberapa wilayah,diantaranya di Turki dan
Amerika Utara.Salah satu keunikan pd praktik ajaran sufi tarekat ini adalah
tata cara meditasinya,yaitu berputar-putar spt menari-mari cukup lama. Upaya
ini merupakan bagian dari cara untuk mengingatkan seseorang bahwa segala
sesuatu berawal dari sebuah putaran. Hidup merupakan putaran dari tiada menjadi
ada,kemudian tidak ada, ada, dan tiada lagi.
Biografi Maulana Jalaluddin Ar Rummy
Maulānā Jalāluddīn Muhammad Rūmī[2] (Parsi: مولانا جلال الدین
محمد رومی, Bahasa Turki: Mevlânâ Celâleddin Mehmed Rumi)
, juga dikenali Maulānā Jalāluddīn Muhammad Balkhī (Parsi: محمد بلخى), atau Rumi sahaja di negara-negara
bertutur Inggeris, (30 September, 1207–17 Disember, 1273),
merupakanpenyair, Qadi dan ahli teologi Parsi Muslim abad ke 13 Farsi (Tājīk)[3][4]. Namanya bermaksud“Keagungan Agama”, Jalal berarti “agung” dan Din berarti “agama”.[5]
Rumi lahir di Balkh (ketika itu sebahagian dari Khorasan Besar di Negeri Parsi, kini
dalam Afghanistan) dan meninggal dunia di Konya ( di Turki sekarang )
Tempat lahir dan bahasa ibunda/tempatannya menggambarkan
latar belakang Farsi. Beliau juga menulis puisi Farsi dan
karya-karyanya tersebar di Iran, Afghanistan, Tajikistan, dan dialih bahasa diTurki, Azerbaijan, A.S.,
dan Asia Tenggara. Sebahagian besar hayat dan era penulisan
ketika Empayar Seljuk.[6] Disamping
puisi Farsi beliau juga menulis beberapa rangkap dalam bahasa Arab, Greek,
danTurki Oghuz.
Kepentingan Rumi melangkaui batas bangsa, budaya dan
negara. Sepanjang abad dia mempunyai pengaruh dalam Kesusasteraan Parsi disamping dalam Kesusasteraan
Urdu dan Kesusasteraan
Turki. Sajak-sajak karangannya dibaca dengan meluas di negara-negara
seperti Iran, Afghanistan danTajikistan dan
telah banyak diterjemah dalam pelbagai bahasa di dunia dalam pelbagai bentuk.
Mawlana Jalaludin
Rumi yaitu Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani (Grandson of Mawlana Rumi )
“Dia adalah,
orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya dan Saya mengaguminya,
Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya. Setiap orang
mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia adalah orang
yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling sempurna.
Orang-orang yang
mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah sekarat. Dia adalah dia dan
dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah rahasia, jika kalian mempunyai
cinta, kalian akan memahaminya.
( Sulthanul
Awliya Mawlana Syaikh Nazhim Adil al-Haqqani – Cucu dari Mawlana Rumi, Lefke,
Cyprus Turki, September 1998)
Rumi memang bukan
sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya.
Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah thariqat yang berpusat
di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat Maulawiah pernah
berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman
sekitar tahun l648.
Sebagai tokoh
sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan
kebenaran.Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan
akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengancepat
mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal menurut
Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu
yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada
segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan
beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi mengatakan,
“Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah
gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang
tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk
Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada
indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.”
Bagi Rumi, tidak
layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata
kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu
tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung
dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang
tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah
Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
PENGARUH TABRIZ
Fariduddin Attar,
salah seorang ulama dan tokoh sufi, ketika berjumpa dengan Rumi yang baru
berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan menjadi tokoh
spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin Attar itu tidak
meleset.
Rumi, Lahir di
Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207. Mawlana Rumi menyandang
nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi.Adapun
panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnyadihabiskan di Konya (kini Turki),
yang dahulu dikenalsebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya,
Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab
Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari
Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada sebagian
ulama lain. Dan mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin ke
penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus
meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima
tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari
suatu negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Di samping kepada
ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan
pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah)
atas saran gurunya itu. Beliau baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut
mengajar di perguruan tersebut.
Setelah
Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan
pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga menjadi
da’i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak tokoh ulama yang berkumpul di
Konya. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul
para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian dan
kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau sudah berumur cukup tua, 48 tahun.
Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya
murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, beliau juga memberi fatwa
dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah
seratus delapan puluh derajat ketika beliau berjumpa dengan seorang sufi
pengelana, Syamsuddin alias Syamsi dari kota Tabriz.
Suatu saat,
seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan
sesuatu kepadanya. Tiba-tiba seorang lelaki asing–yakni Syamsi Tabriz–ikut
bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan
seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat pada
sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab. Akhirnya Rumi berkenalan dengan
Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum kepada Tabriz yang
ternyata seorang sufi.
Sultan Salad,
putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru
besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus
menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi
itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itumelihat kandungan ilmu
yang tiada taranya.”
Rumi telah menjadi
sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan kerinduannya
untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan mengembangkan
emosinya, sehingga beliau menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna mengenang
dan menyanjung gurunya itu, beliau tulis syair-syair, yang himpunannya kemudian
dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz. Beliau bukukan pula wejangan-wejangan
gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat Syams Tabriz.
Rumi kemudian
mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syaikh Hisamuddin Hasan bin
Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masahidupnya
beliau berhasil menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang
diberi nama Masnavi.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran
tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Bahkan Masnavi
sering disebut Qur’an Persia. Karyatulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak
empat baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa;
merupakan himpunan ceramahnya tentang metafisika), dan Maktubat (himpunan
surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama Syaikh
Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau Jalaliyah.
Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (para Darwisy
yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut thariqat ini
melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam
dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
WAFATNYA MAWLANA
RUMI
Semua manusia
tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi. Penduduk
Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar bahwa tokoh panutan
mereka, Rumi, tengah menderita sakit keras. Meskipun demikian, pikiran Rumi
masih menampakkan kejernihannya.
Seorang
sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan,“Semoga Allah berkenan memberi
ketenangan kepadamu dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau
beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada
juga yang kafir dan pahit.”
Pada tanggal 5
Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke
Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan,penduduk setempat
berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya. Malam wafatnya beliau
dikenal sebagai Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang para pengikut
Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari wafatnya
beliau.
“SAMA”, Tarian
Darwis yang Berputar
Suatu saat Rumi
tengah tenggelam dalam kemabukannya dalam tarian “Sama” ketika itu seorang
sahabatnya memainkan biola dan ney (seruling), beliau mengatakan, “Seperti juga
ketika salat kita berbicara dengan Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis
juga berdialog dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama yang merupakan bagian
salawat atas baginda Nabi Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud
musik cinta demi cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.
Rumi mengatakan
bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama, dimana musik
merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron
yangmengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup
tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan
minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat
Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya.
Isa sering melakukan tarian sama dijalan-jalan kota Konya.
Terdapat beberapa
puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama dan perasaan harmonis alami yang muncul
dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi, Rumi menuliskan puisi tentang
kefanaan dalam Sama, “ketika gendang ditabuh seketika itu perasaan extase
merasukbagai buih-buih yang meleleh dari debur ombak laut”.
Tarian Sakral
Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau Tariqah Mawlawiyah ini masih dilakukan
saat ini di Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana Syaikh Nazim Adil
al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh Nazim dan mawlana Syaikh Hisyam juga
merambah keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga tarian Whirling
Dervishes ini juga dilakukan di banyak kota-kota di Amerika, Eropa dan Asia di
bawah bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.
Tarian Sama ini
sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap melalui perputaran
planet-planet. Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan dalam situasi yang
sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke tujuh belas.
Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang Rumi
dambakan dan ia lukiskan dalam istilah-istilah yang menyenangkan.
Para Anggota Tariqah
Mevlevi sekarang belajar menarikan tarian ini dengan bimbingan Mursyidnya.
Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan seorang peniup suling yang
memainkan Ney, seruling kayu. Para penari masuk mengenakan pakaian putih yang
sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar sebagai symbol alam kubur dan
topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan batu nisan.
Akhirnya seorang
Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwish lainnya. Mereka kemudian
balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet merahmenyala yang
menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan langit senja
sewaktu Rumiwafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw yang ditulis
oleh Rumi disertai iringan musik,
gendang, marawis dan seruling ney. Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya,maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
gendang, marawis dan seruling ney. Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya,maka para darwis memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang menyimbulkan kuburan untuk mengalami ‘ mati sebelum mati”,
kelahiran kedua. Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup danpembacaan ayat suci Al-Quran.
Rombongan Penari
Darwis, secara teratur menampilkan Sama di auditorium umum di Eropa dan Amerika
Serikat. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan terasa lambat tetapi
para pemirsa mengatakan penampilan ini sangat magis dan menawan. Kedalaman
konsentrasi, atauperasaan dzawq dan ketulusan para darwis menjadikan gerakan
mereka begitu menghipnotis. Pada akhir penampilan para hadirin diminta untuk
tidak bertepuktangan karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual
bukan sebuah pertunjukan seni.
bukan sebuah pertunjukan seni.
Pada abad ke 17,
Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyahdikendalikan oleh kerajaan Utsmaniyah. Meskipun
Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besarkebebasannya ketika berada dibawah
dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja menungkinkan.Tariqah Mawlawi
menyebar luas keberbagai daerah danmemperkenalkan kepada banyak orang tentang
tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan indah. Pada Abad ke 18, Salim III
seorang Sultan Utsmaniyah menjadi anggota Tariqah Mawlawiyah dan kemudian
diamenciptakan musik untuk upacara-upacara Mawlawi.
Selama abad ke 19
, Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar Sembilan belas aliran sufi di
Turtki dan sekitar tigapuluh lima kelompok semacam itu dikerajaanUtsmaniyah.
Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi kelompok yang paling
berpengarhdiseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka dianggap sangat
murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan Amerika
pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian public. Selama abad 19, sebuah
panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak kelompok
wisatawan Eropa yang datang ke Turki.
Pada tahun 1925,
Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan diri ditanah kelahiran mereka Turki,
setelah Kemal Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua kelompok darwis
lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu makam Rumi di
Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museumNegara.
Motivasi utama
Atatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa pertengahan guna
mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi ala barat. Bagi
Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki. Pada saat itulah
Syaikh Nazim ق mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan mengajar agama
Islam di Siprus, Turki.
Mawlana Syaikh
Nazim Adil al-Haqqani
Banyak murid yang
mendatangi Mawlana Syaikh Nazim danmenerima Thariqat Naqsybandi Haqqani. Selain
itu beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah Sufi besar lainnya,
termasuk Mevlevi Haqqani atau Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah, Chisty. Namun
sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau berada di
dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agama pun dilarang di sana.
Bahkanmengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.
Langkah Syaikh
Nazim yang pertama ketika itu adalah menuju masjid di tempat kelahirannya dan
mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkanpenjara selama seminggu.
Begitu dibebaskan, Syaikh Nazim ق pergi menuju masjid besar di Nikosia dan
melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat parapejabat marah dan beliau
dituntut atas pelanggaran hukum.
Sambil menunggu
sidang, Syaikh Nazim ق terus mengumandangkan azan di menara-menara masjid di
seluruh Nikosia. Sehingga tuntutannya pun terus bertambah, ada 114 kasus yang
menunggu beliau. Pengacara menasihati beliau agar berhenti melakukan azan,
namun Syaikh Nazim ق mengatakan, “ Tidak, aku tidak bisa mengehntikannya.
Orang-orang harusmendengar panggilan azan untuk shalat.”
Ketika hari
persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim didakwa atas 114 kasus mngumandangkan
azan diseluruh Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti, maka beliau bisa dihukum
100 tahun penjara. Tetapi pada hari yang sama hasil pemilu diumumkan di Turki.
Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan untuk berkuasa. Langkah
pertamanya ketika terpilih menjadi Presiden adalah membuka seluruh
masjid-masjid dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa Arab. Inilah
keajaiban yang diberikan Allah swt kepada Mawlana Syaikh Nazim.
Hingga saat ini
makam Rumi di Konya tetap terpeliharadan dikelola oleh pemerintah Turki sebagai
tempat wisata. Meskipun demikian pengunjung yang datang kesana yang terbanyak
adalah para peziarah dan bukan wisatawan. Melalui sebuah kesepakatan pemerintah
Turki, pada tahun 1953 akhirnya menyetujui tarian “Sama” Tariqah Mawlawi
dipeertontonkan lagi di Konya dengan syarat pertunjukan tersebut bersifat
culturaluntuk para wisatawan.
Rombongan Darwis
juga diijinkan untuk berkelana secara Internasional. Meskipun demikian secara
keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi praktek yang illegal di Turki
dan para sufi banyak diburu sejakAtaturk melarang agama mereka.
———————————-
Maulana
Jalaluddin Rumi, Menari di Depan Tuhan
“AKAN tiba
saatnya, ketika Konya menjadi semarak, dan makam kita tegak di jantung kota.
Gelombang demi gelombang khalayak menjenguk mousoleum kita, menggemakan
ucapan-ucapan kita.”
Itulah ucapan
Jalaluddin Rumi pada putranya, Sultan Walad, di suatu pagi. Dan waktu kemudian
berlayar, melintasi tahun dan abad. Konya seakan terlelap dalam debu sejarah.
“Tetapi, kota Anatolia Tengah ini tetap berdiri sebagai saksi kebenaran ucapan
Rumi,” tulis Talat Said Halman, peneliti karya-karya mistik Rumi.
Kenyataannya
memang demikian. Lebih dari 7 abad, Rumi bak bayangan yang abadi mengawal
Konya, terutama untuk pada pengikutnya, the whirling dervishes, para darwis
yang menari. Setiap tahun, dari tanggal 2-17 Desember, jutaan peziarah menyemut
menuju Konya. Dari delapan penjuru angin mereka berarak untuk
memperingatikematian Rumi, 727 tahun silam.
Siapakah
sesungguhnya makhluk ini, yang telahmenegakkan sebuah pilar di tengah khazanah
keagamaan Islam dan silang sengketa paham? “Dialah penyairmistik terbesar
sepanjang zaman,” kata orientalis Inggris Reynold A Nicholson. “Ia bukan nabi,
tetapi iamampu menulis kitab suci,” seru Jami, penyair Persia Klasik, tentang
karya Rumi,Matsnawi.
Gandhi pernah
mengutip kata-katanya. Rembrandt mengabadikannya dikanvas, Muhammad Iqbal,
filsuf dan penyair Pakistan, sekali waktu pernah berdendang,“Maulana mengubah
tanah menjadi madu…. Aku mabuk oleh anggurnya; aku hidup dari napasnya.”
Bahkan, Paus Yohanes XXIII, pada 1958 menuliskan pesan khusus: “Atas nama dunia
Katolik, saya menundukkan kepala penuh hormat mengenang Rumi.”
Besar dalam
kembara
Jalaluddin
dilahirkan 30 September 1207 di Balkh, kini wilayah Afganistan. Ia Putra
Bahauddin Walad, ulama dan mistikus termasyhur, yang diusir dari kota Balkh
tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran itu buntutperbedaan pendapat antara
Sultan dan Walad.
Keluarga ini
kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus), dan di situ kebeliaan Jalaluddin diisi
oleh guru-guru bahasa Arab yang tersohor. Tak lama di Damakus, keluarga ini
pindah ke Laranda, kota di Anatolia Tengah, atas permintaan Sultan Seljuk
Alauddin Kaykobad.
Konon, Kaykobad
membujuk dalam sebuah surat kepada Walad, “Kendati saya tak pernah menundukkan
kepala kepada seorang pun, saya siap menjadi pelayan dan pengikut setia Anda.”
Di kota ini ibu Jalaluddin, Mu’min Khatum, meninggal dunia. Tak lama kemudian,
dalam usia 18 tahun, Jalaluddin menikah. 1226, putra pertama Jalaluddin, Sultan
Walad, lahir. Setahun kemudian, keluarga ini pindah ke Konya, 100 Km
dariLaranda. Di sini, Bahauddin Walad mengajar di madrasah. 1229, anak kedua
Jalaluddin, Alauddin, lahir. Dua tahun kemudian, dalam usia 82 tahun, Bahaudin
Walad meninggal dunia.
Era baru pun
dialami Jalaluddin. Dia menggantikan Walad, dan mengajarkan ilmu-ilmu
ketuhanan tradisional, tanpa menyentuh mistik. Setahun setelahkematian
ayahnya, suatu pagi, madrasahnya kedatangan tamu, Burhannuddin Muhaqiq, yang
ternyata murid terkasih Walad. Dan ketika menyadari sang guru telahtiada,
Muhaqiq mewariskan ilmunya pada Jalaluddin. Burhanuddin pun menggembleng
muridnya dengan latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama 4 abad terakhir
oleh para sufi, dan beberapa kali meminta dia ke Damakus untuk menambah lmu. 8
tahun menggembleng, 1240, Burhanuddin kembali ke Kayseri. Jalaluddin Rumipun
menggembleng diri sendiri.
Cinta adalah
menari
Tahun 1244, saat
berusia 37 tahun, Jalaluddin sudah berada di atas semua ulama di Konya. Ilmu
yang dia timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan Ibrani, membuat
dia nyaris ensiklopedis. Gelar Maulana Rumi (Guru bangsa Rum) pun dia raih.
Tapi, di sebuah senja Oktober, sehabis pulang dari madrasah, seseorang yang tak
dia kenal, menjegat langkahnya, dan menanyakan satu hal. Mendengar pertanyaan
itu, Rumilangsung pingsan!
Sebuah riwayat
mengatakan, orang tak dikenal itu bertanya, “Siapa yang lebih agung, Muhammad
Rasulullah yang berdoa, ‘Kami tak mengenal-Mu seperti seharusnya’ atau seorang
sufi Persia, Bayazid Bisthami yang berkata, ‘Subhani, mahasuci diriku, betapa
agungnya kekuasaanku’. Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz itu mengubah hidup
Rumi. Dia kemudian tak lagi terpisahkan dari Syams. Dan di bawah pengaruh
Syams,ia menjalani periode mistik yang nyala, penuh gairah, tanpa batas, dan
kini, mulai menyukai musik. Mereka menghabiskan hari bersama-sama, dan menurut
riwayat, selama berbulan-bulan mereka dapat bertahan hidup tanpa
kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, khusuk menuju Cinta Ilahiah.
Tapi hal ini tak
lama. Kecemburuan warga Konya, membuat Syams pergi. Dan saat Syams kembali,
warga membunuhnya. Rumi kehilangan, kehilangan terbesar yangdia gambarkan
seperti kehidupan kehilangan mentari.
Tapi, suatu pagi,
seorang pandai besi membuat Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi itu,
Shalahuddin, membuat dia ekstase, dan tanpa sadar mengucapkan puisi-puisi
mistis, yang berisi ketakjuban pada pengalaman syatahat. Rumi pun kemudian
bersabahat dengan Shalahuddin, yang kemudian menggantikan posisi Syams. Dan era
menari pun dimulai Rumi, menari sambil memadahkan syair-syair cinta Ilahi.
“Tarian para darwis itulah yang kemudian menjadi semacam bentukratapan Rumi
atas kehilangan Syams,” jelas Talat.
Sampai
meninggalnya, 17 Desember 1273, Rumi tak pernah berhenti menari, kerana dia tak
pernah berhenti mencintai Allah. Tarian itu juga yang membuat peringkatnya
dalam inisiasi sufi berubah dari yang mencintai jadi yang dicintai. (Aulia A
Muhammad)
Wikipedia akan berubah kepada muka baru.
Bantulah kami mengesan kesilapan dan menlengkapkan penterjemahan.
Bantulah kami mengesan kesilapan dan menlengkapkan penterjemahan.
Jalaluddin
Muhammad Rumi
Ahli falsafah Parsi
Zaman Pertengahan |
|
Nama:
|
Jalāluddīn Muhammad Rūmī
|
Kelahiran:
|
|
Kematian:
|
|
Mazhab:
|
|
Minat utama:
|
sajak, syair, muzik
|
Idea terkenal:
|
|
Dipengaruhi:
|
|
Mempengaruhi:
|
Tarekat
maulawiyah adalah sebuah tarekat pengikut jalaluddin rumi. Tarekat ini
mengajarkan ajaran sufistik beraliran jalldn rumi. Jalaludn sendri mrupkan
seorang sufi yg memprknalkn tarian the whirling dervishes (tarian sufistik).
Ajaran tasawuf yg ditekankn lbh trknal pd sisi musik sufistik. Bentuk cinta nya
di metmorphosiskn pada syair2 nya.
Jalaluddin Rumi
Penyair dan
tokoh sufi terbesar dari Persia
Ia berkata,
“Siapa itu berada di pintu?”
Aku berkata, “Hamba sahaya Paduka.”
Ia berkata, “Kenapa kau ke mari?”
Aku berkata, “Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti.”
Ia berkata, “Berapa lama kau bisa bertahan?”
Aku berkata, “Sampai ada panggilan.”
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, “Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan.”
Aku berkata, “Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku.”
Ia berkata, “Saksi tidak sah, matamu juling.”
Aku berkata, “Karena wibawa keadilanmu mataku terbebas dari dosa.”
Aku berkata, “Hamba sahaya Paduka.”
Ia berkata, “Kenapa kau ke mari?”
Aku berkata, “Untuk menyampaikan hormat padamu, Gusti.”
Ia berkata, “Berapa lama kau bisa bertahan?”
Aku berkata, “Sampai ada panggilan.”
Aku pun menyatakan cinta, aku mengambil sumpah
Bahwa demi cinta aku telah kehilangan kekuasaan.
Ia berkata, “Hakim menuntut saksi kalau ada pernyataan.”
Aku berkata, “Air mata adalah saksiku, pucatnya wajahku adalah buktiku.”
Ia berkata, “Saksi tidak sah, matamu juling.”
Aku berkata, “Karena wibawa keadilanmu mataku terbebas dari dosa.”
Syair religius di
atas adalah cuplikan dari salah satu puisi karya penyair sufi terbesar dari
Persia, Jalaluddin Rumi. Kebesaran Rumi terletak pada kedalaman ilmu dan
kemampuan mengungkapkan perasaannya ke dalam bahasa yang indah. Karena
kedalaman ilmunya itu, puisi-puisi Rumi juga dikenal mempunyai kedalaman makna.
Dua hal itulah –kedalaman makna dan keindahan bahasa– yang menyebabkan
puisi-puisi Rumi sulit tertandingi oleh penyair sufi sebelum maupun sesudahnya.
œ
Rumi memang bukan
sekadar penyair, tetapi ia juga tokoh sufi yang berpengaruh pada zamannya. Rumi
adalah guru nomor satu tarekat Maulawiah –sebuah tarekat yang berpusat di Turki
dan berkembang di daerah sekitarnya. Tarekat Maulawiah pernah berpengaruh besar
dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan kalangan seniman pada sekitar tahun
l648.
Sebagai tokoh
sufi, Rumi sangat menentang pendewa-dewaan akal dan indera dalam menentukan
kebenaran. Pada zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu.
Bagi kelompok
yang mengagul-agulkan akal, kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai
oleh indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan
akal, cepat-cepat mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal, menurut
Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan iman kepada sesuatu
yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada
segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan
beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi mengatakan,
“Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah
gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang
tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk
Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada
indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.”
Bagi Rumi, tidak
layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata
kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu
tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung
dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang
tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang
bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
œ
PENGARUH TABRIZ.
Fariduddin Attar, seorang tokoh sufi juga, ketika berjumpa dengan Rumi yang
baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak bakal menjadi
tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin itu tidak
meleset.
Lahir di Balkh,
Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207 Rumi menyandang nama lengkap
Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi
karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (kini Turki), yang dahulu
dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya,
Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar bermadzhab
Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya, ia digelari
Sulthanul Ulama (raja ulama). Namun rupanya gelar itu menimbulkan rasa iri pada
sebagian ulama lain. Dan merekapun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin
ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus
meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru beruisa lima
tahun.
Sejak itu
Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari suatu negara ke
negara lain. Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur
pindah ke Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan
terakhir menetap di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah
Rumi sebagai penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah
perguruan agama yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi
wafat ketika Rumi berusia 24 tahun.
Di samping kepada
ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmudzi, sahabat dan
pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga menimba ilmu di Syam (Suriah)
atas saran gurunya itu. Ia baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikut mengajar
pada perguruan tersebut.
Setelah
Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya. Dengan
pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, ia juga menjadi da’i
dan ahli hukum Islam. Ketika itu di Konya banyak tokoh ulama berkumpul. Tak
heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul para ulama
dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian dan
kepenyairan Rumi dimulai ketika ia sudah berumur cukup tua, 48 tahun.
Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah yang punya
murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, ia juga memberi fatwa dan
tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu berubah seratus
delapan puluh derajat ketika ia berjumpa dengan seorang sufi pengelana,
Syamsuddin alias Syamsi Tabriz.
Suatu saat,
seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak yang menanyakan
sesuatu kepadanya. Tiba- tiba seorang lelaki asing –yakni Syamsi Tabriz– ikut
bertanya, “Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?” Mendengar pertanyaan
seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu dan tepat pada
sasarannya. Ia tidak mampu menjawab. Berikutnya, Rumi berkenalan dengan Tabriz.
Setelah bergaul beberapa saat, ia mulai kagum kepada Tabriz yang ternyata
seorang sufi. Ia berbincang-bincang dan berdebat tentang berbagai hal dengan
Tabriz. Mereka betah tinggal di dalam kamar hingga berhari-hari.
Sultan Salad,
putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu, “Sesungguhnya, seorang guru
besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil. Setiap hari sang guru besar harus
menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau cukup alim dan zuhud. Tetapi
itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar itu melihat kandungan ilmu
yang tiada taranya.”
Rumi benar-benar
tunduk kepada guru barunya itu. Di matanya, Tabriz benar-benar sempurna. Cuma
celakanya, Rumi kemudian lalai dengan tugas mengajarnya. Akibatnya banyak
muridnya yang protes. Mereka menuduh orang asing itulah biang keladinya. Karena
takut terjadi fitnah dan takut atas keselamatan dirinya, Tabriz lantas secara
diam-diam meninggalkan Konya.
Bak remaja
ditinggalkan kekasihnya, saking cintanya kepada gurunya itu, kepergian Tabriz
itu menjadikan Rumi dirundung duka. Rumi benar-benar berduka. Ia hanya
mengurung diri di dalam rumah dan juga tidak bersedia mengajar. Tabriz yang
mendengar kabar ini, lantas berkirim surat dan menegur Rumi. Karena merasakan
menemukan gurunya kembali, gairah Rumi bangkit kembali. Dan ia mulai mengajar
lagi.
Beberapa saat
kemudian ia mengutus putranya, Sultan Salad, untuk mencari Tabriz di Damaskus.
Lewat putranya tadi, Rumi ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf
atas tindakan murid-muridnya itu dan menjamin keselamatan gurunya bila berkenan
kembali ke Konya.
Demi mengabulkan
permintaan Rumi itu, Tabriz kembali ke Konya. Dan mulailah Rumi berasyik-asyik
kembali dengan Tabriz. Lambat-laun rupanya para muridnya merasakan diabaikan
kembali, dan mereka mulai menampakkan perasaan tidak senang kepada Tabriz.
Lagi-lagi sufi pengelana itu, secara diam-diam meninggalkan Rumi, lantaran
takut terjadi fitnah. Kendati Rumi ikut mencari hingga ke Damaskus, Tabriz
tidak kembali lagi.
Rumi telah
menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya berpisah dan
kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut berperan
mengembangkan emosinya, sehingga ia menjadi penyair yang sulit ditandingi. Guna
mengenang dan menyanjung gurunya itu, ia tulis syair- syair, yang himpunannya
kemudian dikenal dengan nama Divan-i Syams-i Tabriz. Ia bukukan pula
wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama Maqalat-i Syams
Tabriz.
Rumi kemudian
mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syekh Hisamuddin Hasan bin
Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, ia berhasil selama 15 tahun terakhir
masa hidupnya menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan yang
diberi nama Masnavi-i. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait
syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang
disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain. Karya
tulisnya yang lain adalah Ruba’iyyat (sajak empat baris dalam jumlah 1600
bait), Fiihi Maa fiihi (dalam bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya
tentang tasawuf), dan Maktubat (himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau
pengikutnya).
Bersama Syekh
Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan tarekat Maulawiyah atau Jalaliyah. Tarekat
ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes (Para Darwisy yang
Berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut tarekat ini melakukan
tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan suling, dalam dzikir
mereka untuk mencapai ekstase.
œ
WAFAT. Semua
manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada Rumi.
Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, gara-gara mendengar kabar bahwa
tokoh panutan mereka, Rumi, sakit keras. Meski menderita sakit keras, pikiran
Rumi masih menampakkan kejernihannya.
Seorang
sahabatnya datang menjenguk dan mendo’akan, “Semoga Allah berkenan memberi
ketenangan kepadamu dengan kesembuhan.” Rumi sempat menyahut, “Jika engkau
beriman dan bersikap manis, kematian itu akan bermakna baik. Tapi kematian ada
juga kafir dan pahit.”
Pada 5 Jumadil Akhir
672 H dalam usia 68 tahun Rumi dipanggil ke rahmatullah. Tatkala jenazahnya
hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak-desak ingin menyaksikan.
Begitulah kepergian seseorang yang dihormati ummatnya.
œ
Aku mati sebagai
mineral
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang.
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai binatang.
Aku mati sebagai binatang dan kini manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.
Sekali lagi,
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
Karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
Karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.
Setelah
kelahiranku sebagai malaikat,
aku masih akan menjelma lagi
dalam bentuk yang tak kupahami.
Ah, biarkan diriku lenyap,
memasuki kekosongan, kasunyataan
Karena hanya dalam kasunyataan itu
terdengar nyanyian mulia;
aku masih akan menjelma lagi
dalam bentuk yang tak kupahami.
Ah, biarkan diriku lenyap,
memasuki kekosongan, kasunyataan
Karena hanya dalam kasunyataan itu
terdengar nyanyian mulia;
“Kepada Nya, kita
semua akan kembali”
œ
Apa Yang mesti Ku
lakukan
Apa yang mesti
kulakukan, O Muslim? Aku tak mengenal didiku sendiri
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Gabar, bukan Muslim
Aku bukan dari Timur, bukan dari Barat, bukan dari darat, bukan dari laut,
Aku bukan dari alam, bukan dari langit berputar,
Aku bukan dari tanah, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,
Aku bukan dari cahaya, bukan dari debu, bukan dari wujud dan bukan dari hal
Aku bukan dari India, bukan dari Cina, bukan dari Bulgaria, bukan dari Saqsin,
Aku bukan dari Kerajaan Iraq, bukan dari negeri Korazan.
Aku bukan dari dunia in ataupun dari akhirat, bukan dari Sorga ataupun Neraka
Aku bukan dari Adam, bukan dari Hawa, bukan dari Firdaus bukan dari Rizwan
Tempatku adalah Tanpa tempat, jejakku adalah tak berjejak
Ini bukan raga dan jiwa, sebab aku milik jiwa Kekasih
Telah ku buang anggapan ganda, kulihat dua dunia ini esa
Esa yang kucari, Esa yang kutahu, Esa yang kulihat, Esa yang ku panggil
Ia yang pertama, Ia yang terakhir, Ia yang lahir, Ia yang bathin
Tidak ada yang kuketahui kecuali :Ya Hu” dan “Ya man Hu”
Aku mabok oleh piala Cinta, dua dunia lewat tanpa kutahu
Aku tak berbuat apa pun kecuali mabok gila-gilaan
Kalau sekali saja aku semenit tanpa kau,
Saat itu aku pasti menyesali hidupku
Jika sekali di dunia ini aku pernah sejenak senyum,
Aku akan merambah dua dunia, aku akan menari jaya sepanjang masa.
O Syamsi Tabrizi, aku begitu mabok di dunia ini,
Tak ada yang bisa kukisahkan lagi, kecuali tentang mabok dan gila-gilaan.
Aku bukan Kristen, bukan Yahudi, bukan Gabar, bukan Muslim
Aku bukan dari Timur, bukan dari Barat, bukan dari darat, bukan dari laut,
Aku bukan dari alam, bukan dari langit berputar,
Aku bukan dari tanah, bukan dari air, bukan dari udara, bukan dari api,
Aku bukan dari cahaya, bukan dari debu, bukan dari wujud dan bukan dari hal
Aku bukan dari India, bukan dari Cina, bukan dari Bulgaria, bukan dari Saqsin,
Aku bukan dari Kerajaan Iraq, bukan dari negeri Korazan.
Aku bukan dari dunia in ataupun dari akhirat, bukan dari Sorga ataupun Neraka
Aku bukan dari Adam, bukan dari Hawa, bukan dari Firdaus bukan dari Rizwan
Tempatku adalah Tanpa tempat, jejakku adalah tak berjejak
Ini bukan raga dan jiwa, sebab aku milik jiwa Kekasih
Telah ku buang anggapan ganda, kulihat dua dunia ini esa
Esa yang kucari, Esa yang kutahu, Esa yang kulihat, Esa yang ku panggil
Ia yang pertama, Ia yang terakhir, Ia yang lahir, Ia yang bathin
Tidak ada yang kuketahui kecuali :Ya Hu” dan “Ya man Hu”
Aku mabok oleh piala Cinta, dua dunia lewat tanpa kutahu
Aku tak berbuat apa pun kecuali mabok gila-gilaan
Kalau sekali saja aku semenit tanpa kau,
Saat itu aku pasti menyesali hidupku
Jika sekali di dunia ini aku pernah sejenak senyum,
Aku akan merambah dua dunia, aku akan menari jaya sepanjang masa.
O Syamsi Tabrizi, aku begitu mabok di dunia ini,
Tak ada yang bisa kukisahkan lagi, kecuali tentang mabok dan gila-gilaan.
Pembacaan Pujian
untuk Kanjeng Nabi SAW dengan nama Na’t-ı Şerif Na’t-ı Şerif:
“Yâ Hazret-i
Mevlana Hak dost,
Ya Habiballah rasul-i Halık-ı yekta tüyi,
Ber güzin-i Zülcelâli pak-ü bihemta tüyi
Dost Sultanım,
Nazenin-i Hazret-i Hak sadr-ü bedr-i kainat,
Nur-i çeşm-i Enbiya çeşm-i çerağ-i ma tuyi
Ya Mevlana hak dost
Şemsi Tebrizi ki dared na’ti Peygamber ziber,
Mustafa vü Mücteba an seyyid-i ala tüyi
Ya tabibel kulúb ya Veliyallah Allah dost
Ya Habiballah rasul-i Halık-ı yekta tüyi,
Ber güzin-i Zülcelâli pak-ü bihemta tüyi
Dost Sultanım,
Nazenin-i Hazret-i Hak sadr-ü bedr-i kainat,
Nur-i çeşm-i Enbiya çeşm-i çerağ-i ma tuyi
Ya Mevlana hak dost
Şemsi Tebrizi ki dared na’ti Peygamber ziber,
Mustafa vü Mücteba an seyyid-i ala tüyi
Ya tabibel kulúb ya Veliyallah Allah dost
1.
F. TARIKAT SYATHARIYAH DAN AJARANNYA
Syattariyah
adalah aliran tarekat pertama di india pd abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan
kpd Abdullah as -Syattar. Tarekat ini awalnya dikenal di Iran & Transoksania
dgn nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani,tarekat ini disebut
Bistamiyah.Martin Van Bruinessen.ahli antropologi,menyebutkan bahwa tarekat ini
banyak ditemukan di jawa & sumatra.Tapi,antara satu dgn lainya tdk
berhubungan. Tarekat ini relatif gampang berpadu dgn berbagai tradisi setempat
sehingga menjadi tarekat paling “mempribumi “diantara tarekat yg ada.
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang
pertama kali muncul di India pada abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang
mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah
asy-Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah.
Tarekat
Syathariyah
Tarekat
Syathariyah pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M). Tarekat
Syaththariyah berkembang luas ke Tanah Suci (Mekah dan Medinah) dibawa oleh
Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101).
Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili ke nusantara,
kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhan al-Din ke Minangkabau.
Tarekat Syathariyah
sesudah Syekh Burhan al-Din berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu; Pertama.
Silsilah yang diterima dari Imam Maulana. Kedua, Silsilah yang dibuat oleh Tuan
Kuning Syahril Lutan Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, Silsilah yang diterima oleh
Tuanku Ali Bakri di Sikabu Ulakan. Keempat; Silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir
yang ditulis dalam Kitabnya yang berjudul Syifa’ aI-Qulub.
Berdasarkan
silsilah seperti tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat
Syaththariyah di Minangkabau masih terpelihara kokoh. Untuk mendukung
ke1embagaan tarekat, kaum Syathariyah membuat lembaga formal berupa organisasi
sosial keagamaan Jamaah Syathariyah Sumatera Barat, dengan cabang dan
ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di propinsi – tetangga Riau
dan jambi. Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan tarekat Syaththariyah dapat
ditemukan wujudnya pada kegiatan bersafar ke makam Syekh Burhan al-Din Ulakan.
Adapun ajaran tarekat Syaththariyah yang berkembang di Minangkabau sama seperti yang dikembangkan oleh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili. Masalah pokoknya dapat dikelompokkan pada tiga;
Adapun ajaran tarekat Syaththariyah yang berkembang di Minangkabau sama seperti yang dikembangkan oleh ‘Abd al-Rauf al-Sinkili. Masalah pokoknya dapat dikelompokkan pada tiga;
Bahagian Pertama, Ketuhanan dan hubungannya
dengan alam. Paham ketuhanan dalam hubungannya dengan alam ini seolah-olah
hampir sama dengan paham Wahdat a1- Wujud, dengan pengertian bahwa Tuhan dan
alam adalah satu kesatuan atau Tuhan itu immanen dengan alam, bedanya oleh
al-Sinkili ini dijelaskannya dengan menekankan pada trancendennya Tuhan dengan
alam. la mengungkapkan wujud yang hakiki hanya Allah, sedangkan alam
ciptaan-Nya bukan wujud yang hakiki. Bagaimana hubungan Tuhan dengan alam dalam
transendennya, al-Sinkili menjelaskan bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam raya
(al- ‘a/am), Dia selalu memikirkan (berta’akul) tentang diri-Nya, yang kemudian
mengakibatkan terciptanya Nur Muhammad (cahaya Muhammad). Dari Nur Muhammad itu
Tuhan menciptakan pola-pola dasar (a/ ‘ayan tsabitah), yaitu potensi dari semua
alam raya, yang menjadi sumber dari pola dasar luar (a/-‘ayan alkharijiyah)
yaitu ciptaan dalam bentuk konkritnya.
Ajaran tentang
ketuhanan al-Sinkili di atas, disadur dan dikembangkan oleh Syekh Burhan al-Din
Ulakan seperti yang terdapat dalam kitab Tahqiq. Kajian mengenai ketuhanan yang
dimuat dalam kitab Tahqiq dapat disimpulkan pada Iman dan Tauhid. Tauhid dalam
pengertian Tauhid syari’at, Tauhid tarekat, dan Tauhid hakekat, yaitu tingkatan
penghayatan tauhid yang tinggi.
Bahagian kedua, Insan Kamil atau manusia
ideal. Insan kamil lebih mengacu kepada hakikat manusia dan hubungannya dengan
penciptanya (Tuhannya). Manusia adalah penampakan cinta Tuhan yang azali kepada
esensi-Nya, yang sebenarnya manusia adalah esensi dari esensi-Nya yang tak
mungkin disifatkan itu. Oleh karenanya, Adam diciptakan Tuhan dalam bentuk
rupa-Nya, mencerminkan segala sifat dan nama-nama-Nya, sehingga “Ia adalah
Dia.” Manusia adalah kutub yang diedari oleh seluruh alam wujud ini sampat
akhirnya. Pada setiap zaman ini ia mempunyai nama yang sesuai dengan
pakaiannya. Manusia yang merupakan perwujudannya pada zaman itu, itulah yang
lahir dalam rupa-rupa para Nabi–dari Nabi Adam as sampat Nabi Muhammad SAW– dan
para qutub (wali tertinggi pada satu zaman) yang datang sesudah mereka.
Hubungan wujud Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin
dengan bayangannya. Pembahasan tentang Insan KamiI ini meliputi tiga masalah
pokok: Pertama; Masalah Hati. Kedua Kejadian manusia yang dikenal dengan a’yan
kharijiyyah dan a’yan tsabitah. Ketiga; Akhlak, Takhalli, tahalli dan Tajalli.
Bahagian ketiga, jalan kepada Tuhan (Tarekat). Dalam hal ini Tarekat Syaththariyah menekankan pada rekonsiliasi syari’at dan tasawuf, yaitu memadukan tauhid dan zikir. Tauhid itu memiliki empat martabat, yaitu tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid zat dan tauhid af’al. Segala martabat itu terhimpun dalam kalimah 1a ilaha ilIa Allah. Oleh karena itu kita hendaklah memesrakan diri dengan La ilaha illa Allah. Begitu juga halnya dengan zikir yang tentunya diperlukan sebagai jalan untuk menemukan pencerahan intuitif (kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga al-mawat al-ma’nawi (kematian ideasional) yang merupakan lawan dari al mawat al-tabi’i (kematian alamiah). Namun tentunya perlu diberikan catatan bahwa ma’rifat yang diperoleh seseorang tidaklah boleh menafikan jalan syari’at.
Bahagian ketiga, jalan kepada Tuhan (Tarekat). Dalam hal ini Tarekat Syaththariyah menekankan pada rekonsiliasi syari’at dan tasawuf, yaitu memadukan tauhid dan zikir. Tauhid itu memiliki empat martabat, yaitu tauhid uluhiyah, tauhid sifat, tauhid zat dan tauhid af’al. Segala martabat itu terhimpun dalam kalimah 1a ilaha ilIa Allah. Oleh karena itu kita hendaklah memesrakan diri dengan La ilaha illa Allah. Begitu juga halnya dengan zikir yang tentunya diperlukan sebagai jalan untuk menemukan pencerahan intuitif (kasyf) guna bertemu dengan Tuhan. Zikir itu dimaksudkan untuk mendapatkan al-mawat al-ikhtiyari (kematian sukarela) atau disebut juga al-mawat al-ma’nawi (kematian ideasional) yang merupakan lawan dari al mawat al-tabi’i (kematian alamiah). Namun tentunya perlu diberikan catatan bahwa ma’rifat yang diperoleh seseorang tidaklah boleh menafikan jalan syari’at.
1.
G. TARIKAT NAQSABANDIYAH DAN AJARANNYA
1.
1. Sekilas Tarekat Naqsabandiyah
Tarekat yg
diambil dari mana sendirinya,Syekh Bahaudin Naqsaband dr Bukhara(1390)Tarekat
ini tersebar luas di wilayah Asia Tengah,Volga,&
Kaukasus,China,Indonesia,India,Turki,Eropa & Amerika Utara. Ini adalah
satu2nya tarekat yg silsilah penyampaian ilmunya berakar dari Abu Bakar
as-Shidiq. Syeikh Yusup Makassari (1623-1699)adalah orang pertama yg
memperkenalkan tarekat ini di indonesia. Penyebarannya meluas,dari Makasar,Kalimatan,Sumatra,Jawa
Tengah/timur
Tarekat merupakan
sebuah organisasi tasawuf dibawah pimpinan seorang Syeikh yang menerapkan
ajarannya kepada para murid-muridnya. Tareqat juga dimaksudkan sebagai suatu
jalan yang dilalui oleh calon sufi dalam mencapai ma’rifat. Tidak mudah bagi
seorang sufi untuk mencapai titik puncak yang harus dicapai olehnya dalam
menjalani kehidupan bertasawuf. Sehingga pilihan lain dari hal ini adalah
menjalaninya dengan kehidupan bertareqat.
Dalam
perkembangannya, Tareqat sebagai suatu organisasi keagamaan kaum sufi sudah
banyak lahir dengan corak yang berbeda. Ini sudah berkembang pesat dan tersebar
ke Asia Tenggara, Asia Tengah, Afrika Timur, Afrika Utara, India, Iran dan
Turki. Perbedaan-perbedaan tersebut dalam realitasnya mengarah kepada tujuan
yang sama, yaitu berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Karena Tareqat merupakan
sebuah Organisasi yang lahir dari seorang Syeikh yang berniat ingin
melestarikan ajaran-ajaran kaum sufi maka masing-masing dari syikeh tersebut
tentu punya cara tersendiri dalam pengembangannya tersebut. Terbukti dengan
lahirnya tarekat tersebut semakin berbeda pulalah metode-metode yang digunakan.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi mudahnya Tarekat
berkembang yaitu : a) Sufi
mempunyai kegemaran mengembara dari sustu tempat ke tempat yang lain. Dalam
setiap persinggahannya para sufi ini sennatiasa menyampaikan ajaran tareqat
yang dianutnya. b) Ajaran
Tarekat yang mudah dipahami oleh siapa pun dan tidak mensyaratkan bagi calon
murid mempunyai tingkat inteaktual yang tinggi.[1]
Di Indonesia,
Tarekat juga sudah mulai berkembang pada abad ke-13 hijriah. Terbukti pada
periode yang sama lahir 3 organisasi tarekat besar yang berkembang yaitu
Qadiriyah, Naqsabandiyah dan Sattariyah. Kemudian disusul oleh tarekat
Rifai’iah yang mengabadikan beberapa jenis kesenian rakyat aceh.
Sebagai salah
satu Tareqat yang juga sudah berkembang di Indonesia ialah Tareqat
Naqsabandiyah juga sebagai salah satu Tareqat yang paling luas penyebarannya.
Maka, dalam pembahasan makalah ini akan di jelaskan hal ihwal tentang Tareqat
Naqsabandiyah baik seputar latar belakang, perkembangan dan penyebarannya di
dunia dan khususnya di Indonesia serta ajaran-ajarannya.
1.
2. Pendiri Tarekat Naqsabandiyah.
Istilah
Naqsabandiyah pertama kali diperkenalkan oleh Muhammad bin Muhammad Baha’
al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi, yang juga sekaligus sebagai pendiri
Tarekat Naqsabandiyah. Beliau dilahirkan pada tahun 1318 di desa Qasr-i-Hinduvan
(yang kemudian bernama Qasr-i Arifan) di dekat Bukhara, yang juga merupakan
tempat di mana ia wafat pada tahun 1389. Sebagian besar masa hidupnya
dihabiskan di Bukhara, Uzbekistan serta daerah di dekatnya, Transoxiana. Ini
dilakukan untuk menjaga prinsip “melakukan perjalanan di dalam negeri”, yang
merupakan salah satu bentuk “laku” seperti yang ditulis oleh Omar Ali-Shah
dalam bukunya “Ajaran atau Rahasia dari Tariqat Naqsyabandi”. Perjalanan jauh
yang dilakukannya hanya pada waktu ia menjalankan ibadah haji dua kali.
Dari awal, ia
memiliki kaitan erat dengan Khwajagan, yaitu para guru dalam mata rantai
Tariqat Naqsyabandi. Sejak masih bayi, ia diadopsi sebagai anak spiritual oleh
salah seorang dari mereka, yaitu Baba Muhammad Sammasi. Sammasi merupakan
pemandu pertamanya dalam mempelajari ilmu tasawuf. tepatnya ketika ia menginjak
usia 18 tahun, dan yang lebih penting lagi adalah hubungannya dengan penerus
(khalifah) Sammasi, yaitu Amir Sayyid Kulal al-Bukhari (w. 772/1371). Dari
Kulal inilah ia pertama kali belajar terekat yang didirikannya.
Terakat
Naqsabandiyah adalah satu-satunya tarekat terkenal yang silsilah penyampaian
ilmu spritualnya kepada Nabi Muhammad saw. melalui penguasa Muslim pertama
yakni Abu Bakar Shidiq , tidak seperti tarekat-tarekat sufi terkenal
lainnya yang asalnya kembali kepada salah satu imam Syi’ah, dan dengan demikian
melalui Imam ‘Ali, sampai Nabi Muhammad SAW. Tariqat Naqshbandiyah terbina asas
dan rukunnya oleh 5 bintang yang bersinar diatas jalan Rasulullah (s.a.w) ini dan
inilah yang merupakan ciri yang unik bagi tariqat ini yang membezakannya
daripada tariqat lain. Lima bintang yang bersinar itu ialah Abu Bakr
as-Siddiq,Salman Al-Farisi,Bayazid al-Bistami,Abdul Khaliq al-Ghujdawani dan
Muhammad Bahauddin Uwaysi a-Bukhari yang lebih dikenali sebagai Shah Naqshband
– Imam yang utama didalam tariqat ini.
3.
Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah
a.
Gambaran Umum Perkembangan Tarekat Naqsabandiyah
Dalam perkembangannya Tarekat Naqsabandiyah sudah
menyentuh lapisan masyarakat muslim di berbagai wilayah, dengan dampak dan
pengaruhnya Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah kemudian meluas ke
Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Di Asia Tengah bukan hanya di kota-kota
penting, melainkan di kampung-kampung kecil pun tarekat ini mempunyai Zawiyah (padepokan sufi) dan rumah
peristirahatan Naqsabandi sebagai tempat berlangsungnya aktivitas keagamaan
yang semarak[5] Disamping
itu tarekat ini juga berkembang Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural.
Pengaruh mereka
mungkin paling kuat di Turki dan wilayah Kurdistan, dan yang paling lemah
adalah di Pakistan. Pada masa pemerintahan Soviet, pengaruh Naqsyabandiyah
sangat terasa pada gerakan “Islam bawah tahan” di Kaukasus Asia Tengah. Namun,
pada akhirnya pemerintahan Soviet tidak diikuti perkembangan Naqsyabandiyah di
permukaan.
Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag dalam ”Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia” memberikan
ciri-ciri yang menonjol dalam tarekat ini[6] yaitu
:
1.
Mengikuti syari’at secara ketat,
keseriusan dalam beribadah dan menolak musik dan tari dalam ibadah dan lebih
menyukai berzikir dalam hati.
2.
Upaya yang serius dalam memengaruhi
kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekatkan negara pada agama.
Berbeda dengan tarekat lainnuya, tarekat naqsabandiyah tidak menganut
kebijaksanan isolasi diri dalam menghadapi pemerintahan yang sedang berkuasa
saat itu. Sebaliknya berusaha untuk mengubah pandangan mereka melalui gerakan
politiknya.
3.
membebankan tanggung jawab yang sama
kepada para penguasa sebagai usaha untuk memperbaik masyarakat.
b.
Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah dan Tokohnya
Baha’ al-Din Naqsabandi sebagai pendiri tarekat ini, dalam
menjalankan aktivitas dan penyebaran tarekatnya mempunyai khalifah utama, yaitu
Ya’qub Carkhi, Ala’ al-Din Aththar dan Muhammad Parsa. Yang paling menonjol
dalam perkembangan selanjutnya adalah ’Ubaidillah Ahrar. Ubaidillah terkenal
dengan Syeikh yang memilki banyak lahan, kekayaan, dan harta. Ia mempunyai
watak yang sederhana dan ramah, tidak suka kesombongan dan keangkuhan. Ia
menganggap kesombongan dan keangkuhan merendahkan tingkat moral seseorang dan
melemahkan tali pengikat spritual.[7] Ia
juga berjasa dalam meletakkan ciri khas tarekat ini yang terkenal dalam
menjalin hubungan akrab dengan para penguasa saat itu sehingga ia mendapat
dukungan yang luas jangkauannya. Pada tatanan selanjutnya tarekat ini mulai
menyebarkan gerakannya diluar Islam.
Tokoh lain yang
berperan besar dalam penyebaran tarekat ini secara geografis adalah Said al-Din
Kashghari. Ia juag telah membai’at penyair dan ulama besar ’Abd al-Rahman Jami’
ia yang kemudian mempopulerkan tarekat ini dikalangan istana. Kontribusi utama
Jami’ adalah paparannya tentang pemikiran Ibnu ’Arabi dan mengomentari
karya-karya Ibnu Arabi, Rumi, Parsa dan sebagainya, sehingga tersusun dalam
gubahan syair yang mudah dipahami dari gagasan mereka tersebut.
Di India, Tarekat ini mulai tersebar pada tahun 1526. Baqi
Billah, dilahirkan di Kabul merupakan syeikh yang menyebarkan ajaran Tarekat
ini di India. Ia mengembangkan ajaran Tarekat ini kepada orang awam dan kaum
bangsawan Mughal. Dakwahnya di India berlangsung selama 5 tahun. Hampir semua
garis silsilah pengikut Naqsabandiyah di India mengambil garis spritual mereka
melalui Baqi Biillah dan Khalifahnya Ahmad Sirhindi.[8]
Perluasannya mendapat dorongan baru dengan munculnya
cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i
Tsani (“Pembaru Milenium kedua”). Pada akhir abad ke-18, nama ini hampir
sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan, wilayah Utsmaniyah,
dan sebagian besar Asia Tengah.[9] Orientasi
Baru yang di bawa Sirhindi ini terlihat pada pemahamannya yang menolak paham
Wahdatul Wujud yang dibawa Ibnu ’Arabi. Sirhindi sangat menuntut murid-muridnya
agar berpegang secara cermat pada Al-Qur’an dan Tradisi-tradisi Nabi.
1.
c. Pelopor dan Penyebaran Tarekat Naqsabandiyah Di Nusantara
AjaranTarekat Naqsabandiyah di Indonesia pertama kali di
perkenalkan oleh Syeikh Yusuf Al-Makassari(1626-1699). Seperti disebutkan dalam
bukunya safinah al-Najah ia
telah mendapat ijazah dari Syeikh Naqsabandiyah yaitu Muhammad ’Abd al Baqi di
Yaman dan mempelajari tarekat ini ketika berada di Madinah dibawah bimbingan
Syaikh Ibrahim al-Kurani. Syeikh Yusuf berasal dari Kerajaan Gowa Sulawesi.
Pada tahun 1644 ia pergi ke Yaman kemudian diteruskan lagi ke makkah, madinah
untuk menuntut ilmu dan naik haji. Karena kondisi politik saat itu, ia
mengrungkan niatnya untuk pulang ke tanah kelahirannya di Makassar sehingga
membawanya menetap di Jawa Barat Banten hingga ia menikah dengan putri Sultan
Banten. Kehadirannya di Banten membawa sumbangan besar dalam mengangkat nama
Banten sebagai pusat pendidikan Islam. mIa terkenal sebagai ulama Indonesia
pertama yang menulis tentang tarekat ini.
Syeikh Yusuf telah menulis berbagai risalah mengenai
Tasawuf dan menulis surah-surah tentang nasihat kerohanian untuk orang-orang
penting. Kebanyakan risalah dan surah-surahnya ditulis dalam bahasa Arab dan
Bugis[10]. Didalam tulisan-tulisannya, Syeikh Yusuf tetap
konsisten pada pahamWahdatul Wujud dan menekankan akan pentingnya meditasi
melalui seorang Syeikh (Tawassul) dan kewajiban sang murid untuk patuh tanpa
banyak tanya kepada gurunya. Ia mengemukakan bahwa kepatuhan paripurna kepada
syeikh merupakan hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi demi pencapaian
spiritual.[11]
Tarekat
Naqsabandiyah menyebar di nusantara berasal dari pusatnya di Makkah, yang
dibawa oleh para pelajar Indonesia yang beajar disana dan oleh para jemaah haji
Indonesia. Mereka ini kemudian memperluas dan menyebarkan tarekat ini keseluruh
pelosok nusantara.
Penyebaran
Tarekat Naqsabandiyah di Nusantara dapat dilihat dari para tokoh-tokoh tarekat
ini yang mengambangkan ajaran Tareqat Naqsabandiyah di bebarapa pelosok
nusantara diantaranya adalah :
1.
Muhammad Yusuf adalah yang dipertuan
muda di kepulauan Riau, beliau menjadi sultan di pulau tempat dia tinggal. Dan
mempunyai istana di penyengat dan di Lingga.
2.
Di Pontianak, sebelum perkembangannya
telah ada Tarekat Naqsabandiyah Mazhariyah. Tarekat Naqsabandiyah mulai
dikembangkan oleh Ismail Jabal yang merupakan teman dari Usman al-Puntani
(ulama yang terkenal di Pontianak sebagai penganut Tasawuf dan penerjemah tak
sufi)
3.
Di Madura, Tarekat Naqsabandiyah
sudah hadir pada abad ke 11 hijriyah. Tarekat Naqsabandiyah Mazhariyah merupakan
Tarekat yang paling berpengaruh di Madura dan juga di beberapa tempat lain yang
banyak penduduknya bersal dari madura, seperti surabaya, Jakarta, dan
Kalimantan Barat.
4.
Di Dataran Tinggi Minangkabau tarekat
Naqsabandiyah adlah yang paling padat. Tokohnya adalah jalaludin dari Cangking,
’Abd al Wahab, Tuanku Syaikh Labuan di Padang. Perkembangannya di Minangkabau
sangat pesat hingga sampai ke silungkang, cangking, Singkarak dan Bonjol.
5.
Di Jawa Tengah berasal dari Muhammad
Ilyas dari Sukaraja dan Muhammad Hadi dari Giri Kusumo. Popongan menjadi salah
satu pusat utama Naqsabandiyah di Jawa Tengah.\
Perkembangan
selanjutnya di Jawa antara lain di Rembang, Blora, Banyumas-Purwokerto,
Cirebon, Jawa Timur bagian Utara, Kediri, dan Blitar.
Tarekat ini
merupakan satu-satunya tarekat yang terwakili di semua provinsi yang
berpenduduk mayoritas muslim. Tarekat ini sudah tersebar hampir keseluruh
provinsi yang ada di tanah air yakni sampai ke Jawa, Sulawesi Selatan, Lombok,
Madura, Kalimantan Selatan, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan Barat, dan
daerah-daerah lainnya. Pengikutnya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat
dari yang berstatus sosial rendah sampai lapisan menengah dan lapisan yang
lebih tinggi.
d.
Ajaran Tarekat Naqsabandiyah
1).
Azas-Azas
Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas Thariqah.
Delapan dari asas itu dirumuskan oleh ‘Abd al-Khaliq Ghuzdawani, sedangkan
sisanya adalah penambahan oleh Baha’ al-Din Naqsyaband. Asas-asas ini
disebutkan satu per satu dalam banyak risalah, termasuk dalam dua kitab
pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami al-’Ushul Fi al-’Auliya. Kitab
karya Ahmad Dhiya’ al-Din Gumusykhanawi itu dibawa pulang dari Makkah oleh
tidak sedikit jamaah haji Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Kitab yang satu lagi, yaitu Tanwir al-Qulub oleh Muhammad Amin al-Kurdi dicetak
ulang di Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara luas. Uraian dalam
karya-karya ini sebagian besar mirip dengan uraian Taj al-Din Zakarya (“Kakek”
spiritual dari Yusuf Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. Masing-masing
asas dikenal dengan namanya dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan
kebanyakan penganut Naqsyabandiyah India).[12]
Asas-asasnya ‘Abd al-Khaliq[13] adalah:
1.
Hush dar dam: “sadar sewaktu
bernafas”. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang bersangkutan haruslah sadar
setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti sebentar di
antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah,
memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa
atau kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari
Allah (al-Kurdi).
2.
Nazar bar qadam: “menjaga langkah”.
Sewaktu berjalan, sang murid haruslah menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk
memandang lurus ke depan, demikianlah agar supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya
tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak relevan.
3.
Safar dar watan: “melakukan
perjalanan di tanah kelahirannya”. Melakukan perjalanan batin, yakni
meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia menuju
kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. [Atau, dengan penafsiran
lain: suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid
yang sejati, kepada siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan
menjadi perantaranya dengan Allah (Gumusykhanawi)].\
4.
Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah
keramaian”. Berbagai pengarang memberikan bermacam tafsiran, beberapa dekat
pada konsep “innerweltliche Askese” dalam sosiologi agama Max Weber. Khalwat
bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti perkumpulan
tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai “menyibukkan diri dengan
terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu
berada di tengah keramaian orang”; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk
turut serta secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu
yang sama hatinya tetap terpaut kepada Allah saja dan selalu wara’.
Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif dalam politik
dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.
5.
Yad kard: “ingat”, “menyebut”.
Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid (berisi formula la ilaha
illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru seseorang,
dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah,
dzikir itu tidak dilakukan sebatas berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat,
tetapi harus terus-menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah
yang permanen.
6.
Baz gasyt: “kembali”, ” memperbarui”.
Demi mengendalikan hati supaya tidak condong kepada hal-hal yang menyimpang
(melantur), sang murid harus membaca setelah dzikir tauhid atau ketika berhenti
sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa ridlaka mathlubi
(Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang kuharapkan).
Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di
hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.
7.
Nigah dasyt: “waspada”. Yaitu menjaga
pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu melakukan dzikir tauhid, untuk
mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari kesadaran yang tetap
akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar sesuai
dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): “Kujaga
hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun.”
8.
Yad dasyt: “mengingat kembali”.
Penglihatan yang diberkahi: secara langsung menangkap Zat Allah, yang berbeda
dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa segalanya berasal dari Allah
Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak berhingga.
Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat
ruhani tertinggi yang bisa dicapai.
Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi[14]:
1.
Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan
waktu seseorang”. Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan
waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam).
Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan
melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterimakasih kepada Allah, jika
seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa,
hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.
2.
Wuquf-i ‘adadi: “memeriksa hitungan
dzikir seseorang”. Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat
dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam
jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.
3.
Wuquf-I qalbi: “menjaga hati tetap
terkontrol”. Dengan membayangkan hati seseorang (yang di dalamnya secara batin
dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka hati itu tidak sadar akan
yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang secara
sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk
membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya.
2). Zikir
dan Wirid
Teknik dasar
Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu
berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha
illallah. Tujuan latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang
lebih langsung dan permanen. Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan
dirinya dengan aliran lain dalam hal dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam
(khafi, “tersembunyi”, atau qalbi, ” dalam hati”), sebagai lawan dari dzikir
keras (dhahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah hitungan
dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada kebanyakan
tarekat lain.
Dzikir dapat
dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak penganut
Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi
mereka yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur
dalam pertemuan-pertemuan di mana dilakukan dzikir berjamaah. Di banyak tempat
pertemuan semacam itu dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jum’at dan malam
Selasa; di tempat lain dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam
selang waktu yang lebih lama lagi.
Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dua macam zikir yaitu[15]:
1.
Dzikir ism al-dzat, “mengingat yang Haqiqi” dan dzikir tauhid, ” mengingat keesaan”.
Yang duluan terdiri dari pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati,
ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan
semata.
2.
Dzikir Tauhid (juga dzikir tahlil atau dzikir nafty wa itsbat) terdiri atas
bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah,
yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la
permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi
Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata
berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung,
dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang
membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan
segala kotoran.
Variasi lain yang
diamalkan oleh para pengikut Naqsyabandiyah yang lebih tinggi tingkatannya
adalah dzikir latha’if. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya (dan
membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada
tujuh titik halus pada tubuh.
7 Tingkatan zikir ini adalah[16] :
1.
Mukasyah. Mula-mula zikir dengan nama Allah dalam hati sebanyak 5000 kali
sehari semalam. Kemudian melaporkan kepada syeikh untuk di naikkan zikirnya
menjadi 6000 kali sehari-semalam. Zikir 5000 dan 6000 itu dinamakan maqam pertama.
2.
lathifah (jamak latha’if), zikir ini antara 7000 hingga 11.000 kali
sehari-semalam. Terbagi kepada tujuh macam yaitu qalb (hati), ruh (jiwa), sirr (nurani
terdalam), khafi (kedalaman tersembunyi), akhfa (kedalaman paling tersembunyi),
dan nafs nathiqah (akal budi),. Lathifah ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak
merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila seseorang telah
mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh
akan bergetar dalam nama Tuhan. Ternyata latha’if pun persis serupa dengan
cakra dalam teori yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh,
tetapi peranan dalam psikologi dan teknik meditasi seluruhnya sama saja.
3.
Nafi’ Itsbat, pada tahap ini, atas pertimbangan syeikh, diteruskan zikirnya
dengan kalimat la ilaha illa Allah. Merupakan
maqam ke-tiga
4.
Waqaf Qalbi
5.
Ahadiah
6.
Ma’iah
7.
Tahlil, Setelah samapat pada maqam terakhir ini maka sang murid tersebut
akan memperolah gelar Khalifah, dengan ijazah dan berkewajiabn menyebarluaskan
ajaran tarekat ini dan boleh. Mendirikan suluk yang dipimpin oleh mursyid.
Ajaran
tarekat naqsabandiyah
Ajaran dasar
Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada empat aspek pokok yaitu:
syari’at, thariqat, hakikat dan ma’rifat. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah ini
pada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seseorang
yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Ajaran yang nampak
kepermukaan dan memiliki tata aturan adalah suluk atau khalwat. Suluk ialah
mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang terpencil, guna melakukan
zikir di bawah bimbingan seorang syekh atau khalifahnya selama waktu 10 hari
atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari. Tata cara bersuluk ditentukan oleh
syekh antara lain; tidak boleh makan daging, ini berlaku setelah melewati masa
suluk 20 hari. Begitu juga dilarang bergaul dengan suami atau istri; makan dan
minumnya diatur sedemikian rupa, kalau mungkin sesedikit mungkin. Waktu dan
semua pikirannya sepenuhnya diarahkan untuk berpikir yang telah ditentukan oleh
syekh atau khalifah.
Sebelum suluk ada
beberapa tahapan yaitu; Talqin dzikir atau bai’at dzikir, tawajjuh, rabithah,
tawassul dan dzikir. Talqin dzikir atau bai’at dzikir dimulai dengan mandi
taubat, bertawajjuh dan melakukan rabithah dan tawassul yaitu melakukan kontak
(hubungan) dengan guru dengan cara membayangkan wajah guru yang mentalqin
(mengajari dzikir) ketika akan memulai dzikir.
Dzikir ada 5 tingkatan, murid belum boleh pindah tingkat
tanpa ada izin dari guru. Kelima tingkat itu adalah (a) dzikir ism al-dzat, (b) dzikr al-lata’if, (c) dzikir naïf wa
isbat, (d) dzikir wuquf dan ( e) dzikir muraqabah.
Ajaran Asasnya:
1.
Ismu Zat (Allah), Nafi Isbat
(La ilaha Illa Allah)
2.
2. Baz Ghast – kembali kpd Allah
3.
3. Nigah Dasyat
– menjaga,
mengawasi, memelihara , bersungguh-sungguh.
1.
4. Yad Dasyat
– mengingati
Allah secara bersungguh
- Zikir
memelihara hati dalam setiap nafas
1.
5. Hosh Dar Dam
– sadar dalam
nafas/berzikir secara sedar dalam nafas/empat ruang nafas,
-2 ruang nafas
keluar masuk, dua ruangan antara nafas keluar masuk/zikirnya adalah ALLAH
1.
6. Nazar Bam Qadar
– Bila berjalan
sentiasa memandang ke arah kakinya, jangan melebihkan pandang , duduk pandang
ke hadapan, merendahkan pandangan, jangan toleh kiri dan kanan
1.
7. Safar dar watan – Bersiar-siar dalam kampong dirinya/
meningkatkan dirinya kpd sifat malaikat:
- Taubat
- Inabat
- Sabar
- Syukur
- Qana’ah
- Wara’
- Taqwa
- Taslim
- Tawakkal
- Redha
Perjalanan ada dua jenis:
a) Perjalanan luar: dari satu tempat ke satu tempat mencari pembimbing Rohani
b) Perjalanan dalam- tinggalkan segala tabiat buruk kepada adab tertib yang baik dan mengeluarkan segala isi hainya dari keduniaan (Dalam hatinya akan muncul segala apa yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan mereka yang berada di sampaingnya)
- Taubat
- Inabat
- Sabar
- Syukur
- Qana’ah
- Wara’
- Taqwa
- Taslim
- Tawakkal
- Redha
Perjalanan ada dua jenis:
a) Perjalanan luar: dari satu tempat ke satu tempat mencari pembimbing Rohani
b) Perjalanan dalam- tinggalkan segala tabiat buruk kepada adab tertib yang baik dan mengeluarkan segala isi hainya dari keduniaan (Dalam hatinya akan muncul segala apa yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan mereka yang berada di sampaingnya)
2.
8. Khalwat dar Anjuman
Bersendirian dalam keramaian/Khalawt kabir dan jalwat (Apabila sudah mencapai
fana menerusi zikir fikir dan semua dari luaran difanakan, pada waktu itu deria dalam
bebas meneroka ke alam kebesaran dan keagungan kerajaan Allah SWT.)
Bersendirian dalam keramaian/Khalawt kabir dan jalwat (Apabila sudah mencapai
fana menerusi zikir fikir dan semua dari luaran difanakan, pada waktu itu deria dalam
bebas meneroka ke alam kebesaran dan keagungan kerajaan Allah SWT.)
3.
9. Wukuf Qalbi
– Tumpuan hati
dan hati pula tumpu pada Allah
10. Wuquf Abadi
– memerhatikan
bilangan ganjil dalam zikir naïf isbat
11. Wuquf zamani
– Selepas solat
lakukan beberapa minit sentiasa memerhatikan hati bertawajjuh kepada Allah swt
- Selang beberapa
jam/setiap jam semak semula kedaan hati , mempastikan hati sentiasa ingat
kepada Allah
Cabang:
Yasawi – Kwajagan
Sidiqiyah – Saidina Abu Bakar as Siddiq
Taifuriyah – Abu Yazid Bustami
Khawajahganiyah – Abdul Khaliq Ghudjuwani
Naqsyabandiyah – Muhammad Bahauddin
Ahrariyah – Ubaidullah Ahrar Ragamatullah
Mujaddidiyah – Syekh Ahmad Faruqi Sirhindi
Mazhariyah – Mirza Mashar Jan janan Syahid
Aliyah – Shah Abdullah Ghulam Ali Dehlawi
Khalidiyah – Syekh Ziauuddin Muahammad Khalid Uthmani Kurdi
Yasawi – Kwajagan
Sidiqiyah – Saidina Abu Bakar as Siddiq
Taifuriyah – Abu Yazid Bustami
Khawajahganiyah – Abdul Khaliq Ghudjuwani
Naqsyabandiyah – Muhammad Bahauddin
Ahrariyah – Ubaidullah Ahrar Ragamatullah
Mujaddidiyah – Syekh Ahmad Faruqi Sirhindi
Mazhariyah – Mirza Mashar Jan janan Syahid
Aliyah – Shah Abdullah Ghulam Ali Dehlawi
Khalidiyah – Syekh Ziauuddin Muahammad Khalid Uthmani Kurdi
1.
H. TARIKAT SUHRAWARDIYAH DAN AJARANNYA
Syeikh Ziauddin
Jahib Suhrawardi, mengikuti disiplin Sufi kuno, Junaid al-Baghdadi, dianggap sebagai
pendiri tarekat ini pada abad kesebelas Masehi. Seperti halnya tarekat-tarekat
lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi dan lainnya.
India, Persia dan Afrika semuanya dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui
metode dan tokoh-tokoh tarekat, kendati pengikut Suhrawardi ada diantara
pecahan terbesar kelompok-kelompok Sufi.Praktek-praktek mereka diubah dari
kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk ‘Persepsi terhadap
Realitas’.
Bahan-bahan
instruksi (pelajaran) tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya merupakan
legenda atau fiksi. Bagaimanapun bagi penganut, mereka mengetahui materi-materi
esensial untuk mempersiapkan dasar bagi pengalaman-pengalaman yang harus
dijalani murid. Tanpa itu, diyakini, ada kemungkinan bahwa murid dengan
sederhana mengembangkan keadaan pemikiran yang sudah berubah, yang membuatnya
tidak cakap dalam kehidupan sehari-hari.
Syihabuddin Yahya ibn Habasyi ibn Amirak dari Suhrawardi (dekat Zanjan di Iran barat- laut), dalam tradisi filosofis dan mistik (tasawuf) di dunia Islam timur, dikenal sebagai Syaikh Al-Isyraq (‘Guru Pencerah’) menyusul aliran Isyraqiyyah dalam teosofi dan filsafat dimana dia dianggap sebagai pendirinya. Dipenjara di Aleppo atas perintah putra Shaladin, Al-Malik Azh-Zhahir, dan dihukum mati pada tahun 1191 dalam usia 38 tahun, dan karena inilah dia dikenal sebagai Suhrawardi Maqtul (yang dihukum mati), untuk membedakannya dari beberapa Suhrawardi terkenal lainnya.
Syihabuddin Yahya ibn Habasyi ibn Amirak dari Suhrawardi (dekat Zanjan di Iran barat- laut), dalam tradisi filosofis dan mistik (tasawuf) di dunia Islam timur, dikenal sebagai Syaikh Al-Isyraq (‘Guru Pencerah’) menyusul aliran Isyraqiyyah dalam teosofi dan filsafat dimana dia dianggap sebagai pendirinya. Dipenjara di Aleppo atas perintah putra Shaladin, Al-Malik Azh-Zhahir, dan dihukum mati pada tahun 1191 dalam usia 38 tahun, dan karena inilah dia dikenal sebagai Suhrawardi Maqtul (yang dihukum mati), untuk membedakannya dari beberapa Suhrawardi terkenal lainnya.
Syeikh Ziauddin
Jahib Suhrawardi, mengikuti disiplin Sufi kuno, Junaid al-Baghdadi, dianggap
sebagai pendiri tarekat ini pada abad kesebelas Masehi. Seperti halnya
tarekat-tarekat lain, guru-guru Suhrawardi diterima oleh pengikut Naqsyabandi
dan lainnya.
India, Persia dan
Afrika semuanya dipengaruhi aktikitas mistik mereka melalui metode dan
tokoh-tokoh tarekat, kendati pengikut Suhrawardi ada diantara pecahan terbesar
kelompok-kelompok Sufi.
Praktek-praktek
mereka diubah dari kegembiraan mistik kepada latihan diam secara lengkap untuk
‘Persepsi terhadap Realitas’.
Bahan-bahan
instruksi (pelajaran) tarekat seringkali, untuk seluruh bentuk, hanya merupakan
legenda atau fiksi. Bagaimanapun bagi penganut, mereka mengetahui materi-materi
esensial untuk mempersiapkan dasar bagi pengalaman-pengalaman yang harus
dijalani murid. Tanpa itu, diyakini, ada kemungkinan bahwa murid dengan
sederhana mengembangkan keadaan pemikiranang sudah berubah, yang membuatnya
tidak cakap dalam kehidupan sehari-hari.
IBNU YUSUF
SI TUKANG KAYU
Pada suatu waktu,
terdapat seorang tukang kayu bernama Nazhar bin Yusuf. Ia menghabiskan sebagian
hidupnya selama bertahun-tahun untuk mempelajari kitab-kitab kuno yang berisi
banyak pengetahuan yang sudah agak terlupakan.
Ia mempunyai
pelayan setia, dan suatu hari ia berkata padanya: “Aku sekarang berhasil
memperoleh pengetahuan kuno yang harus digunakan untuk menjamin keberadaanku
selanjutnya. Oleh karena itu aku ingin engkau membantuku menyelesaikan proses
yang akan membuatku muda lagi dan abadi.”
Ketika ia
menjelaskan prosesnya, si pelayan pertama kali merasa segan untuk
menyelesaikannya. Si pelayan memotong-motong Nazar dan memasukkannya di dalam
sebuah tong besar, diisi dengan cairan tertentu.
“Aku tidak dapat
membunuhmu,” ujar pelayan.
“Ya, engkau
harus, karena toh aku akan mati, dan engkau akan kehilangan. Ambillah pedang
ini. Jaga terus tong ini, jangan katakan siapa pun apa yang sesungguhnya engkau
lakukan. Setelah duapuluh delapan hari, bukalah tongnya dan keluarkan aku. Aku
akan memperoleh kembali kemudaanku.”
Setelah beberapa
hari, dalam kesepiannya, pelayan mulai merasa sangat tidak nyaman, dan semua
jenis keraguan pun menjangkitinya. Maka ia mulai membiasakan diri dengan peran
anehnya. Secara teratur orang datang ke rumah dan menanyakan majikannya, tetapi
ia cuma dapat menjawab, “Sementara ini ia tidak di sini.”
Akhirnya pihak
berwenang datang, curiga bahwa si pelayan berbuat sesuatu pada majikannya
sehubungan dengan lenyapnya dia. “Biarkan memeriksa rumah,” kata mereka, “Jika
kami tidak menemukan apa pun, kami akan menahanmu sampai majikanmu muncul.”
Si pelayan tidak
tahu apa yang harus dilakukan, pada saat itu sudah berlangsung selama duapuluh
satu hari. Tetapi ia mengambil keputusan, dan berkata;
“Tinggalkan aku
di sini bersama tong ini sebentar, dan kemudian aku siap ikut denganmu.”
Ia pun pergi ke
kamar dan membuka tutup tong.
Tiba-tiba manusia
kecil, tampak lebih muda tetapi persis seperti majikannya, kendati cuma
setinggi tangan, melompat keluar tong, dan berlari berputar-putar, sambil terus
berucap.
“Terlalu cepat,
terlalu cepat…”
Kemudian, saat
pelayan masih memandang dengan terkejut, benda kecil itu lenyap di udara.
Pelayan keluar
dari kamar, petugas menangkapnya. Majikannya tidak pernah terlihat lagi,
kendati banyak sekali legenda tentang Nazar bin Yusuf si tukang kayu; tetapi
harus kita tinggalkan untuk kesempatan lain.
GADIS YANG
KEMBALI DARI KEMATIAN
Pada zaman dulu
terdapat seorang gadis cantik; putri seorang pria yang baik, seorang perempuan
yang kecantikan dan kehalusan gerak-geriknya tiada banding.
Ketika usianya
dewasa, tiga pemuda, masing-masing menunjukkan kapasitas yang tinggi dan
menjanjikan, melamarnya.
Setelah
memutuskan bahwa ketiganya sebanding, sang ayah menyerahkan keputusan akhir
pada putrinya.
Berbulan-bulan
sudah, dan si gadis tampaknya belum juga mengambil keputusan.
Suatu hari ia
tiba-tiba jatuh sakit. Dalam beberapa saat ia meninggal. Ketiga pemuda
tersebut, bersama-sama ikut ke makam, membawa jasadnya ke pemakaman dan
dikebumikan dengan kesedihan yang sangat dalam.
Pemuda pertama,
menjadikan pusara sebagai rumahnya, menghabiskan malam-malamnya di sana dalam
penderitaan dan perenungan, tidak dapat memahami berjalannya takdir yang
membawanya pergi.
Pemuda kedua,
memilih jalanan dan berkelana ke seluruh dunia mencari pengetahuan, menjadi
seorang fakir.
Pemuda ketiga,
menghabiskan waktunya untuk menghibur sang ayah yang kehilangan.
Sekarang, pemuda
yang menjadi fakir dalam perjalanan menuju ke sebuah tempat di mana terdapat
seorang yang terkenal karena karya seninya yang luar biasa. Melanjutkan
pencarian pengetahuan, ia kemudian berdiri di sebuah pintu, dan diterima di
meja tuan rumah.
Ketika tuan rumah
mengundangnya makan, ia sudah mulai menyantap hidangan ketika seorang anak
kecil menangis, cucu orang bijak tersebut.
Si guru menggendong
bocah dan melemparnya ke api.
Seketika si fakir
melompat dan meninggalkan rumah, menangis:
“Iblis keji! Aku
sudah membagi penderitaanku ke seluruh dunia, tetapi kejahatan ini melebihi
semua yang pernah dicatat sejarah!”
“Jangan berpikir
apa pun,” ujar tuan rumah, “Untuk hal-hal sederhana akan tampak muncul secara
terbalik, kalau engkau tidak memiliki pengetahuan.”
Sambil berkata,
ia membaca suatu mahtera dan mengacungkan sebuah emblem berbentuk aneh, bocah
tersebut keluar dari api tanpa luka.
Si fakir mengingat-ingat
kata-kata dan emblem tersebut, pagi berikutnya ia kembali ke pemakaman di mana
kekasihnya dimakamkan.
Singkat kata, si
gadis berdiri di depannya, kembali hidup sepenuhnya.
Gadis itu kembali
ke ayahnya, sementara para pemuda berselisih siapa diantara mereka yang bakal
dipilih.
Yang pertama
berkata, ‘Aku tinggal di pusara, memeliharanya dengan kesiap-siagaanku,
berhubungan dengannya, menjaga kebutuhan ruhnya akan dukungan duniawi.”
Yang kedua
mengatakan, “Kalian berdua mengabaikan kenyataan, bahwa akulah yang
sesungguhnya berkeliling dunia mencari pengetahuan, dan akhirnya
menghidupkannya kembali.”
Yang ketiga
mengatakan, “Aku telah berduka untuknya, dan seperti seorang suami serta
menantu aku tinggal di sini, menghibur ayah, membantu merawatnya.”
Mereka meminta si
gadis menjawab, yang kemudian dijawabnya:
“Ia yang
menemukan mantera untuk mengembalikan aku, adalah seorang pengasih sesama
manusia; ia yang merawat ayahku seolah anak baginya; ia yang berbaring di sisi
pusaraku – ia bertindak seperti seorang kekasih. Aku akan menikahinya.”
PERUMPAMAAN
TUAN RUMAH DAN TAMU
Para guru seperti
tuan di rumahnya sendiri. Tamu-tamunya adalah mereka yang mencoba mempelajari
‘Jalan’. Mereka ini adalah orang-orang yang tidak pernah di rumah tersebut
sebelumnya, dan mereka hanya mempunyai pemikiran yang samar, seperti apa
sebenarnya rumah tersebut. Meskipun demikian, rumah itu ada.
Ketika tamu
memasuki rumah dan melihat tempat khusus untuk duduk, mereka bertanya, “Apakah
ini?” Dijawab, “Ini tempat di mana kami duduk.” Maka mereka duduk di kursi,
dengan sedikit kesadaran tentang fungsi kursi.
Tuan rumah
menjamu mereka, tetapi mereka terus bertanya, kadang-kadang tidak berhubungan.
Sebagai tuan rumah yang baik, ia tidak menyalahkan mereka. Mereka ingin tahu,
misalnya, di mana dan kapan mereka akan makan. Mereka tidak tahu kalau tidak
seorang pun sendirian, dan pada saat itu juga ada orang lain yang memasak
makanan, serta terdapat ruang lain di mana mereka akan duduk dan menikmati
makanan. Karena mereka tidak dapat melihat makanan atau persiapannya, maka
mereka bingung, barangkali penuh keraguan, kadang-kadang perasaannya kurang
tentram.
Tuan rumah yang
baik, mengetahui masalah tamunya, harus menentramkan mereka, sehingga mereka
dapat menikmati makanan saat disajikan. Pada mulanya mereka segan mendekati
makanan. Sebagian tamu cepat mengerti dan menghubungkan satu hal tentang rumah
tersebut kepada yang lain. Mereka ini adalah orang-orang yang dapat
mengkomunikasikan kepada teman mereka yang lambat. Tuan rumah, sementara itu,
memberi jawaban kepada masing-masing tamu sesuai kapasitasnya memahami kesatuan
dan fungsi sebuah rumah.
Namun hal itu
tidaklah cukup untuk keberadaan sebuah rumah –karena harus siap menerima tamu–
maka harus ada tuan rumahnya. Seseorang harus latihan secara aktif tentang
fungsi rumah, supaya orang asing yang menjadi tamu serta mereka yang menjadi
tanggung jawab tuan rumah, memungkinkannya terbiasa dengan rumah tersebut. Pada
awalnya, sebagian besar dari mereka tidak menyadari bahwa mereka adalah tamu, dan
apa makna tamu sesungguhnya; apa yang dapat mereka bawa, dan apa yang diberikan
kepada mereka.
Tamu yang
berpengalaman, yang telah belajar tentang rumah dan keramahan, pada akhirnya
berkurang kikuknya, dan ia kemudian berada pada kedudukan untuk lebih memahami
rumah dan beberapa bentuk kehidupan di dalamnya. Sementara ia tetap mencoba
memahami apa rumah itu, atau mencoba mengingat aturan-aturan etika,
perhatiannya terlalu banyak disita oleh faktor-faktor ini sehingga dapat
meneliti, katakanlah, keindahan, nilai atau fungsi perabotan.
ILMU
PERBINTANGAN
Suatu ketika,
melalui ilmunya, seorang Sufi mengetahui bahwa sebuah kota akan diserang musuh.
Ia mengatakannya kepada tetangga, yang menyadari bahwa ia orang yang jujur
tetapi sederhana, kemudian menganjurkan:
‘Aku yakin kalau
engkau benar, dan engkau harus pergi memberitahu raja. Tetapi jika engkau ingin
dipercaya, tolong katakan bahwa engkau diilhami, bukan dari kearifan, tetapi
dari ilmu perbintangan. Maka ia akan bertindak, dan kota mungkin selamat.”
Sufi tersebut
melakukannya, dan penduduk kota diselamatkan dengan tindakan pencegahan yang
tepat.
PERKATAAN
SYEIKH ZIAUDDIN
Pembenaran diri
lebih buruk daripada perasaan murni.
TIGA CALON
SUFI
Tiga orang
berhasil memasuki lingkaran Sufi, meminta izin untuk pengajarannya. Salah
seorang diantara mereka hampir saja melepaskan diri, marah karena perilaku aneh
sang guru.
Yang kedua,
diberitahu oleh murid-murid lainnya (atas petunjuk guru) bahwa guru tersebut
seorang penipu. Ia segera mengundurkan diri.
Yang ketiga dibiarkan
bicara, tetapi ia sama sekali tidak ditawari pelajaran dalam waktu yang lama,
hingga ketertarikannya hilang dan meninggalkan lingkaran tersebut.
Ketika semuanya
pergi, sang guru berkata demikian:
“Orang pertama
adalah gambaran tentang prinsip: ‘Jangan menilai hal-hal fundamental melalui
penglihatan’.”
Orang kedua
adalah gambaran tentang keputusan, ‘Jangan menilai hal-hal yang amat penting
hanya dengan mendengarkan.’
Orang ketiga
adalah contoh tentang ucapan: ‘Jangan menilai melalui pidato (ceramah), atau
kekurangan akan hal itu’.”
Ditanya oleh
murid, mengapa para pelamar tidak diberi petunjuk dalam persoalan tersebut,
sang guru menjawab:
“Aku di sini
untuk memberi pengetahuan yang lebih tinggi; bukan mengajar orang-orang yang
menganggap bahwa mereka sudah tahu di lutut ibunya.”
MEMBUATKU
BERPIKIR TENTANG …
Suhrawardi
mengatakan:
“Aku pergi
menemui teman, dan kami duduk mengobrol.
Terdapatlah
seekor unta melintas dengan lambat, dan aku berkata padanya:
Apa yang
membuatmu berpikir?’
Katanya,
‘Makanan.’
‘Tetapi engkau
bukan orang Arab; sejak kapan daging unta untuk makanan?’
‘Tidak, tidak
seperti itu,’ katanya. ‘Kau lihat, semuanya membuatku berpikir tentang
makanan’.”
TAREKAT
KHALWATIYAH
28 Mar 2010
·
Ragam
Berjuang Melawan
Penjajah hingga Rezim Otoriter
Umumnya, nama
sebuah tarekat sufi diambil dari nama sang pendiri. Seperti Tarekat Qadiriyah dari
Syekh AbdulQadir al-Jailani atau Tarekat Naqsyabandiyah dari Muhammad Bahauddin
Naqsyabandi. Tapi, Tarekat Khalwatiyah justru diambil dari kata khalwat yang
artinya menyendiri untuk merenung.
Secara naab,
Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang dari
Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh
Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).
Menurut John L
Esposito dalam Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, ajaran Tarekat Khalwatiyah
pertama kali muncul di wilayah Asia Tengah pada abad ke-15 M, yakni saat
Dinasti Usmaniyah berkuasa. Dalam waktu satu abad, tarekat ini telah menjelma
menjadi tarekat sufi yang paling luas dan menyebar di wilayah kesultanan Islam
tersebut. Meskipun, dalam perkembangannya, mengalami saat-saat kemandekan,
kemunduran, dan kebangkitan kembali.
Kebangkitan
kembali Khalwatiyah diprakarsai oleh Musthafa ibn Kamal al-Din al-Bakri
(1688-1748 M). Al-Bakri merupakan seorang penyair sufi asal Damaskus, Syria, yang
menjalani hampir seluruh kehidupannya di Yerusalem. Ia mengambil tarekat
tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin
al-Halabi.
Musthafa al-Bakri
sejak kecil dikenal sebagai seorang zahid yang cerdas. Dalam salah satu bukunya,
ia menceritakan bahwa dirinya pernah mengalami kehidupan sebatang kara. Kedua
orang tuanya bercerai saat ia berusia dua tahun. Ia kemudian tinggal bersama
ayahnya setelah ibunya menikah lagi.
Semasa hidupnya,
al-Bakri senang bepergian, terutama ke negeri-negeri di kawasan Timur Tengah.
Hal itu ia lakukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Ia pun belajar pada
guru-guru yang berilmu tinggi. Beberapa tempat yang pernah ia kunjungi adalah
Palestina, Tripoli, Makkah, Baghdad, Basrah, dan Mesir.
Khalwatiyah
mengalami perkembagan pesat di Mesir ketika dipimpin oleh murid al-Bakri,
Muhammad ibn Salim al-Hifni (1689-1768). Pada pertengahan abad ke-18 M,
Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk 1.000 menara
itu. Selama lebih dari delapan puluh tahun (1757-1838), kedudukan Syekh
al-Azhar dipangku oleh penganut Khalwatiyah.
Dengan diilhami
oleh al-Bakri, al-Hifni menjadikan Khalwatiyah di Mesir sebagai tarekat yang
berorientasi syariat. Ia juga berusaha merangkul semua kalangan, tidak hanya
para ulama terkemuka, tetapi juga orang kebanyakan.
Cabang
Khalwatiyah Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya berasal dari
kota-kota di penjuru Mesir. Para ulama Maghribi yang tengah menunaikan haji ke
Makkah pada abad ke-18 M dan singgah di Kairo jumlahnya terus meningkat.
Sebagian dari mereka sangat terpengaruh oleh al-Hifni dan para syekh
Khalwatiyah pengganti al-Hifni, seperti Mahmud al-Kurdi (1715-1780) dan Ahmad
al-Dardiri (1715-1786).
Berkat peran dari
para ulama Maghribi ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai
turunan Khalwatiyah. Muhammad ibn Abd al-Rahman al-Azhari (1713-1793)
menyebarkan Khalwatiyah di Aljazair. Lahirlah cabang baru Khalwatiyah yang
bernama Rahmaniyah.
Al-Azhari pula
yang mengantarkan Sidi Ahmad al-Tijani, pendiri Tarekat Tijaniyah, bergabung
dengan Khalwatiyah. Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia dari Mahmud al-Kurdi
di Kairo dan dari Muhammad ibn Abd Al-Karim al-Samman di Madinah.
Al-Samman
mempunyai murid dari Indonesia bernama Abdul al-Shamad al-Palimbani
(1703-1788), yang kemudian mengajarkan Tarekat Sammaniyah di Tanah Air
(Sumatra). Seorang muridnya lagi berasal dari Sudan yang bernama Ahmad
al-Tayyib ibn al-Basyir (wafat 1823 M), lalu ia menyebarkan tarekat ini di
sana.
Pada abad ke-19
M, tiga cabang Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di
pelbagai wilayah di Afrika. Rahmaniyah memimpin pemberontakan melawan Prancis
di Aljazair pada 1871. Sementara itu, al-Hajj Umar al-Futi memprakarsai jihad
Tijaniyah di Afrika Barat.
Di Mesir,
kegiatan-kegiatan Khalwatiyah bersama dengan perhimpunan sufi lainnya diatur
dan diawasi secara ketat oleh pemerintah berdasarkan dekrit Muhammad Ali pada
1812. Hampir satu setengah abad kemudian, pemerintah otoriter lainnya, yaitu
pemerintah Gamal Abdul Nasser, berupaya membatasi gerakan dan sumber daya
ekonomi tarekat-tarekat sufi. Dalam daftar tentang tarekat-tarekat sufi yang
berkembang di Mesir, yang disusun pada tahun 1964, tercatat ada 10 cabang
Khalwatiyah meskipun sebagian besar tidak aktif.
Sementara itu, di
Turki tarekat-tarekat sufi dinyatakan terlarang pada 1925 sebagai bagian dari
program pembaruan penguasa Turki saat itu, Mustafa Kemal Attaturk. Akan tetapi,
tarekat-tarekat sufi tetap bergerak di bawah tanah dan-mulai muncul kembali
dalam kehidupan publik pada akhir 1950-an. Khalwatiyah merupakan bagian dari
proses kebangkitan Islam abad ke-20 itu.
Di wilayah
Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus berkembang, khususnya di
Albania. Di sini, Khalwatiyah mampu bertahan hidup di bawah rezim komunis.
berbagai sumber,
ed rido
Secara
naab, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-Zahidiyah, cabang
dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah yang didirikan oleh Syekh
Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H). Dalam waktu
satu abad, tarekat ini telah menjelma menjadi tarekat sufi yang paling luas dan
menyebar di wilayah kesultanan Islam tersebut. Pada pertengahan abad ke-18 M,
Khalwatiyah menjadi tarekat sufi yang dominan di negeri berjuluk 1.000 menara
itu. Cabang Khalwatiyah Pengikut Khalwatiyah dari kalangan ulama tidak hanya
berasal dari kota-kota di penjuru Mesir. Berkat peran dari para ulama Maghribi
ini, dua tarekat sufi baru berkembang di Maghribi sebagai turunan Khalwatiyah.
Al-Tijani mempelajari rahasia-rahasia dari Mahmud al-Kurdi di Kairo dan dari
Muhammad ibn Abd Al-Karim al-Samman di Madinah. Pada abad ke-19 M, tiga cabang
Khalwatiyah tersebut membangkitkan gerakan melawan penjajah di pelbagai wilayah
di Afrika. Di wilayah Balkan, sejumlah pusat tarekat Khalwatiyah terus
berkembang, khususnya di Albania.
1.
I. N
STANDAR KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
2. Mengenal tarikat mu’tabaroh di Indonesia
dan ajarannya
|
2.1. Menjelaskan tarikat-tarikat mu’tabaroh di
Indonesia dan tokoh-tokohnya2.2. Membandingkan antara
tarikat-tarikat mu’tabaroh di Indonesia2.3. Mengaitkan ajaran-ajaran
tarikat mu’tabaroh di Indonesia dengan fenomena kehidupan sekarang
|
Perkembangan
tarekat di Indonesia
1. Sejarah
Perkembangan Tasawwuf dan Tarekat di Indonesia
Dalam hal
kelahiran tasawwuf dalam islam, ada beberapa pendapat yang berbeda. Menurut
kayakinan sebagian besar orang Islam, lahirnya tasawwuf bersamaan dengan
lahirnya islam itu sendiri.Artinya, tasawwuf murni bersumber dari sumber pokok
ajaran islam itu sendiri, yaitu al Qur’an dan al Hadits. Hal ini mengingat
banyaknya isyarat yang tersirat bahkan tersurat dalam al Qur’an dan al Hadits.
Salah satunya adalah:
Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” ( QS. Al Baqarah: 186)
(Ibid hal. 11)
Ayat diatas
menunjukkan bahwa sejak awal Islam telah menyinggung masalah umatnya dengan
Tuhannya, yang merupakan spesialisasi ajaran tasawwuf.
Setelah tasawwuf
itu lahir, ajaran ini terus mengalami perkembangan. Namun para ulama
berpendapat bahwa pada abad ke-5 Hijriyyah atau 13 Masehi, baru muncul tarekat
sebagai kelanjutan kegiatan sufi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan adanya
silsilah tarekat yang selalu dihubungkan nama pendiri atau tokoh sufi yang yang
lahir pada abad itu.(Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat
Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006) hal. 6.)
Di Indonesia
sendiri, kelahiran ajaran tasawwuf serta lembaga-lembaga tarekatnya bersamaan
dengan kehadiran Islam di kawasan ini. Sebagian muballigh, yang menyebarkan
Islam di Nusantara, telah mengenalkan ajaran Islam dalam kapasitas mereka
sebagai guru sufi.
Pendapat lain
mengatakan bahwa, tasawwuf merupakan akulturasi ajaran Islam dengan ajaran
Kristen atau Hindu dan Budha. Noer Iskandar Al Barsyany, Tasawwuf, Tarekat dan
Para Sufi,(Jakarta: Grafindo, 2001) hal. 8-9
9Tentang kapan
pribum nusantara memeluk Islam, para ahli berbeda pendapat. Hal ini terjadi
karena
Islamisasi di
Indonesiatidak terdokumentasi dengan baik sehingga banyak spekulasi dikalangan
ilmuwan yang menimbulkan polemic yang hingga saat ini belum selesai. Mungkin
orang muslim asing memang sudah ada yang menetap di pelabuhan dagang di Sumatra
dan Jawa beberapa abad sebelum abad ke-16, namun baru menjelang abad ke-10 ada
bukti-bukti orang-orang pribumi memeluk Islam di suatu kerajaan kecil Perlak,
dilanjutkan pada abad ke-13 oleh kerajaan smudera Pasai. Selama abad ke 14 dan
15 Islam secara berangsur-angsur menyebar ke pantai utara Jawa dan Maluku.
Terlepas dari semua itu,
Sejarawan
mencatat bahwa karena factor tasawwuf dan tarekatlah Islamisasi Asia Tenggara,
termasuk Indonesia, berlangsung damai. Ajaran tasawwuf dapat dengan mudah
dipadukan dengan ide-ide sufistik India dan pribumi yang dianut masyarakat
setempat.10
Dari perpaduan itulah,
menyebabkan banyaknya tarekat dan organisasi mirip tarekat yang
berkembang di
Indonesia. Beberapa di antaranya hanya merupakan tarekat local, misalnya
Wahidiyahdan
Shiddiqiyah di Jawa Timur dan Syahadatain di Jawa Tengah. Bahkan ada yang
merupakan cabangdari
gerakan sufi Internasional, misalnya tarekat Syattariyah, Khalwatiyah,
Naqsabandiyah,
Syadziliyah dan lain sebagainya.11 Namun tampaknya, dari sekian banyak
tarekat yang ada
di seluruh dunia, hanya ada beberapa tarekat yang bisa masuk dan berkembang di
Indonesia. Faktor kemudahan system komunikasi dalam kegiatan transmisinya serta
tarekat – tarekat itu dibawa langsung oleh tokoh-tokoh pengembangnya, yang
kebanyakan berasal dari Persia dan India, sangat mempengaruhi.12 Bahkan saat
ini Indonesia telah mampu memilah dan memilih antara tarekat yang mu’tabarah
dan ghoiru mu’tabarah. KH. Dzikron Abdullah memberi batasan-batasan suatu
tarekat bisa dikategorikan sebagai tarekat mu’tabarah apabila memenuhi kriteria
dibawah ini:
a.
sanad(silsilah)-nya muttashil (bersambung) sampai kepada Nabi.
b.Pelaksanaan
syari’at dalam suatu tarekat harus benar dan ketat.13
9 Ajid thohir,
Gerakan Politik Kaum Tarekat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002) Hal 27.
10 Sri Mulyati,
Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006 hal.7-
12
11 Martin van
Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia,(Bandung: Mizan, 1996), hal. 16
12 Ajid thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002)Hal 27-28
13ht t p:/ / orgawam .wordp ress.com / 2008/ 05/ 01/ t areqah – m ut abarah- di – indonesi a/
12 Ajid thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002)Hal 27-28
13ht t p:/ / orgawam .wordp ress.com / 2008/ 05/ 01/ t areqah – m ut abarah- di – indonesi a/
8
Bahkan lebih dari
itu, ada beberapa tarekat yang lahir dan berkembang di Indonesia. Ada yang
merupakan hasil ulama’ lokal yang mengkolaborasikan beberapa tarekat, dan ada
juga yang memang hasil ijtihadnya. Diantaranya adalah tarekat Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah didirikan oleh Syaikh Ahmad Katib Sambas,( Sri Mulyati, Mengenal
dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006)
hal. 253). tarekat Shiddiqiyah yang didirikan oleh Kyai Muchtar Mukti.( ht t
p:/ / www.republ i ka.co.i d/ be ri t a/ 61218/ P erkem bangan_T ar ekat _di
_Duni a_Isl am)
1.
Pengaruh Tasawwuf dan Tarekat
Terhadap Pemikiran Islam di Indonesia
Seperti telah di
sebutkan di atas, bahwa ajaran tasawwuf berkembang pesat karena orang- orang
pribumi sangat antusias terhadap ajaran ini. Hal ini dipengaruhi oleh
kekentalan kehidupan pribumi terhadap mistik sebelum Islam datang. Sehingga
tidak lama setelah Islam bersama ajaran Tasawwufnya masuk ke Nusantara, banyak
ulama’ nusantara yang menggeluti ajaran ini, diantaranya adalah Syaikh Yusuf
Makassar, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Al Sumatrani, Nuruddin Al Raniri, Abdul
Ra’uf Singkel dan lain-lain. (ht t p:/ / bai t ul am i n.org/ ri sal ah/ perkem
bangan – tarekat – nusantara.ht m l). Ketika itu, corak pemikiran Islam
diwarnai oleh tasawwuf. Pemikiran para sufi besar Ibn Al ‘Araby dan Abu Hamid
Al Ghazali sangat berpengaruh terhadap pengamalan-pengamalan muslimin generasi
pertama.( Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006) hal.8)
Bahkan, kehadiran
tarekat di tengah-tengah masyarakat Indonesia pada masa penjajahan itu telah
memberikan angin segar bagi rakyat jajahan yang ingin melepaskan diri dari
penjajahan. Timbulnya beberapa pemberontakan di Banten pada tahun 1888, Kediri
pada tahun 1888, dan Sidoarjo pada tahun 1904. Dengan hal ini, terlihat bahwa
pada waktu itu tarekat berfungsi tidak hanya sebagai gerakan keagamaan, tetapi
juga gerakan politik dalam menghadapi penjajahan.(Ajid Thohir, Gerakan Politik
Kaum Tarekat, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002)hal 32-34 )
Saat ini, tarekat
masih mendapat tempat tempat d hati kaum muslimin Indonesia. Bahkan terus
berkembang di kota-kota besar di Indonesia. Juga tidak hanya terbatas kalangan
ekonomi menengah ke bawah, tetapi telah merambah pada kalangan ekonomi ke atas,
bahkan para bangsawan. Hal ini dapat dilihat dari antusiasme warga setiap acara
rutinan jam’iyyah tarekat tertentu
1.1.
TARIKAT-TARIKAT MU’TABAROH DI INDONESIA DAN TOKOH-TOKOHNYA
Beberapa sumber menyebutkan bahwa ajaran tarekat baru
muncul pada abad ke-11, yakni sejak Abdul Qadir Jilani memperkenalkan Tarekat
Qadiriyah di Baghdad. Namun praktik kesufian atau tasawuf diduga sudah ada
sejak awal agama Islam muncul. Sri Mulyati dkk dalam buku berjudul Mengenal dan Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia menyebutkan bahwa praktek tasawuf
muncul setidaknya sejak abad ke-2 hijriyah, atau sekitar abad ke-10 masehi.
Pembahasan
tentang tarekat kadang dibingungkan dengan istilah ‘tasawuf’ dan ‘sufi’. Dalam
tradisi pesantren Jawa, istilah tasawuf dipakai semata-mata dalam kaitan aspek
intelektual dari suatu tarekat. Sedangkan tarekat itu sendiri lebih mengarah
pada pengertian yang bersifat etis dan praktis. Sedangkan sufi, biasanya
dialamatkan kepada orang yang menjalani kegiatan tarekat tersebut.
APA DAN
MENGAPA TAREKAT
Bagi kaum
muslimin, syariah Islam diyakini mampu membantu setiap manusia dalam upayanya
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dan memperoleh kebahagiaan sejati di
dunia dan akherat. Dari syariah Islam yang kaya ‘makna’ itulah kemudian lahir
terobosan-terobosan spiritual baik berupa pemahaman yang lebih mendalam maupun
metodelogi yang mendukung syariah dalam membantu mencapai tujuan manusia secara
lebih efektif dan efisien (tarekat). Maka dengan tarekat, setiap kaum Muslimin
dapat menghayati syariah Islam yang dijalaninya secara lebih bermakna.
TOKOH-TOKOH
PERINTIS TAREKAT DI INDONESIA
Beberapa tokoh
yang dianggap sebagai perintis ajaran tarekat di Indonesia diantaranya : Hamzah
Fansuri (w.1590), Syamsuddin al Sumatrani (w.1630), Nuruddin al Raniri
(1637-1644), Syekh Yusuf al Makasari (1626-1699), Abdul Basir al Dharir al
Khalwati alias Tuang Rappang I Wodi, Abdul Shamad al Palimbani, Nafis al Banjari,
Syekh Ahmad Khatib Sambas (w.1873), Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah
dari Cirebon, dan Kyai Ahmad Hasbullah dari Madura.
Tiga nama
terakhir, yakni Syekh Abdul Karim al Bantani, Kyai Thalhah, dan Kyai Ahmad
Hasbullah adalah murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Sambas, ketiganya bertemu
dan belajar dari Khatib Sambas di Makkah. Syekh Abdul Karim al Bantani beberapa
tahun pulang ke Banten kemudian kembali lagi ke Makkah menjadi Syaikh
menggantikan Khatib Sambas. Kyai Thalhah mengajarkan tarekat di Cirebon, dari
garis beliau lahir beberapa tokoh tarekat diantaranya Syekh Abdul Mu’in yang
mendirikan pesantren di Ciasem-Subang, Pangeran Sulendraningrat di Cirebon, dan
Abah Sepuh pendiri pesantren Suryalaya, Tasikmalaya. Sedangkan dari garis Kyai Ahmad
Hasbullah, muncul banyak nama dari klan Hasyim As’ari pendiri pesantren Tebu
Ireng-Jombang.
MACAM-MACAM
TAREKAT DI INDONESIA
Banyak macam
tarekat yang tumbuh subur di Indonesia, beberapa diantaranya : Tarekat
Qadiriyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah, Tarekat
Syadziliyah, Tarekat Khalwatiyah, Tarekat Syattariyah, Tarekat Sammaniyah, dan
Tarekat Tijaniyah. Beberapa tarekat lain yang pengikutnya agak sedikit di
Indonesia adalah Tarekat Chisytiyah, Tarekat Mawlayiyah, Tarekat Ni’matullah,
dan Tarekat Sanusiyah.
1.2.
Membandingkan antara tarikat-tarikat mu’tabaroh di Indonesia
1.3.
Mengaitkan ajaran-ajaran tarikat mu’tabaroh di Indonesia dengan fenomena
kehidupan sekarang
Tarekah
Mu’tabarah di Indonesia
Dalam tasawwuf
seringkali dikenal istilah Thoriqoh, yang berarti jalan, yakni jalan untuk
mencapai Ridlo Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya
kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, Aturuk biadadi
anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk,
aneka ragam dan bermacam macam. Kendati demikian orang yang hendak menempuh
jalan itu haruslah berhati hati, karena dinyatakan pula, Faminha Mardudah
waminha maqbulah, yang artinya dari sekian banyak jalan itu, ada yang sah dan
ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. Yang dalam
istilah ahli Thoriqoh lazim dikenal dengan ungkapan, Mu’tabaroh. Wa ghoiru
Mu’tabaroh.
KH. Dzikron
Abdullah menjelaskan, awalnya Thoriqoh itu dari Nabi yang menerima wahyu dari
Allah, melalui malaikat Jibril. Jadi, semua Thoriqoh yang Mu’tabaroh itu,
sanad(silsilah)-nya muttashil (bersambung) sampai kepada Nabi. Kalau suatu
Thoriqoh sanadnya tidak muttashil sampai kepada Nabi bisa disebut Thoriqoh
tidak (ghoiru) Mu’tabaroh. Barometer lain untuk menentukan ke-mu’tabaroh-an
suatu Thoriqoh adalah pelaksanaan syari’at. Dalam semua Thoriqoh Mu’tabaroh
syariat dilaksanakan secara benar dan ketat.
Diantara Thoriqoh Muktabaroh itu adalah :
Diantara Thoriqoh Muktabaroh itu adalah :
Thoriqoh
Syathariyah pertama kali digagas oleh
Abdullah Syathar (w.1429 M). Thoriqoh Syathariyah berkembang luas ke Tanah Suci
(Mekah dan Medinah) dibawa oleh Syekh Ahmad Al-Qusyasi (w.1661/1082) dan Syekh
Ibrahim al-Kurani (w.1689/1101). Dan dua ulama ini diteruskan oleh Syekh ‘Abd
al-Rauf al-Sinkili ke Nusantara, kemudian dikembangkan oleh muridnya Syekh
Burhan al-Din ke Minangkabau. Thoriqoh Syathariyah sesudah Syekh Burhan al-Din,
berkembang pada 4 (empat) kelompok, yaitu; Pertama silsilah yang diterima dari
Imam Maulana. Kedua, silsilah yang dibuat oleh Tuan Kuning Syahril Lutan
Tanjung Medan Ulakan. Ketiga, silsilah yang diterima oleh Tuanku Ali Bakri di
Sikabu Ulakan. Keempat; silsilah oleh Tuanku Kuning Zubir yang ditulis dalam
Kitabnya yang berjudul Syifa’ al-Qulub. Thoriqoh ini berkembang di Minangkabau
dan sekitarnya. Untuk mendukung ke1embagaan Thoriqoh, kaum Syathariyah membuat
lembaga formal berupa organisasi sosial keagamaan Jama’ah Syathariyah Sumatera
Barat, dengan cabang dan ranting-ranting di seluruh alam Minangkabau, bahkan di
propinsi-tetangga Riau dan jambi. Bukti kuat dan kokohnya kelembagaan Thoriqoh
Syathariyah dapat ditemukan wujudnya pada kegiatan ziarah bersama ke makam
Syekh Burhan al-Din Ulakan.
Sementara Thoriqoh Naqsyabandiyah masuk ke Nusantara dan Minangkabau
pada tahun 1850. Thoriqoh Naqsyabandiyah sudah masuk ke Minangkabau sejak abad
ke 17, pintu masuknya me1alui daerah Pesisir Pariaman, kemudian terus ke Agam
dan Limapuluh kota. Thoriqoh Naqsyabandiyah diperkenalkan ke wilayah ini pada
paruh pertama abad ketujuh belas oleh Jamal al-Din, seorang Minangkabau yang
mula-mula belajar di Pasai sebelum dia melanjukan ke Bayt al-Faqih, Aden,
Haramain, Mesir dan India. Naqsyabandiyah merupakan salah satu Thoriqoh sufi
yang paling luas penyebarannya, dan terdapat banyak di wilayah Asia Muslim
serta Turki, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Volga Ural. Bermula di Bukhara
pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke daerah-daerah tetangga
dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat dorongan baru
dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh Ahmad Sirhindi
Mujaddidi Alfi Tsani (Pembaru Milenium kedua, w. 1624). Pada akhir abad ke-18,
nama ini hampir sinonim dengan Thoriqoh tersebut di seluruh Asia Selatan,
wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari
Thoriqoh Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari’at secara ketat, keseriusan
dalam beribadah menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, serta lebih
mengutamakan berdzikir dalam hati (Sirri). Penyebaran Thoriqoh Naqsyabandiyah
Khalidiyah ditunjang oleh ulama ulama Minangkabau yang menuntut ilmu di Mekah
dan Medinah, mereka mendapat bai’ah dari Syekh Jabal Qubays di Mekah dan Syekh
Muhammad Ridwan di Medinah. Misalnya, Syekh Abdurrahman di Batu Hampar
Payakumbuh (w. 1899 M), Syekh Ibrahim Kumpulan Lubuk Sikaping, Syekh Khatib Ali
Padang (w. 1936), dan Syekh Muhammad Sai’d Bonjol. Mereka adalah ulama besar
dan berpengaruh pada zamannya serta mempunyai anak murid mencapai ratusan ribu,
yang kemudian turut menyebarkan Thoriqoh ini ke daerah asal masing masing Di
Jawa Tengah Thoriqoh Naqsabandiyah Kholidiyyah disebarkan oleh KH. Abdul Hadi
Girikusumo Mranggen yang kemudian menyebar ke Popongan Klaten, KH. Arwani Amin
Kudus, KH. Abdullah Salam Kajen Margoyoso Pati, KH. Hafidh Rembang. Dari dari
tangan mereka yang penuh berkah, pengikut Thoriqoh ini berkembang menjadi
ratusan ribu. Ajaran dasar Thoriqoh Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada
empat aspek pokok yaitu: syari’at, thariqat, hakikat dan ma’rifat. Ajaran Thoriqoh
Naqsyabandiyah ini pada prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus
dilakukan oleh seseorang yang ingin merasakan nikmatnya dekat dengan Allah.
Ajaran yang nampak ke permukaan dan memiliki tata aturan adalah khalwat atau
suluk. Khalwat ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke tempat yang
terpencil, guna melakukan zikir dibawah bimbingan seorang Syekh atau
khalifahnya, selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari.
Tata cara khalwat ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging,
ini berlaku setelah melewati masa suluk 20 hari. Begitu juga dilarang bergaul
dengan suami atau istri; makan dan minumnya diatur sedemikian rupa, kalau
mungkin sesedikit mungkin. Waktu dan semua pikirannya sepenuhnya diarahkan
untuk berpikir yang telah ditentukan oleh syekh atau khalifah..
Thariqat
Ahmadiyah didirikan oleh Ahmad ibn ‘Aly
(al-Husainy al-Badawy). Diantara nama-nama gelaran yang telah diberikan kepada
beliau ialah Syihabuddin, al-Aqthab, Abu al-Fityah, Syaikh al-‘Arab dan
al-Quthab an-Nabawy. Malah, asy-Syaikh Ahmad al-Badawy telah diberikan nama
gelar (laqab) yang banyak, sampai dua puluh sembilan nama. Al-Ghautha al-Kabir,
al-Quthab al-Syahir, Shahibul-Barakat wal-Karamat, asy-Syaikh Ahmad al-Badawy
adalah seorang lelaki keturunan Rasulullah SallAllahu ‘alaihi wa sallam,
melalui Sayidina al-Husain. Sholawat Badawiyah sughro dan Kubro, adalah
sholawat yang amat dikenal masarakat Indonesia, dinisbatkan kepada waliyullah
Sayid Ahmad Badawi ini, akan tetapi Tarekat badawiyah sendiri tidak berkembang
secara luas di indonesia khususnya di Jawa.
Abul Hasan Ali
asy-Sadzili, merupakan tokoh Thoriqoh Sadziliyah yang tidak meninggalkan karya tulis di
bidang tasawuf, begitu juga muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya ajaran
lisan tasawuf, Doa, dan hizib. Ketika ditanya akan hal itu, ia menegaskan
:”karyaku adalah murid muridku”, Asadzili mempunyai murid yang amat banyak dan
kebanyakan mereka adalah ulama ulama masyhur pada zamannya, dan bahkan dikenal
dan dibaca karya tulisnya hingga hari ini. Ibn Atha’illah as-Sukandari adalah
orang yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi
keduanya, sehingga kasanah Thoriqoh Sadziliyah tetap terpelihara. Ibn
Atha’illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang
aturan-aturan Thoriqoh Sadziliah, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, yang
menjadi rujukan bagi angkatan-angkatan setelahnya. Sebagai ajaran, Thoriqoh ini
dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Sadzili
kepada murid-muridnya: “Jika kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah,
maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali”. Perkataan yang lainnya: “Kitab
Ihya’ Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut
al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya.” Selain kedua kitab tersebut,
al-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa
al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyad, Ar-Risalah karya
al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah’illah. Thoriqoh Sadzaliah
berkembang pesat di Jawa, tercatat Ponpes Mangkuyudan Solo, Kyai Umar , Simbah
Kyai Dalhar Watucongol, Simbah Kyai Abdul malik Kedongparo Purwokerto, KH
Muhaiminan Parakan, KH. Abdul Jalil Tulung Agung. KH . Habib Lutfi Bin Yahya,
Pekalongan .Simbah KH.M.Idris, kacangan Boyolali, adalah pemuka pemuka
Sadzaliah yang telah membaiat dan membina ratusan ribu bahkan jutaan murid
Sadziliah.
Thoriqoh
Qodiriyah dinisbahkan kepada Syekh
Abdul Qodir Jaelani (wafat 561 H/1166M) yang bernama lengkap Muhy al-Din Abu Muhammad
Abdul Qodir ibn Abi Shalih Zango Dost al-Jaelani. Lahir di Jilan tahun 470
H/1077 M dan wafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. Dalam usia 8 tahun ia sudah
meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Riwayat hidup dan
keutamaan akhlak (Manaqib) Syech Abdul Qodir Jaelani ini, dikenal luas oleh
masarakat Indonesia khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan dibaca dalam
acara-acara tertentu guna tabarruk dan tawassul kepada Syekh Abdul Qodir.
Thoriqoh Qodiriyah terus berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria yang diikuti
oleh jutaan umat yang tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia.
Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, Thoriqoh ini baru terkenal di
dunia pada abad ke 15 M. Di India misalnya baru berkembang setelah Muhammad
Ghawsh (w 1517 M) juga mengaku keturunan Syekh Abdul Qodir Jaelani. Di Turki
oleh Ismail Rumi (w 1041 H/1631 M) yang diberi gelar (mursyid kedua). Sedangkan
di Makkah, Thoriqoh Qodiriyah sudah berdiri sejak 1180 H/1669 M. Thoriqoh
Qodiriyah ini dikenal luwes. Yaitu bila murid sudah mencapai derajat syekh,
maka murid tidak mempunyai suatu keharusan untuk terus mengikuti Thoriqoh
gurunya. Bahkan dia berhak melakukan modifikasi Thoriqoh yang lain ke dalam
Thoriqohnya. Hal itu seperti tampak pada ungkapan Syekh Abdul Qadir Jaelani
sendiri,”Bahwa murid yang sudah mencapai derajat gurunya, maka dia jadi mandiri
sebagai syekh dan Allah-lah yang menjadi walinya untuk seterusnya.” Seperti
halnya Thoriqoh di Timur Tengah. Sejarah Thoriqoh Qodiriyah di Indonesia juga
berasal dari Makkah al-Mukarromah. Thoriqoh Qodiriyah menyebar ke Indonesia
pada abad ke-16, khususnya di seluruh Jawa, seperti di Pesantren Pegentongan
Bogor Jawa Barat, Suryalaya Tasikmalaya Jawa Barat, Mranggen Jawa Tengah,
Rejoso Jombang Jawa Timur dan Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur. Syekh
Abdul Karim dari Banten adalah murid kesayangan Syekh Khatib Sambas yang
bermukim di Makkah, merupakan ulama paling berjasa dalam penyebaran Thoriqoh
Qodiriyah. Murid-murid Syekh Sambas yang berasal dari Jawa dan Madura, setelah
pulang ke Indonesia menjadi penyebar Thoriqoh Qodiriyah tersebut.
Di Jawa Tengah Thoriqoh Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah muncul dan berkembang antara lain dari
Mbah Ibrahim Brumbung Mranggen diturunkan kepada antara lain KH. Muslih pendiri
Ponpes Futuhiyyah ,Mranggen. Dari Kyai Muslih ini lahir murid-murid Thoriqoh
yang banyak. Dan dari tangan mereka berkembang menjadi ratusan ribu pengikut.
Demikian pula halnya Simbah Kyai Siradj Solo yang mengembangkan Thoriqoh ini ke
berbagai tempat melalui anak muridnya yang tersebar ke pelosok Jawa Tengah
hingga mencapai puluhan ribu pengikut. Sementara di Jawa Timur, Thoriqoh ini
dikembangkan oleh KH. Musta’in Romli Rejoso Jombang dan Simbah Kyai Utsman yang
kemudian dilanjutnya putra-putranya diantaranya KH. Asrori yang juga mempunyai
murid ratusan ribu. Di Jawa Barat tepatnya di Ponpes Suryalaya Tasikmalaya juga
turut andil membesarkan Thoriqoh ini sejak mulai zaman Abah Sepuh hingga Abah
Anom dan murid-muridnya yang tersebar di berbagai penjuru Jawa Barat.
Thoriqoh
Alawiyyah berbeda dengan Thoriqoh sufi
lain pada umumnya. Perbedaan itu, misalnya, terletak dari praktiknya yang tidak
menekankan segi-segi riyadlah (olah ruhani) yang berat, melainkan lebih
menekankan pada amal, akhlak, dan beberapa wirid serta dzikir ringan. Sehingga
wirid dan dzikir ini dapat dengan mudah dipraktikkan oleh siapa saja meski
tanpa dibimbing oleh seorang mursyid. Ada dua wirid yang diajarkannya, yakni
Wirid Al-Lathif dan Ratib Al-Haddad.serta beberapa ratib lainnya seperti Ratib
Al Attas dan Alaydrus juga dapat dikatakan, bahwa Thoriqoh ini merupakan jalan
tengah antara Thoriqoh Syadziliyah (yang menekankan olah hati) dan batiniah)
dan Thoriqoh Al-Ghazaliyah (yang menekankan olah fisik). Thoriqoh ini berasal
dari Hadhramaut, Yaman Selatan dan tersebar hingga ke berbagai negara, seperti
Afrika, India, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Thoriqoh ini didirikan
oleh Imam Ahmad bin Isa al-Muhajir–lengkapnya Imam Alawi bin Ubaidillah bin
Ahmad al-Muhajir—seorang tokoh sufi terkemuka asal Hadhramat. Al Imam Faqihil
Muqaddam Muhammad bin Ali Baalwi, juga merupakan tokoh kunci Thoriqoh ini.
Dalam perkembangannya kemudian, Thoriqoh Alawiyyah dikenal juga dengan Thoriqoh Haddadiyah, yang
dinisbatkan kepada Habib Abdullah al-Haddad, Attasiyah yang dinisbatkan kepada
Habib Umar bin Abdulrahman Al Attas, serta Idrusiyah yang dinisbatkan kepada
Habib Abdullah bin Abi Bakar Alaydrus, selaku generasi penerusnya. Sementara
nama “Alawiyyah” berasal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir.
Thoriqoh Alawiyyah, secara umum, adalah Thoriqoh yang dikaitkan dengan kaum
Alawiyyin atau lebih dikenal sebagai saadah atau kaum sayyid – keturunan Nabi
Muhammad SAW–yang merupakan lapisan paling atas dalam strata masyarakat
Hadhrami. Karena itu, pada masa-masa awal Thoriqoh ini didirikan, pengikut
Thoriqoh Alawiyyah kebanyakan dari kaum sayyid di Hadhramaut, atau Ba
Alawi.Thoriqoh ini dikenal pula sebagai Toriqotul abak wal ajdad, karena mata
rantai silisilahnya turun temurun dari kakek,ayah, ke anak anak mereka, dan
setelah itu diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat muslim lain dari
non-Hadhrami. Di Purworejo dan sekitarnya Thoriqoh ini berkembang pesat,
diikuti bukan hanya oleh para saadah melainkan juga masarakat non saadah , Sayid
Dahlan Baabud, tercatat sebagai pengembang Thoriqoh ini, yang sekarang
dilanjutkan oleh anak cucunya.
Umumnya, nama
sebuah Thoriqoh diambil dari nama sang pendiri Thoriqoh bersangkutan, seperti
Qadiriyah dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani atau Naqsyabandiyah dari Baha Uddin
Naqsyaband. TapiThoriqoh Khalwatiyah justru
diambil dari kata “khalwat”, yang artinya menyendiri untuk merenung. Diambilnya
nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad Al-Khalwati (w. 717 H), pendiri
Thoriqoh Khalwatiyah, melakukan khalwat di tempat-tempat sepi. Secara
“nasabiyah”, Thoriqoh Khalwatiyah merupakan cabang dari Thoriqoh Az-Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah,
dan cabang dari As-Suhrawardiyah, yang didirikan oleh Syekh Syihabuddin
Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H). Thoriqoh Khalwatiyah
berkembang secara luas di Mesir. Ia dibawa oleh Musthafa al-Bakri (lengkapnya
Musthafa bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi
asal Damaskus, Syiria. Ia mengambil Thoriqoh tersebut dari gurunya yang bernama
Syekh Abdul Latif bin Syekh Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan
Thoriqoh ini di Mesir, tak heran jika Musthafa al-Bakri dianggap sebagai
pemikir Khalwatiyah oleh para pengikutnya. Karena selain aktif menyebarkan
ajaran Khalwatiyah ia juga banyak melahirkan karya sastra sufistik. Diantara
karyanya yang paling terkenal adalah Tasliyat Al-Ahzan (Pelipur Duka).
Thoriqoh
Syattariyah adalah aliran Thoriqoh yang
pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Thoriqoh ini dinisbahkan kepada
tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.
Awalnya Thoriqoh ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah)
dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, Thoriqoh ini disebut
Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang
dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya
Thoriqoh Syattariyah tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan
sufi mana pun. Thoriqoh ini dianggap sebagai suatu Thoriqoh tersendiri yang
memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik.
Perkembangan mistik Thoriqoh ini ditujukan untuk mengembangkan suatu pandangan
yang membangkitkan kesadaran akan Allah SWT di dalam hati, tetapi tidak harus
melalui tahap fana’. Penganut Thoriqoh Syattariyah percaya bahwa jalan menuju
Allah itu sebanyak gerak napas makhluk. Akan tetapi, jalan yang paling utama
menurut Thoriqoh ini adalah jalan yang ditempuh oleh kaum Akhyar, Abrar, dan
Syattar. Seorang salik sebelum sampai pada tingkatan Syattar, terlebih dahulu
harus mencapai kesempurnaan pada tingkat Akhyar (orang-orang terpilih) dan
Abrar (orang-orang terbaik) serta menguasai rahasia-rahasia dzikir. Untuk itu
ada sepuluh aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan Thoriqoh ini, yaitu
taubat, zuhud, tawakkal, qana’ah, uzlah, muraqabah, sabar, ridla, dzikir, dan
musyahadah.
Thoriqoh
Tijaniyah didirikan oleh Abul Abbas
Ahmad bin Muhammad bin al-Mukhtar at-Tijani (1737-1815), salah seorang tokoh
dari gerakan “Neosufisme”. Ciri dari gerakan ini ialah karena penolakannya
terhadap sisi eksatik dan metafisis sufisme dan lebih menyukai pengalaman
secara ketat ketentuan-ketentuan syari’at dan berupaya sekuat tenaga untuk
menyatu dengan ruh Nabi Muhammad SAW sebagai ganti untuk menyatu dengan Tuhan.
At-Tijani dilahirkan pada tahun 1150/1737 di ‘Ain Madi, bagian selatan
Aljazair. Sejak umur tujuh tahun dia sudah dapat menghafal al-Quran dan giat
mempelajari ilmu-ilmu keislaman lain, sehingga pada usianya yang masih muda dia
sudah menjadi guru. Dia mulai bergaul dengan para sufi pada usia 21 tahun. Pada
tahun 1176, dia melanjutkan belajar ke Abyad untuk beberapa tahun. Setelah itu,
dia kembali ke tanah kelahirannya. Pada tahun 1181, dia meneruskan pengembaraan
intelektualnya ke Tilimsan selama lima tahun. Di Indonesia, Tijaniyah ditentang
keras oleh Thoriqoh-Thoriqoh lain. Gugatan keras dari kalangan ulama Thoriqoh
itu dipicu oleh pernyataan bahwa para pengikut Thoriqoh Tijaniyah beserta
keturunannya sampai tujuh generasi akan diperlakukan secara khusus pada hari
kiamat, dan bahwa pahala yang diperoleh dari pembacaan Shalawat Fatih, sama
dengan membaca seluruh al-Quran sebanyak 1000 kali. Lebih dari itu, para
pengikut Thoriqoh Tijaniyah diminta untuk melepaskan afiliasinya dengan para
guru Thoriqoh lain, Meski demikian, Thoriqoh ini terus berkembang, utamanya di
Buntet- Cirebon dan seputar Garut (Jawa Barat), dan Jati barang brebes, Sjekh
Ali Basalamah, dan kemudian dilanjutkan putranya, Sjekh Muhammad Basalamah,
adalah muqaddam Tijaniah di Jatibarang yang pengajian rutinnya, dihadiri oleh
puluhan ribu ummat Islam pengikut Tijaniah. Demikian pula Madura dan ujung
Timur pulau Jawa, tercatat juga, sebagai pusat peredarannya.
Penentangan
terhadap Thoriqoh ini, mereda setelah, Jam’iyyah Ahlith-Thariqah An-Nahdliyyah
menetapkan keputusan, Thoriqoh ini bukanlah Thoriqoh sesat, karena
amalan-amalannya sesuai dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Keputusan
itu diambil setelah para ulama ahli Thoriqoh memeriksa wirid dan wadzifah Thoriqoh
ini.
Thoriqah
Sammaniyah didirikan oleh Syekh Muhammad
Samman yang bernama asli Muhammad bin Abd al-Karim al-Samman al-Madani
al-Qadiri al-Quraisyi dan lebih dikenal dengan panggilan Samman. Beliau lahir
di Madinah 1132 H/1718 M dan berasal dari keluarga suku Quraisy. Semula ia
belajar Thoriqoh Khalwatiyyah di Damaskus, lama kelamaan ia mulai membuka
pengajian yang berisi teknik dzikir, wirid dan ajaran teosofi lainnya. Ia
menyusun cara pendekatan diri dengan Allah yang akhirnya disebut sebagai Thoriqoh
Sammaniyah. Sehingga ada yang mengatakan bahwa Thoriqoh Sammaniyah adalah
cabang dari Khalwatiyyah. Di Indonesia, Thoriqoh ini berkembang di Sumatera,
Kalimantan dan Jawa. Sammaniyah masuk ke Indonesia pada penghujung abad 18 yang
banyak mendapatkan pengikut karena popularitas Imam Samman. Sehingga manaqib
Syekh Samman juga sering dibaca berikut dzikir Ratib Samman yang dibaca dengan
gerakan tertentu. Di Palembang misalnya ada tiga ulama Thoriqoh yang pernah
berguru langsung pada Syekh Samman, ia adalah Syekh Abd Shamad, Syekh Muhammad
Muhyiddin bin Syekh Syihabuddin dan Syekh Kemas Muhammad bin Ahmad. Di Aceh
juga terkenal apa yang disebut Ratib Samman yang selalu dibaca sebagai dzikir
(team Al Mihrab )
Kyai Siradj Solo
yang mengembangkan Thoriqoh Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah
2.2. PERBANDINGAN
ANTARA TARIKAT-TARIKAT MU’TABAROH DI INDONESIA
2.3. AJARAN-AJARAN TARIKAT MU’TABAROH DI INDONESIA
DENGAN FENOMENA KEHIDUPAN SEKARANG
STANDAR KOMPETENSI
|
KOMPETENSI DASAR
|
1.
2. Memehami peran tasawuf dalam
kehidupan modern
|
2.1. Menjelaskan problematika masyarakat
modern2.2. Menjelaskan relevansi tasawuf dalam kehidupan
modern2.3. Menjelaskan peranan tasawuf dalam kehidupan modern
|
A.
Masyarakat Modern
Masyarakat modern
terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Masyarakat adalah pergaulan
hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan
ikatan-ikatan aturan tertentu). Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara
baru, mutakhir. Jadi masyarakat modern berarti suatu himpunan yang hidup
bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat
mutakhir.
Menurut Deliar
Noer ada 5 ciri-ciri masyarakat modern sebagai berikut :
1.
Bersifat rasional,
2.
Berpikir untuk masa depan yang lebih
jauh,
3.
Menghargai waktu,
4.
Bersikap terbuka,
5.
Berpikir objektf.
Dalam pada itu,
Alfin Toffler, sebagai dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat, membagi masyarakat ke
dalam tiga bagian. Yaitu masyarakat pertanian (Agricultural Society),
masyarakat industri (Industrial Society), dan masyarakat infomasi (Informatical
Society).
Masyarakat
pertanian, ekonominya bertumpu pada tanah / sumber alam. Teknologi yang
digunakan adalah teknologi kecil seperti pompa penyemprot hama, racun tikus,
dan sebagainya. Informasi yang mereka gunakan adalah media tradisional, dari
mulut ke mulut, bersifat lokal, dan informasi terpusat pada salah seorang yang
dianggap tokoh. Dari segi kejiwaan, mereka banyak menggunakan kekuatan yang
bersifat irrasional, seperti penanganan masalah dengan cara pergi ke dukun.
Selanjutnya
masyarakat industri berbeda dengan masyarakat pertanian. Modal dasar berupa
peralatan produksi dan mesin-mesin produksi. Teknologi yang digunakan adalah
teknologi tinggi. Informasi yang mereka gunakan sudah menggunakan media cetak
atau tulisan yang dapat disimpan oleh siapa saja. Secara kejiwaan, mereka
adalah manusia yang cerdas, berilmu pengetahuan, menguasai teknologi, dan
berpikir untuk hidup secara makmur dalam bidang materi.
Yang ketiga
adalah masyarakat informasi, yang paling menentukan dalam masyarakat informasi
adalah orang-orang yang paling banyak memiliki informasi. Dari segi teknologi,
masarakat informasi menggunakan teknologi elektronika. Penggunaan teknologi
elektronika telah mengubah lingkungan informasi dari yang bersifat lokal dan
nasional kepada lingkungan yang bersifat internasional, mendunia, dan global.
Secara kejiwaan, mereka adalah manusia yang serba ingin tahu, mampu menjelaskan,
dan imajinatif.
B.
Problematika Masyarakat Modern.
Kemajuan di
bidang teknologi pada zaman modern ini telah membawa manusia ke dalam dua sisi,
yaitu bisa memberi nilai tambah (positif), tapi pada sisi laian dapat
mengurangi (negatif).
Efek positifnya
tentu saja akan menigkatkan keragaman budaya melalui penyediaan informasi yang
menyeluruh sehingga memberikan orang kesempatan untuk mengembangkan
kecakapan-kecakapan baru dan meningkatkan produksi. Sedangkan efek negatifnya
kemajuan teknologi akan berbahaya jika berada di tangan orang yang secara
mental dan keyakinan agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi
untuk tujuan-tujuan yang destruktif dan mengkhawatirkan. Misalnya penggunaan
teknologi kontrasepsi dapat menyebabkan orang dengan mudah dapat melakukan
hubungan seksual tanpa harus takut hamil atau berdosa. Jaringan-jaringan
peredaran obat-obat terlarang, tukar menukar informasi, penyaluran data-data
film yang berbau pornografi di bidang teknologi komunikasi seperti komputer,
faximile, internete, dan sebagainya akan semakin intensif pelaksanaannya.
Hal tersebut di
atas adalah gambaran-gambaran masyarakat modern yang obsesi keduniaannya tampak
lebih dominan ketimbang spritual. Kemajuan teknologi sains dan segala hal yang
bersifat duniawi jarang disertai dengan nilai spiritual.
Menurut Sayyed
Hossein Nasr, seorang ilmuwan kenamaan dari Iran, berpandangan bahwa manusia
modern dengan kemajuan teknologi dan pengetahuaannya telah tercebur ke dalam
lembah pemujaan terhadap pemenuhan materi semata namun tidak mampu menjawab
problem kehidupan yang sedang dihadapinya. Kehidupan yang dilandasi kebaikan
tidaklah bisa hanya bertumpu pada materi melainkan pada dimensi spiritual. Jika
hal tersebut tidak diimbangi akibatnya jiwa pun menjadi kering, dan hampa.
Semua itu adalah pengaruh dari sekularisme barat, yang manusia-manusianya
mencoba hidup dengan alam yang kasat mata.
Menurut Nashr,
manusia barat modern memperlakukan alam seperti pelacur. Mereka menikmati dan
mengeksploitasi alam demi kepuasan dirinya tanpa rasa kewajiban dan tanggung
jawab apa pun. Nashr melihat, kondisi manusia modern sekarang mengabaikan
kebutuhannya yang paling mendasar dan bersifat spiritual, mereka gagal
menemukan ketentraman batin, yang berarti tidak ada keseimbangan dalam diri.
Hal ini akan semakin parah apabila tekanannya pada kebutuhan materi semakin
meningkat sehingga keseimbangan semakin rusak. Oleh karena itu, manusia
memerlukan agama untuk mengobati krisis yang dideritanya.
Dari sikap mental
yang demikian itu kehadiran iptek telah melahirkan sejumlah problematika
masyarakat modern, sebagai berikut :
Desintegrasi ilmu
pengetahuan
Banyak ilmu yang
berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tali pengikat dan penunjuk jalan yang
menguasai semuanya, sehingga kian jauhnya manusia dari pengetahuan akan
kesatuan alam.
Kepribadian yang
Terpecah
Karena kehidupan
manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai
spiritual dan terkotak-kotak, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah,
hilangnya kekayaan rohaniah karena jauhnya dari ajaran agama.
Penyalahgunaan
Iptek
Berbagai iptek
disalahgunakan dengan segala efek negatifnya sebagaimana disebutkan di atas.
Pendangkalan Iman
Manusia tidak
tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan hal itu menjadi
bahan tertawaan dan dianggap tidak ilmiah dan kampungan.
Pola Hubungan
Materialistik
Pola hubungan
satu dan lainnya ditentukan oleh seberapa jauh antara satu dan lainnya dapat
memberikan keuntungan yang bersifat material.
Menghalalkan
Segala Cara
Karena dangkalnya
iman dan pola hidup materialistik manusia dengan mudah menghalalkan segala cara
dalam mencapai tujuan.
Stres dan
Frustasi
Manusia
mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya untuk terus bekerja tanpa
mengenal batas dan kepuasan. Sehingga apabila ada hal yang tidak bisa
dipecahkan mereka stres dan frustasi.
Kehilangan Harga
Diri dan Masa Depannya
Mereka
menghabiskan masa mudanya dengan memperturutkan hawa nafsu dan menghalalkan
segala cara. Namun ada suatu saat tiba waktunya mereka tua segala tenaga,
fisik, fasilitas dan kemewahan hidup sudah tidak dapat mereka lakukan, mereka
merasa kehilangan harga diri dan masa depannya.
C. Perlunya
Pengembangan Akhlak Tasawuf
Akhlak tasawuf
merupakan solusi tepat dalam mengatasi krisis-krisis akibat modernisasi untuk
melepaskan dahaga dan memperoleh kesegaran dalam mencari Tuhan. Intisari ajaran
tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan
Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya iu brrada di hadirat-Nya.
Tasawuf perlu dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat dengan
beberapa tujuan, antara lain: Pertama, untuk menyelamatkan kemanusiaan dari
kebingungan dan kegelisahan yang mereka rasakan sebagai akibat kurangnya
nilai-nilai spiritual. Kedua, memahami tentang aspek asoteris islam, baik
terhadap masyarakat Muslim maupun non Muslim. Ketiga, menegaskan kembali bahwa
aspek asoteris islam (tasawuf) adalah jantung ajaran islam. Tarikat atau jalan
rohani (path of soul) merupakan dimensi kedalaman dan kerahasiaan dalam islam
sebagaimana syariat bersumber dari Al-Quran dan Al- Sunnah. Betapapun ia tetap
menjadi sumber kehidupan yang paling dalam, yang mengatur seluruh organisme
keagamaan dalam
islam. Ajaran dalam tasawuf
memberikan solusi bagi kita untuk menghadapi krisis-krisis dunia. Seperti
ajaran tawakkal pada Tuhan, menyebabkan manusia memiliki pegangan yang kokoh,
karena ia telah mewakilkan atau menggadaikan dirinya sepenuhnya pada Tuhan.
Selanjutnya sikap frustasi dapat diatasi dengan sikap ridla. Yaitu selalu
pasrah dan menerima terhadap segala keputusan Tuhan. Sikap materialistik dan
hedonistik dapat diatasi dengan menerapkan konsep zuhud. Demikan pula ajaran
uzlah yang terdapat dalam tasawuf. Yaitu mengasingkan diri dari terperangkap
oleh tipu daya keduniaan. Ajaran-ajaran yang ada dalam tasawuf perlu
disuntikkan ke dalam seluruh konsep kehidupan. Ilmu pengetahuan, teknologi,
ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan lain sebagainya perlu dilandasi ajaran
akhlak tasawuf.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm 636.
Deliar Noer, Pembangunan di Indonesia,
(Jakarta: Mutiara, 1987), hlm 24.
Abudin Nata, Akhlaq Tasawuf,
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 286.
Agussyafii.blogspot.com/2007/12/problem-dan-solusi-masyarakat-modern.html
Sayyed Hossein Nashr, Man and Nature…….. 57.
Sayyed Hossein Nashr, ideals and realities of islam
….. hlm 121.
PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Islam didenfisikan sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada junjungan Nabi kita Rasulullah SAW, untuk mengatur segenap urusan manusia, baik berkaitan hubungan dengan Allah (ibadah dan aqidah), hubungan dengan sesama manusia (muamalah, uqabat atau sanksi), dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, untuk itu kami sebagai penulis mengangkat sebuah permasalahan yang terjadi dalam masyarakat modern khususnya.
Islam didenfisikan sebagai agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada junjungan Nabi kita Rasulullah SAW, untuk mengatur segenap urusan manusia, baik berkaitan hubungan dengan Allah (ibadah dan aqidah), hubungan dengan sesama manusia (muamalah, uqabat atau sanksi), dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, untuk itu kami sebagai penulis mengangkat sebuah permasalahan yang terjadi dalam masyarakat modern khususnya.
Orang-orang dalam
menjalani hidupnya haruslah dinilai sebagai orang yang melaksanakan perintah
Allah, bukan hanya melihat dari segi status sosial ataupun material saja.
Ukuran dalam menjalani hidup sama saja dihadapan Allah SWT yang membedakan
hanya kadar ketakwaan kita, bukan berdasarkan dari status sosial atau materil
dalam pandangan manusia saja.
Disamping itu, kalau seorang muslim dalam menjalani kehidupannya bisa dan tidak mudah terpengaruh akan segala ritangan yang selalu menghadang dalam setiap langkah hidupnya dan mempunyai filter dalam menyaring segala problematika yang kian hari kian banyak membuat orang bingung.
Problematika masyarakat modern adalah Sebuah permasalahan yang muncul dan hangat diperbincangkan oleh khalayak orang, sehingga menjadi sebuah hal yang sifatnya penting sekali dalam kehidupan ini. Maka semua permasalahan yang dilakukan mesti penuh pemikiran dan pertimbangan dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian baik buruknya seorang manusia tergantung bagaimana orang tersebut menyikapi segala problematika yang terjadi saat ini..
Manusia dizaman modern ini diharapkan pada masalah problematika masyarakat cukup serius. Kemudian khazanah fikiran dan pandangan dalam menyikapi mesti adanya suatu pengembangan pola fikir yang lebih baik.
Dengan demikian, menjadi sangatlah penting kita mempelajari hal-hal yang berkenaan suatu permasalahan yang banyak dialami masyarakat modern. Namun penjabaran dalam menjalani hidup ini seseorang dituntut untuk tidak berjalan begitu saja dan tidak akan sempurna dalam proses perubahannya tanpa mengetaui pengembangan pembentukan masyarakat modern yang lebih maju.
Disamping itu, kalau seorang muslim dalam menjalani kehidupannya bisa dan tidak mudah terpengaruh akan segala ritangan yang selalu menghadang dalam setiap langkah hidupnya dan mempunyai filter dalam menyaring segala problematika yang kian hari kian banyak membuat orang bingung.
Problematika masyarakat modern adalah Sebuah permasalahan yang muncul dan hangat diperbincangkan oleh khalayak orang, sehingga menjadi sebuah hal yang sifatnya penting sekali dalam kehidupan ini. Maka semua permasalahan yang dilakukan mesti penuh pemikiran dan pertimbangan dalam segala aspek kehidupan. Dengan demikian baik buruknya seorang manusia tergantung bagaimana orang tersebut menyikapi segala problematika yang terjadi saat ini..
Manusia dizaman modern ini diharapkan pada masalah problematika masyarakat cukup serius. Kemudian khazanah fikiran dan pandangan dalam menyikapi mesti adanya suatu pengembangan pola fikir yang lebih baik.
Dengan demikian, menjadi sangatlah penting kita mempelajari hal-hal yang berkenaan suatu permasalahan yang banyak dialami masyarakat modern. Namun penjabaran dalam menjalani hidup ini seseorang dituntut untuk tidak berjalan begitu saja dan tidak akan sempurna dalam proses perubahannya tanpa mengetaui pengembangan pembentukan masyarakat modern yang lebih maju.
B.Tujuan
Didalam penulisan makalah ini adalah bertujuan untuk menambah wawasan dalam pengertahuan mengenai ilmu akhlak dan memenuhi tugas kelompok.
Didalam penulisan makalah ini adalah bertujuan untuk menambah wawasan dalam pengertahuan mengenai ilmu akhlak dan memenuhi tugas kelompok.
C. RUMUSAN
MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka penulis mengajukan beberapa masalah berupa :
1. Apa-apa saja yang menyebabkan timbulnya problematika masyarakat modern?
2. Kepada siapakah perubahan problematika masyarakat modern?
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas maka penulis mengajukan beberapa masalah berupa :
1. Apa-apa saja yang menyebabkan timbulnya problematika masyarakat modern?
2. Kepada siapakah perubahan problematika masyarakat modern?
PEMBAHASAN
.FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN AKHLAK
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya,ada tiga aliran yang sudah amat popular.Pertama aliran Nativisme,Kedua aliran Emperisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut aliran Nativisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain.Aliran ini tamaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam pada diri manusia, dan hal ini kelihatan erat kaitannya dengan pendapat aliran intuisme dalam hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas.
Menurut aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan luar, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan prnddikan yang diberikan kepada anak itu,maka baiklah anak itu.Dengan demikian jika sebaliknya.
Dalam pada itu aliran konvergensi berpendapat pembebntukan akhlak dipengaruhi oleh factor internal,yaitu pembawaan si anak,dan factor dari luar, yaitu pendidikan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.
Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadis di bawah ini:
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya,ada tiga aliran yang sudah amat popular.Pertama aliran Nativisme,Kedua aliran Emperisme, dan ketiga aliran konvergensi.
Menurut aliran Nativisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat, akal, dan lain-lain.Aliran ini tamaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam pada diri manusia, dan hal ini kelihatan erat kaitannya dengan pendapat aliran intuisme dalam hal penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan diatas.
Menurut aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan luar, termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pembinaan dan prnddikan yang diberikan kepada anak itu,maka baiklah anak itu.Dengan demikian jika sebaliknya.
Dalam pada itu aliran konvergensi berpendapat pembebntukan akhlak dipengaruhi oleh factor internal,yaitu pembawaan si anak,dan factor dari luar, yaitu pendidikan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.
Aliran yang ketiga, yakni aliran konvergensi itu tampak sesuai dengan ajaran islam. Hal ini dapat dipahami dari ayat dan hadis di bawah ini:
والله اخرجكم من
بطون امهتكم لاتعلمون شيئاوجعل لكم السمع والابصاروالافثدة العلكم تثقرون
Dan allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadan yang tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dan dia memberikamu pendengaran dan penglihatan dan hati, agar
kamu bersyukur. (QS. Al-Nahl)
Ayat tersebut
memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk didik, yaitu penglihatan,
pendengaran, dan hati sanubari.Potensi tersebut harus dusyukuri dengan cara
mengisinya dengan ajaran dan pendidikan.Hal ini sesuai pula dengan yang
dilakukan Lukmanul Hakim kepada anaknya sebagai terlihat pada ayat yang
berbunyi:
وإدقال لقمن لابنه
وهوبعظة يبني لاتش رك الله ان الشرك لظلم عظيم ووصيناالاانسان بوالديه حملته امه
وهناعنا على وهن وفصله نى عا مين ان اشكرلي ولوا لديك الي المصير
Dan (ingatlah)
ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran
kepadanya.”Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan allah, sesungguhnya
mempersekutukan (allah) adlah benar-benarkezalima yang besar.Dan kami
perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada duaorang ibu bapaknya; ibunya
telah mengadungnya dalam keadaanlemah yang bertambah-tambah,dan menyapihnya
dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanyakepada kulah kembalimu.QS. Luqman 31:13-14.
Ayat tersebut
selain menggambarkan tentang pelaksanaan pendidukan jugaberisi materi pelajaran
dan yang utamanya, yaitu pendidikan tauhid dan keimanan, karena keimananlah
yang menjadi salah satu dasar yang kokoh bagi pembentuka akhlak.
Kesesuaian teori Konvergensi tersebut diatas juga sejalan dengan hadist Nabi yang berbunyai:
Kesesuaian teori Konvergensi tersebut diatas juga sejalan dengan hadist Nabi yang berbunyai:
كل مولوديولد على
الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه
Setiap anak yang
dilahirkan dalam keadaan memvbawa fitrah (rasa ketuhanan dan kecenderungan
kepada kebenaran),maka kudua orang tuanyaalah yang membentuk anakn itu menjadi
Yahudi, Nasrani atau Majusi.(HR. Bukhari)
Ayat dan hadist tersebut
di atas selain menggambarkan adanya teori konvergensi juga menunjukan dengan
jelas bahwa pelaksana utama dalam pendidikan adalah kedua orang tua.
Dengan demikian
factor yang mempengaruhi pembinan ahklak di anak ada dua, yaitu factor
daridalam yaiti, potensi fisik, intelektual dan hati(rohaniah) yang dibawa si
anak dari sejak lahir ,dan dari factor luar, yaitu kedua orang tua di
rumah,guru di sekolah dan tokoh-tokoh serta pemimpin di masyarakat.Melalui
kerjasama yang baik antara tiga lembaga pendidikan tersebut,maka aspek
konditif(pengentahuan),efektif(penghayatan),dan psikomotorik(pengamalan) ajaran
yang diajarka akan terbentuk pada diri anak .
Faktor yang lain dalam pembentukan akhlak adalah keluarga,dalam pembentulan kepribadian anak.Melalui fungsi ini keluarga berusaha mempersiapkan anak-anak bekal selengkap-lengkapnya dengan memperkenalkan pola tingkahlaku,sikap,keyakinan,cita-cita dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka kelak.
Proses sosialisasi tidak sewajarnya diberikan kepada orang lain.Peran orang tua sangat besar dalam proses sosialisasi ini,sebab disitu anak akan meniru segala yang dilihat dan dipelajari dari orangtuanya.Apabila orang tua tidak menjalankan fungsi sosialisasi secara baik,maka problem lain yang muncul adalah anak kehilangan perhatian,setelah itu ia akan mencari tokoh lain diluar orang tuanya itu untuk ditiru.
Semua masyarakat sangat menggantungkan diri kepada keluarga dalam hal sosialisasi anak-anak.Peranan orang tua dalam sosialisasi ini sebagai persiapan untuk memasuki usia dewasa agar anak dapat berperan secara positif ditengah-tengah masyarakat.Salahsatu caranya adalah pemberian model bagi anak.Anak belajar menjadi laki-laki.Sosialisasi akan menemukan kesulitan apabila model semacam itu tidak ada dan bila anak harus mengandalkan diri pada model yang disaksikan dalam keluarga lain.Studi semacam ini semakin menegaskan bahwa keluarga adalah factor penentu utama bagi sosialisasi anak.
Tetapi sebaliknya,dalam keluarga yang serba susah yangmenghadapi berbagai masalah kemiskinan yang mencekik,problem sosialisasi dalam keluarga akan berjalan tidak normal.Keluarga seperti ini akan mensosialisasikan anak-anak mereka untuk meneruskan pola ketidakmampuan dan ketergantungan orang tua.
Didalam sebuah hadits Qudsi mengatakan yang artinya,Sesuatu yang diriwayatkan dari Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi,Dia berfirman”Wahai hambaku sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan kedzaliman itu Aku haramkan diantara kalian maka janganlan kalian saling mendzalimi.Wahai hamba-Ku masing-masing dari kau akan sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk mintalah petunjuk kepada-Ku maka Aku akan memberi petunjuk kepadamu.Wahai hamba-Ku masing-masing dari kamu akan lapar kecuali orang yang Aku beri makan mintalah kepada-Ku maka akan Aku akan memberi kepadamu.Wahai hamba-Ku masing-masing kamu itu telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian mintalah pakaian kepada-Ku maka Aku akan memberikan kepadamu.Wahai hamba-Ku sesungguhnya kamu melakukan kesalahan siang dan malam sedang Aku mengampuni semua dosa mintalah ampun kepada-Ku maka Aku akan memberi ampunan kepadamu.Wahai hamba-Ku sesungguhnya kamu tidak akan bias menghindar dari kemudharatan-Ku maka kamu tidak akan mendapatkan kemanfatan-Ku maka mohonlah kemanfaatan kepada-Ku.Wahai hamba-Ku seandainya orang yang pertama dan terakhir dari kamu manusia dan jin dikalangan itu berada pada hati seseorang laki-laki yang paling taqwa diantaramu maka yang demikian itu tidak akan menambahsedikitpun dari kerajaan-Ku .Wahai hamba-Ku seandainya orang pertam dan terakhir dari kamu jin dan manusia berada pada hati seseorang hati seorang laki-laki yang jahat maka yang demikian itu tidak akan mengurangi sedikitpun kerajaan-Ku.Wahai hamba-Ku seandainya orang yang pertama dan terakhir diantara kamu manusia dan jin berdiri pada suatu bukit lalu mereka minta kepada-Ku maka Aku akan memberinya dari setiap orang yang permintaanya.maka yang demikian itu tidak akan mengurangi apa yang ada di sisi-Ku melainkan seperti air laut apabila dimasukan kedalamnya.Wahai hamba-Ku itu adalah amal-amal kalian yang Aku hitung semua untuk kalian dan kemudian Aku sempurnakan bagi kalian.Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah memuji Allah dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka janganlah mencela selain dari pada dirinya sendiri(Hadits dikeluarkan Muslim).
Faktor yang lain dalam pembentukan akhlak adalah keluarga,dalam pembentulan kepribadian anak.Melalui fungsi ini keluarga berusaha mempersiapkan anak-anak bekal selengkap-lengkapnya dengan memperkenalkan pola tingkahlaku,sikap,keyakinan,cita-cita dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan mereka kelak.
Proses sosialisasi tidak sewajarnya diberikan kepada orang lain.Peran orang tua sangat besar dalam proses sosialisasi ini,sebab disitu anak akan meniru segala yang dilihat dan dipelajari dari orangtuanya.Apabila orang tua tidak menjalankan fungsi sosialisasi secara baik,maka problem lain yang muncul adalah anak kehilangan perhatian,setelah itu ia akan mencari tokoh lain diluar orang tuanya itu untuk ditiru.
Semua masyarakat sangat menggantungkan diri kepada keluarga dalam hal sosialisasi anak-anak.Peranan orang tua dalam sosialisasi ini sebagai persiapan untuk memasuki usia dewasa agar anak dapat berperan secara positif ditengah-tengah masyarakat.Salahsatu caranya adalah pemberian model bagi anak.Anak belajar menjadi laki-laki.Sosialisasi akan menemukan kesulitan apabila model semacam itu tidak ada dan bila anak harus mengandalkan diri pada model yang disaksikan dalam keluarga lain.Studi semacam ini semakin menegaskan bahwa keluarga adalah factor penentu utama bagi sosialisasi anak.
Tetapi sebaliknya,dalam keluarga yang serba susah yangmenghadapi berbagai masalah kemiskinan yang mencekik,problem sosialisasi dalam keluarga akan berjalan tidak normal.Keluarga seperti ini akan mensosialisasikan anak-anak mereka untuk meneruskan pola ketidakmampuan dan ketergantungan orang tua.
Didalam sebuah hadits Qudsi mengatakan yang artinya,Sesuatu yang diriwayatkan dari Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi,Dia berfirman”Wahai hambaku sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan kedzaliman itu Aku haramkan diantara kalian maka janganlan kalian saling mendzalimi.Wahai hamba-Ku masing-masing dari kau akan sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk mintalah petunjuk kepada-Ku maka Aku akan memberi petunjuk kepadamu.Wahai hamba-Ku masing-masing dari kamu akan lapar kecuali orang yang Aku beri makan mintalah kepada-Ku maka akan Aku akan memberi kepadamu.Wahai hamba-Ku masing-masing kamu itu telanjang kecuali orang yang Aku beri pakaian mintalah pakaian kepada-Ku maka Aku akan memberikan kepadamu.Wahai hamba-Ku sesungguhnya kamu melakukan kesalahan siang dan malam sedang Aku mengampuni semua dosa mintalah ampun kepada-Ku maka Aku akan memberi ampunan kepadamu.Wahai hamba-Ku sesungguhnya kamu tidak akan bias menghindar dari kemudharatan-Ku maka kamu tidak akan mendapatkan kemanfatan-Ku maka mohonlah kemanfaatan kepada-Ku.Wahai hamba-Ku seandainya orang yang pertama dan terakhir dari kamu manusia dan jin dikalangan itu berada pada hati seseorang laki-laki yang paling taqwa diantaramu maka yang demikian itu tidak akan menambahsedikitpun dari kerajaan-Ku .Wahai hamba-Ku seandainya orang pertam dan terakhir dari kamu jin dan manusia berada pada hati seseorang hati seorang laki-laki yang jahat maka yang demikian itu tidak akan mengurangi sedikitpun kerajaan-Ku.Wahai hamba-Ku seandainya orang yang pertama dan terakhir diantara kamu manusia dan jin berdiri pada suatu bukit lalu mereka minta kepada-Ku maka Aku akan memberinya dari setiap orang yang permintaanya.maka yang demikian itu tidak akan mengurangi apa yang ada di sisi-Ku melainkan seperti air laut apabila dimasukan kedalamnya.Wahai hamba-Ku itu adalah amal-amal kalian yang Aku hitung semua untuk kalian dan kemudian Aku sempurnakan bagi kalian.Maka barang siapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah memuji Allah dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka janganlah mencela selain dari pada dirinya sendiri(Hadits dikeluarkan Muslim).
KESIMPULAN
Aklakh adalah
sesuatu hal yang menentukan bagaimana seseorang bias disegani dan dijauhi itu
semua tergantung kepada akhlaknya.
Akhlak yang baik ataupun yang buruk tentunya semua itu ada hal yang menyebabkan itu semua,seseorang yang berakhlak baik tentunya mempunyai factor yang membuat ia mempunyai akhlak yang baik baik itu karena factor internal ataupun eksternal,maka dari itu semua kita harus mengetahui agar pada saatnya kita bias membedakan factor yang akan membawa kebaikan dan keburukan dan tentunya kita akan berusaha untuk mempunyai akhlak yang baik yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akhlak yang buruk yang terdapat pada diri seseorang yang tentunya semua itu juga memiliki faktor yang menyebabkan itu semua terjadi pada diri orang itu,maka dengan setelah kita mengetahui tentang akhlak buruk ataupun factor-faktor penyebabnya kita akan berusaha untuk berusaha menjauhi factor-faktor tersebut ataupun mencari bagaimana pencegahannya ataupun yang menjadi sosialisasinya.
Rasullah memiliki akhlak yang begitu mulyanya yang tentunya harus kita ikuti dan amalakan dalam kehidupan sehari-hari kita begitupun akhlak kita yang menawan akan kelihatan sungguh indah apabila dibandingkan dengan akhlak yang buruk yang tentunya kita harus menjauhinya.
Allah mencintai bahkan memuliakan orang-orang yang memiliki akhlak yang baik yang sesuai dengan yang diperintahkan-Nya,maka diutuslah Rasullah untuk menyempurnakan akhlak kita agar akhlak kita baik.
Akhlak yang baik ataupun yang buruk tentunya semua itu ada hal yang menyebabkan itu semua,seseorang yang berakhlak baik tentunya mempunyai factor yang membuat ia mempunyai akhlak yang baik baik itu karena factor internal ataupun eksternal,maka dari itu semua kita harus mengetahui agar pada saatnya kita bias membedakan factor yang akan membawa kebaikan dan keburukan dan tentunya kita akan berusaha untuk mempunyai akhlak yang baik yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Akhlak yang buruk yang terdapat pada diri seseorang yang tentunya semua itu juga memiliki faktor yang menyebabkan itu semua terjadi pada diri orang itu,maka dengan setelah kita mengetahui tentang akhlak buruk ataupun factor-faktor penyebabnya kita akan berusaha untuk berusaha menjauhi factor-faktor tersebut ataupun mencari bagaimana pencegahannya ataupun yang menjadi sosialisasinya.
Rasullah memiliki akhlak yang begitu mulyanya yang tentunya harus kita ikuti dan amalakan dalam kehidupan sehari-hari kita begitupun akhlak kita yang menawan akan kelihatan sungguh indah apabila dibandingkan dengan akhlak yang buruk yang tentunya kita harus menjauhinya.
Allah mencintai bahkan memuliakan orang-orang yang memiliki akhlak yang baik yang sesuai dengan yang diperintahkan-Nya,maka diutuslah Rasullah untuk menyempurnakan akhlak kita agar akhlak kita baik.
0 komentar:
Posting Komentar